62. Perjanjian terakhir

Start from the beginning
                                    

"Jangan nangis sayang, ini pengantaran terakhir kita untuk Abi. Jangan bikin dia sedih ya. Kamu harus senyum."

Latifa menatap Raga, ia melihat kekosongan Dimata suaminya itu. Latifa sadar, harusnya dia tidak egois, dibandingkan dengan dirinya. Mungkin saja Raga yang lebih merasa kehilangan sosok Abi.

Latifa mengikuti Raga, menaburkan bunga. Dengan perlahan.

Tatapan Latifa terhenti, "Yang itu makam siapa Ga? Kenapa bintinya nama kamu disana?"

Raga memeluk Latifa erat-erat, "Itu anak kita sayang, tapi dia lebih sayang sama Abi. Jadi dia pergi bareng Abi sebelum bisa kita peluk."

"Anak kita?"

"Aku hamil? Dan keguguran?" Latifa menatap Raga dengan tatapan yang kebingungan.

Raga mengangguk, "Gapapa sayang. Belum rezeki. Nanti kalau sudah rezeki tuhan pasti menggantikannya lagi. Yang penting kamu sehat, selamat dan ada disamping aku itu udah cukup."

Latifa kembali terisak, "Maafin aku Ga, aku gabecus jadi seorang ibu. Aku ga becus ngurus anak-anak kita. Maafin aku."

"Udah ya gapapa. Kita selesaikan ini dan pulang. Kamu harus kembali kerumah sakit. Kondisi kamu belum pulih."

Bukan saatnya Latifa bisa menolak, tubuh perempuan itu sudah sangat lemah tak berdaya. Hanya bisa menuruti apa yang suaminya katakan padanya saat ini.

****

"Mas Raga, ada yang cari didepan." Mbak Delima mengetuk pintu kamar Raga yang terbuka sedikit. Sepulang penguburan, Raga menemani Latifa untuk makan dan istirahat. Raga bangun perlahan, agar Pergerakannya tidak membuat Latifa terbangun.

"Mbak, tolong jagain Latifa dulu sebentar ya." Mbak Delima mengagguk paham. Lantas Raga keluar menghampiri orng yang mencarinya.

"Pah, tadi Mbak Del bilang ada yg cari Raga? siapa yang cari?" Yoga yang sedang duduk menyandar tembok dibawah sambil memijat kepalanya pun menoleh.

Pria itu hanya menunjuk seseorang yang berada dibelakang Raga dengan dagunya.

"Ga."

Rahang Raga mengeras, ia menarik kerah baju Bara dengan kencang, "KENAPA BARU DATANG! KENAPA BARU SEKARANG LO MUNCUL!"

"Ga, please. Gue cuma ga paham sama keadaannya."

Bugh ...

"Kalo aja Lo Dateng lebih cepet, mungkin Abi masih hidup sekarang." Melihat Raga lepas kendali membuat Kenan datang menengahi.

"Udah Ga. Gak ada gunanya juga Lo kaya gini. Abi udah gaada. Dan gak akan pernah kembali lagi." Kenan membentak, bukan untuk mengomeli, tapi untuk membuat Raga menumpahlan seluruh kesedihan pria itu, Kenan tahu Raga kesakitan, kesedihan karena kehilangan Abi mampu membuat Raga kehilangan arah. Tapi pria itu menahan, ia menahan segala amarahnya, menahan segala kesedihannya hanya karena tak ingin Istrinya mengetahui apa yang dia rasakan sekarang.

Bukan ini yang seharusnya Raga pelajari. Latifa dan Raga sudah terlalu jauh menjaga jarak karena perasaan bersalah mereka.

Harusnya mereka menangis dan meraung bersama, saling berbagi kesakitan dan kesedihan, bukan malah saling menahan agar salah satu mereka tidak merasa bersalah.

BCS : RAGALATIFA (KIM JUNGWOO)Where stories live. Discover now