19. Cuti Lagi

178 26 1
                                    

Dua Minggu atau tiga Minggu aku meninggalkan cerita ini?

Entahlah. Saat itu aku lagi stuk sama cerita ini. Feel-nya gak bisa masuk, padahal awal bikin cerita ini tu ngerasa gampang banget kayaknya.

Begitulah kalau tidak merancang cerita dengan baik sebelum benar-benar dimulai.

Selamat membaca dan semoga suka.

⚫⚫⚫

-SEMINGGU SEBELUM PERNIKAHAN

Sudah berada di Semarang. Aku mulai cuti untuk pernikahan. Kak Tama memintaku untuk cuti dua tiga Minggu saja, setelah itu aku akan kembali bekerja.

Ah iya, rencana masih bekerja atau berhenti kak Tama bilang kita lanjut kerja aja. Kita berdua bisa sama-sama bekerja sama mencari pundi-pundi rupiah.

Aku tetap di Jakarta nanti. Untuk kak Tama kalau dia tidak ada kendala katanya akan berpindah ke kantor pusat Jakarta. Tempat tinggal kami nanti akan diobrolkan lagi.

Rumah orang tuaku ada beberapa orang yang masih bekerja. Bukan sudah mulai persiapan, tapi bekerja untuk memperbaiki yang rusak di rumah.

Rumah ini sudah harus perlu diperbaiki. Apalagi dengan bahan material mayoritas kayu jati, tidak perlu diganti ulang, tapi perlu di perbaiki dan mengecek apakah ada yang rusak apa enggak.

"Rum jemput adekmu di sekolah ya. Abe dan Abyaz hari ini gak pulang," Aku yang dari tadi menonton bagaimana para pekerja memperbaiki rumah menoleh ke Ibu.

"Iya Bu. Mana nih kunci motornya?" Bukan memberi kunci motor ibu malah memberikan kunci mobil pic up. "Sekalian ambil pesanan di Bu mamik. Cuma telor doang kok."

Aku pasrah mengambil kunci mobil. "Iya doang tapi banyak jumlahnya. Yaudah Bu aku pamit. Assalamualaikum."

"Rum sekalian ambil pesanan tanaman sama pupuk di Lek mat yo. Udah bapak bayar kemarin tinggal ngambil." Ada lagi. "Iya pak."

Aku menghidupkan mobil pic up milik bapak. Mobil yang biasanya dibuat momotan telur bebek untuk setor ke kota. Tapi kalau sudah di rumah tidak digunakan.

Sepuluh menit aku mengendarai mobil pic up putih. Sampailah aku di sekolah dasar yang dulu juga aku pernah sekolah disini.

Mataku melihat Arbie yang sudah menunggu di seberang. Segera aku menghampirinya, tetapi tidak menggunakan mobil, aku memilih turun. "Ar!!"

Arbie menoleh. "Loh kok mbak yang jemput? Mas Abe atau mas Abyaz kemana?"

Aku mengusap rambutnya yang tertutup topi. "Mas mu gak pulang hari ini. Yok ikut mbak ambil pesanan bapak ibu."

Dia mengangguk semangat. "Ayo lah mbak kita lets go!!"

Aku menuntunnya untuk menyebrang. Kami berdua masuk mobil dengan Arbie yang duduk di sampingku. "Siap untuk berangkat?"

Arbie menoleh sekilas. "Aku Siap!!" Aku menyukai tingkah laku Arbie. Dia berumur 11 tahun, tapi menurutku dia tak jauh beda dengan Arza.

Saat di perjalan ada lima anak Sd yang menyegah laju mobil di samomh jakan. Aku bernafas lelah, kemudian aku hentikan laju mobil.

Anak-anak tadi berlari menuju mobil pick up putih ini. "Kita boleh ikut numpang kan mbak?"

Ku anggukan kepala. "Ya kalian naik aja. Mbak juga akan melewati rumah kalian."

Mereka langsung menaiki bagian belakang mobil pick up. Sering seperti ini. Jika lewat saat jam anak-anak pulang pasti akan dicegah untuk mereka ikut menupang.

MENDADAK?Where stories live. Discover now