18. Selesai

192 35 2
                                    

Sesuai jadwalnya kan? Semoga bisa terus gini.

Selamat membaca dan semoga suka.

⚫⚫⚫

Tidak sampai disana. Saat pulang dia ingin mengantarkan aku pulang. Aku memperbolehkan, apa salahnya mengizinkan niat baiknya?

Dia berhenti di depan gang rumah pak Pur. Sebelum benar-benar berpisah, dia mencium pucuk kepalaku. Aku membalas dengan mencium pipinya singkat. Sungguh sangat singkat.

Setelah ini aku harus berbicara dengan Kak tama. aku harus meminta maaf, semoga kak tama tidak marah.

"Terima kasih untuk segala yang kamu beri. Maaf aku tidak bisa menjadi yang terbaik." Orang bernama lengkap Gunawan Subiono tersenyum walapun aku tahu dia sedang kecewa. "Sama-sama. Terima kasih juga buatmu. Maaf kalau aku pernah membuatmu sakit hati."

Kakiku melangkah tegap meninggalkan Mas Gunawan, mantan pacarku. Dia pacar pertama dan terakhirku. Setelah ini aku tidak akan lagi berpacaran, akan langsung menikah dengan mantan senior di kampusku.

Saat masuk rumah ternyata ada tamu Pak pur Dan bulek Tatik. Sepasang paruh baya, mungkin tidak jauh dengan usia bapak ibu. Ya sekitaran gitu dah.

"Loh siapa ini? Kok baru lihat disini." Tamu yang Bapak-bapak berujar. Pak pur mengkode untuk diam berdiri di sana sebentar. "Dia Keponakanku, anak dari
Mas Djatmiko. Masih ingat sama mas Djatmiko gak?"

Tamu tadi menatapku menelisik, kemudian beralih ke Pak Pur lagi. "Ingat lah. Orang dulu Mas Djatmiko itu sering banget nyusulin kita pas ngambilin belut. Masih ingat banget kalau datang pasti bawa rotan tapi gak berani mukul, ngancem aja. Lama gak ketemu anaknya udah gede gini, terakhir ketemu pas nikahan kamu, itupun cuma pas sendiri."

Ah teman lamanya Pak pur ternyata. Temu kangen nih ceritanya.

"Kerja dimana kamu nak?" Tamu tang ibu-ibu bertanya. Aku tersenyum."Kerja di bumi bu, alhamdullilah kerjanya masih yang halal."

Bukannya mau judes atau apa ya. Tapi gini loh, baru ketemu tapi udah kepo masalah pekerjaan, wajahnya juga kaya, mon maap nih, judes gitu. Gak tau dah kalau pembawaan atau emang asli gitu. Tapi risih aja lah.

Wajah ibu-ibu tadi makin jadi. Aku cuma tersenyum sambil tetap berdiri menunggu pak pur mengizinkan aku masuk kamar.

"Rum kamu masuk kamar aja, istirahat sana, capek kan habis kerja dari pagi. Kalau mau makan ada di meja dapur." Bu lek tatik yang berbicara. Aku menatap mata bulek tati, dan aku seperti menemukan arti sesuatu.

"Aku mau masuk kamar dulu. Mari semua, assalamualaikum."

⚫⚫⚫

   "Iya kak gak aneh-aneh kok aku habis itu. Beneran deh."

"..."

"Betul tuh. Kalau gak di bereskan bisa makin rumit. Lebih cepat lebih baik."

"...."

"Katanya ibu tadi pas aku telepon sudah ngirim tapi lewat sepupuku. Ibu bapak kan gak bisa ngirim langsung kak, bakal repot banget sih."

"...."

"Iya kok percaya. Kalau gak percaya pun aku bakal terus yakin buat percaya."

"Hm see you."

"..."

"Iya udah. Kalau gitu terus kapan habisnya coba? Udah ah kak. Kamu besok harus kerja lagi kan?"

"...."

"Ah ilah. Makanya kita harus semangat kerja biar ada tabungan kalau kita udah nikah. Kan tinggal menikmati jerih payah. Pasti sangat menyenangkan."

"..."

"Good night."

Sudah selesai dengan obrolan hari ini dengan kak Tama. Kita selalu berhubungan tiap selesai kerja, sekitaran jam delapan sampai jam sembilan malam.

Kita pasti membahas persiapan pernikahan yang udah sampai mana, cerita apa pun, yang tidak penting pun bisa di ceritakan. Sekalian meningkatkan kementrian dan lebih saling mengenal walaupun dengan hubungan LDR.

Makin kesini aku makin mengenal bagaimana kak Tama, merasakan apa yang belum aku tahu darinya. Kita sedang mencoba mencari tahu pasangan lebih jauh.

Sebelum aku benar-benar tidur, aku mengecek email terlebih dulu. Melihat apakah ada kiriman email dari kantor apa tidak.

Jika sudah barulah aku merebahkan diri bersiap untuk tidur. Menyiapkan tenaga supaya besok siap dengan hari yang panjang dan melelahkan.

⚫⚫⚫

     Tanganku sedari tadi cekatan memotong bentuk dadu tahu yang sudah di goreng dan kentang. Hari ini aku dan bulek tatik akan memasak sarapan dan makan siang sambal goreng tahu, kentang dan udang kecil.

Bulek yang bertugas mengulek bumbu-bumbu, kalau aku yang memotong-motong bahan. Kita berdua berbagi tugas dan pekerjaan.

"Rum malam tadi kamu ngerasa gak kalau tamu itu orangnya agak gimana gitu. Bukan mau fitnah, tapi bulek ngerasa ya agak begitulah." Bulek tatik memulai bahan obrolan.

Pergibahan akan dimulai. Ku kira hanya aku yang merasa seperti itu, ternyata tidak, bulek tatik juga merasakan hal yang demikian.

"Aku juga gak begitu tau bulek. Mungkin faktor puyeng habis pulang kerja." Mataku melihat sekilas ke arah Bulek Tatik.

Bulek tetap melakukan kegiatannya. "Iya kali. Dah lah malah bisa jadi gosipin, bisa-bisa gak jadi masak nanti keburu pada minta sarapan."

Aku hanya tersenyum menanggapi. Tanganku tidak pernah berhenti memotong, terus melakukannya sampai selesai.

"Ah iya Rum. Kamu setelah nikah mau tetap kerja lagi atau berhenti kerja? Soalnya setahu bulek ya, Calon suamimu kan kerjanya di Surabaya, sedangkan kamu di Jakarta, masa pengantin baru harus misah?"

Menghentikan sementara. Aku tidak meletakan pisau cuma berdiam setelah pertanyaan bulek Tatik. "Aku belum tau pastinya sih Bulek. Kita juga masih sibuk ngurusin acara pernikahan, mungkin nanti baru dibicarakan."

"Bicarakan dan ambil keputusan yang terbaik buat kalian kedepannya. Itu bukan hanya untuk satu orang, tapi ada dua orang, buat karir kamu kedepannya juga. Bulek yakin kalian akan ambil keputusan yang terbaik." Bulek sudah menggoreng sambal. Aku memberikan potongan bahan isian.

"Semoga saja."

⚫⚫⚫

Aku nyadar kok kalau makin gak jelas.

Oke makasih. Luvv deh💚


























MENDADAK?Where stories live. Discover now