04. The Reason

341 49 40
                                    

Arselin terbangun ketika ia merasakan ada hembusan nafas dingin menerpa wajahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arselin terbangun ketika ia merasakan ada hembusan nafas dingin menerpa wajahnya.

Begitu Arselin membuka mata, ia terkejut karena melihat Archilles. Lelaki tampan itu sedang tidur. Entah memang sedang benar-benar tidur atau hanya memejamkan kedua matanya.

Tapi kedua mata yang mengatup dengan sempurna itu tampak indah jika dilihat sedekat ini. Apalagi itu adalah Archilles. Bibir tebal nan indah itu selalu mengingatkan Arselin dengan senyuman menawan yang selalu ia tunjukkan.

Beragam perasaan datang memenuhi benak Arselin. Memandangi wajah Archilles ternyata dapat membuat Arselin sedih.

Apalagi mengingat jika Archilles-lah yang membawa dirinya ke negeri mengerikan ini.

Tes...

"Jangan menangis." ucap Archilles tiba-tiba. Ia membuka kedua matanya, menatap perempuan di hadapannya dengan lembut.

Melihat tatapan itu malah membuat Arselin semakin kalut.

"Maafkan aku, tapi ini jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk memilikimu selamanya." ucap Archilles sambil menepuk pelan punggung Arselin.

"Tapi ini salah... ini salah, ini bukan duniaku..." Arselin mencoba menyanggah dengan suara sesegukkanmya.

Archilles menghela nafas berat.

"Aku tahu."

"Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa selain ini. Dengan ini aku bisa terus hidup dan bahagia dengan takdir pilihanku."

"Kita abadi."

Arselin melepas pelukannya. Arselin menggeleng dengan airmata yang masih terus mengalir deras.

"Bukan seperti ini caranya."

"Ini salah."

"Tapi malam itu kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu bersedia hidup denganku selamanya?" balas Archilles sengit.

Arselin bungkam.

Arselin tidak tahu harus membenci atau bersyukur setelah mengatakan itu.

"Kamu tidak akan membenciku, kan?" tanya Archilles dengan tatapan sendunya.

"Aku tidak bisa membencimu... tapi aku benci kenapa semuanya jadi seperti ini. Aku ingin hidup selamanya denganmu di dunia normal."

"Di dunia normal kita tidak abadi..."

"Disini kita berdua abadi." ucap Archilles lagi sambil menggenggam tangan Arselin.

Arselin memejamkan kedua mata sembabnya lalu menghela nafas pasrah. Arselin tidak tahu harus bagaimana, pembelaannya pasti akan sia-sia disini.

"Berhentilah menangis, sayangku. Aku tahu ini salahku, tapi jangan buat aku semakin tenggelam dalam perasaan bersalah itu." Mendengar permintaan itu, malah membuat Arselin makin sedih. Sedih karena tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah.

Blood & LightWhere stories live. Discover now