11. Pemburu dan Diburu

217 45 27
                                    

Tepukan hangat di pipi beserta suara bel yang berbunyi nyaring tapi kecil---aku tahu bunyi itu berasal dari mana, Peri Rumah, membangunkanku.

Rasanya berbeda. Kemarin masih ada Ibu yang mengharuskan untuk semua anggota keluarga bangun pagi, tidak boleh telat, terlebih aku sebagai sulung. Lagi pula, Ibu ada benarnya. Kalau bangun kesiangan, aku akan telat pergi ke sekolah, karena menunggu kamar mandi yang antre. Belum lagi menyiapkan makanan, memakaikan baju adik-adik, dan membantu Ibu membereskan rumah. Namun, pagi ini terasa sepi walau aku mendengar suara para Peri Rumah yang nyaring itu, tapi tetap saja, rasanya sepi buatku.

Begitu aku membuka mata, Teressa tidak ada di tempat tidur. Mungkin dia sedang mandi. Posisi Teressa malah digantikan oleh Bedra yang berkacak pinggang sambil memutari kepalaku, tampaknya dia marah karena aku susah dibangunkan. Aku hanya tersenyum kecil dan menatap sekitar; hangat, tidak pengap. Kamar ini memiliki satu jendela besar, membuat matahari menyorot masuk ke dalam ruangan.

Karena di sebelah dinding kamar ini adalah taman, jadi ketika aku bangun sekarang, aku dapat melihat rerumputan luas, bunga-bunga dan rusa.

"Grill, ayo bangun! Semuanya sudah makan dan berlatih, kenapa kau tidak kunjung bangun juga padahal sudah sangat siang? Bisa-bisa matahari akan tenggelam dan kau baru terbangun!"

Aku tersenyum. "Maafkan aku, aku akan mandi sekarang," kataku, kemudian beranjak bangun dari duduk, pergi ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi ini, samar-samar terdengar suara tawa adik-adik. Aku bersyukur mereka bisa kembali tertawa sekarang. Dan aku harap, suara tawa mereka dapat aku lindungi.

Bagaimanapun caranya.

***

Aku memakai baju yang disediakan para Peri Rumah. Baju yang sangat nyaman, hangat, dan tidak mengganggu jika tengah bergerak. Ini cocok sekali dipakai untuk memulai perjalanan jauh. Kenapa aku diberikan pakaian yang jelas-jelas mahal seperti ini? Di desa, baju yang dipakai tidak pernah setebal ini. Kami para perempuan yang merajut hanya dapat membuat syal untuk musim dingin, dan baju dengan bahan benang wol. Memang hangat, tapi entah kenapa mudah sekali digigiti tikus atau berjamur.

Lagi pula, musim dingin di Cratirone tidak lebih dari dua minggu. Banyaknya bulan di Cratirone bermusim panas dan hujan.

Setelah selesai memakai baju dan sepatu kulit, aku keluar dari rumah Milis dan menemukan adik-adik tengah berlatih, kecuali Gimmy. Adik yang paling kecil itu tengah sibuk merangkai bunga ditemani oleh Dun.

Tanpa diminta, aku menarik senyum. Hangat rasanya melihat wajah Gimmy kembali cerah ceria.

"Oh, Grill! Ayo ikut berlatih dengan kami!" suara teriakan William membuat fokus terkalih padanya. William di dekat danau melambaikan tangan sambil memegang panahan.

Aku mengangguk, berjalan mendekati Gimmy dan mengelus kepalanya sekali, kemudian kembali berjalan ke arah William.

"Selamat pagi, Grill." Milis menyapa. "Apa kau siap dengan hari ini?"

"Pagi, Milis." Aku menatap ke arahnya. "Aku harus siap, bukan?"

Milis menarik kedua sudut bibirnya. "Baiklah. Karena adik-adikmu sudah cukup belajar memanah dan memakai tombak dengan target kertas yang ditempel di batang pohon, sekarang kita akan berburu ke hutan yang kemarin."

Aku tersentak. Hutan yang kemarin? Bukankah itu berbahaya?

"Tapi, Milis, bukankah itu berbahaya? Tidakkah kita akan berlatih di sini saja?" tanyaku, agak cemas. Bagaimana bisa baru pagi ini kami berlatih, kemudian harus melakukan latihannya secara langsung di hutan? Bagaimana jika ada monster lagi? Apa yang harus kami lakukan?

The Brother's Gimm and The Cursed World: Escape [ REVISI ]Where stories live. Discover now