26. Memilih Calon

181 30 0
                                    

Stok draf ada kok, jadi aman. Kalau mau up tinggal nunggu waktunya lalu tak pencet publikasikan.

Selamat membaca dan semoga suka.

⚫⚫⚫

Hari ini kami berdua akan memulai melihat-lihat atau meninjau langsung calon kontrakan yang akan kita tinggali sementara waktu.

Kata Mas Tama, dia sudah mempunyai tiga calon kandidat kuat. Dan hari ini aku diajaknya untuk melihat calon-calon kandidat itu.

Mobil putih kembali digunakan. Aku was-was sendiri kalau jalanan lagi macet soalnya ini daerah Jakarta yang sering terjadi kemacetan. Tak kaget soalnya Jakarta itu kota padat para pekerja.

Benar dugaan ku kalau Jakarta hari ini sedang macet, tapi syukurlah macetnya tidak terlalu parah. Di dalam mobil mas Tama menyetel lagu soft yang cocok buat perjalanan.

Kami tiba di depan gang kontrakan. Ku lihat-lihat kontrakan di dalam sini tidak terlalu besar tapi cukup untuk keluarga kecil seperti kita ini.

Mas Tama mengunci mobil terlebih dulu lalu mengajakku ke arah rumah klasik di samping tempat kontrakan.

Tok-tok-tok

Pintu rumah mas Tama ketuk, tak lama pemilik rumah keluar dengan handuk yang menutupi rambutnya. Seperti seorang yang baru mandi.

"Dengan Gustama? Wahh udah datang dengan istri, saya sedih loh. Kirain kamu yang akan ngontrak buat kamu sendiri, eh ternyata enggak." Aku melotot tak percaya dengan apa yang dikatakan ibu pemilik kontrakan ini. Astaghfirullah baru aja permulaan.

Rasanya menjengkelkan melihat bagaimana tatapan ibu itu melihat Mas Tama. Heh gak sadar apa kalau ada istri nya disini, baru aja kita nikah gak lama.

Aku menatap curiga ke arah Mas Tama, dia cuma menatap ibu kontrakan balik dengan wajah datar. Dan kemudian "Ehem. Bisa kita mulai lihat-lihat dulu Bu, cocok apa enggak," Aku memberanikan diri berbicara. Tapi dari permulaan aja rasanya gak cocok.

Ibu tadi berdecak setelah aku mengatakan itu. Why? Apakah aku salah? Tentu tidak.

"Maaf kami tidak jadi mengambil kontrakan itu. Terimakasih dan Maaf sekali lagi. Kami berdua permisi." Tangan Mas Tama menarik ku kembali ke tempat mobil. Terkejut aku Mas!

"Kenapa? Bukannya kita belum lihat sepenuhnya?" Mas Tama yang sedang memakai sabuk pengaman menatapku. "Enggak ada alasan apapun buat cocok dengan itu. Kita masih ada dua calon lain."

Ku pakai sabuk pengaman dengan diam. "Kamu lihat kan tadi? Tatapannya seolah sedang menelanjangi Mas. Mas risih akan hal itu, lebih baik bahkan sangat baik kalau kita tidak mengambilnya."

Makin ku dekatkan tubuh ke arahnya. Memberanikan diri mengusap rahangnya yang sedang mengeras. "Aku menyukai sikapmu itu. Jaga pandanganmu ya mas, aku yang berhak atas pandanganmu itu."

Wajah Mas Tama yang semula tersirat kemarahan akhirnya melunak. Dia menatapku sambil tersenyum, kalau memajukan wajahnya untuk... Cup

"Hanya kamu yang boleh menatap Mas seperti itu hm. Jaga pandangan dan hatimu juga buat Mas Gustama seorang." Membalas senyumnya dengan senyuman termanis yang aku bisa berikan.

Mobil kita menjauhi area calon kontrakan pertama. Yang punya kontrakan itu yang membuat kita tidak nyaman kalau akan tinggal disana.

"Mas bukannya kamu yang memilihnya sendiri? Kata kamu calon kandidat kuat, tapi nyatanya pas kita belum memastikan dalamnya kamu udah bilang gak cocok," aku menatap ke arah Mas Tama. Aneh bukan kalau dia itu yang milih, tapi dia juga yang menyingkirkan dengan cepat.

MENDADAK?Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt