1. Empat Serangkai

193 95 18
                                    

[Satu]
.
.
***

Kesunyian menjejali daya tampung ruangan yang ditempati pria itu. Keran air silver yang tertanam di dinding, meneteskan buliran air, setetes demi setetes. Pasti seseorang tidak memutar pengait dengan tepat dan membiarkan lubang kecil yang terbuka meneteskan air.

Pria dalam ruangan tentu mengetahui hal itu. Sebab dia sudah berjam-jam hinggap disana. Tak ada niat yang terlintas di dalam benaknya untuk membetulkan keran air.

Sebagai seorang siswa, tentu dia tahu berapa besar kerugian saat satu tetes air terbuang setiap detik. Dan beberapa tetes air terbuang jika berlangsung selama satu hari penuh.

Posisi pria itu berada di toilet sekolah. Ukuran toilet sekolah tidak terlalu besar. Karena memang telah dirancang untuk dimuati oleh satu orang. Dindingnya berwarna putih dengan lantai keramik biru yang mengkilap. Apakah kalian berpikiran yang sama? Maksudku, apakah kalian juga berpikir bagaimana keadaan dinding itu? Dinding yang dicat putih itu sudah dipenuhi berbagai macam coretan. Motifnya juga beragam. Tapi yang pasti, semuanya bermakna negatif.

Di salah satu sisi terpajang sebuah cermin segiempat yang masih utuh. Benda itu menarik perhatian si pria.

Sepersekon kemudian, dia menatap cermin. Tampak pantulan wajah kecemasan di permukaannya. Dia menatap wajah putihnya yang kini memerah dan dibanjiri oleh keringat. Warna merah muncul, efek dari kecemasan yang luber. Sementara pori-pori kulit yang tidak berhenti mengeluarkan keringat, efek kelelahan yang dia lakukan.

Ditambah kenyataan kalau dia melakukan hal itu bukan dengan santai layaknya senam pagi saat hari Jumat. Tapi penuh dengan perasaan deg-degan karena sedang menjadi buronan kepala sekolah.

Si pria berlari kencang dari lapangan sekolah hingga ke toilet yang ditempatinya sekarang. Letak toilet ada di lantai dua. Bayangkan saja bagaimana lelah yang dia rasakan.

"Damn, Gue bingung banget" ujarnya pelan.

Kedua tangan menjamah rambut hitamnya yang panjang dan sedikit acak-acakan. Berbagai perasaan berbaur dalam rasio, yang membuat dia semakin kacau.

Nama pria yang sedang gelisah itu Shiran Pratama Putera. Tampak dari bate nama yang terjahit di seragam yang dia kenakan. Shiran itu anak blasteran Indonesia-Belanda. Ayahnya keturunan Indonesia asli, sedangkan ibu yang telah lama meninggalkan mereka adalah wanita keturunan Belanda. Di sela-sela waktu istirahat, Ahmad-ayah Shiran- pernah bercerita tentang kisah percintaannya. Kisah itu dimulai saat zaman perkuliahan dulu. Ketepatan keduanya bertemu dan menjadi mahasiswa di sebuah kampus negeri yang sama. Saat itu, Ahmad mengambil jurusan pertanian, sedangkan Ros -ibu Shiran- dengan kepandaiannya berhasil masuk fakultas kedokteran. Jadilah mereka berdua dan akhirnya menikah. Sampai saat usia Shiran saat ini yang sudah menginjak 17 tahun, Ahmad belum memberitahu kelanjutan ceritanya.

 Sampai saat usia Shiran saat ini yang sudah menginjak 17 tahun, Ahmad belum memberitahu kelanjutan ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Little Finger Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang