Bagian Keempat : Tabir

276 67 5
                                    

Sarah duduk di meja rias sembari menatap wajahnya yang terlihat lelah dan sembab. Setelah memastikan Aruna tidur, dia memilih untuk kembali menepi, merenungi beberapa hal yang selama ini dia jalani. Sarah mengambil laptop dari laci kemudian mengambil sebuah kotak berisi flashdisk yang sudah ditandai. Sarah mengambil salah satu, kemudian memasangnya di laptop, sejenak hatinya bergemuruh saat melihat wajah pucat Aruna dengan selang oksigen melintang di wajahnya, Sarah tentu ingat bahwa hari itu adalah hari pertama sesi dialog diantara Maya dan Aruna , beberapa hari sebelum Aruna diperbolehkan untuk pulang dengan banyak catatan. Maya mengalami kesulitan untuk mendapatkan kepercayaan Aruna , hal sama yang dirasakan Faris dan dokter yang menangani Aruna . Semua membutuhkan waktu, Sarah menyadari itu. Sarah mendengar seksama dialog itu, sesekali menyeka air matanya yang jatuh.

"Saya takut sekali dengan dunia seisinya. Rasanya menyesakkan, semua terlalu menyakitkan dan saya tidak memiliki sandaran."

"Saya juga tidak paham, yang jelas, saya merasa takut."

Sarah memijat pelipisnya, menjeda video yang sedang diputar dan memilih melangkahkan kakinya menuju kamar Aruna . Langkah Sarah terhenti, keningnya menempel di daun pintu bersamaan dengan air mata yang menetes, setelahnya Sarah terisak.

"Maaf karena tidak menjadi sandaranmu, bunda minta maaf." Sarah terbata, dadanya menjadi sesak karena isakannya. Aruna yang memang belum sepenuhnya tidur, melangkahkan kakinya pelan ke arah pintu. Aruna menempelkan keningnya di daun pintu, air matanya juga menetes.

"Tidak apa,Bunda." Aruna berkata lirih, semuanya sudah berlalu, kenangan pahit itu sudah tertinggal di belakang, sesekali Aruna memang bertanya-tanya mengapa hal sepahit itu ada di alur hidupnya.

"Aku ingin sembuh dan menghadapi dunia lagi." Aruna menunduk, saat isakan tangis Sarah semakin keras, rasanya ingin memeluk Sarah , tapi tubuhnya mendadak gemetar, Aruna benar-benar takut hanya akan menyakiti Sarah . Tubuh Aruna merosot, bersamaan dengan Sarah , keduanya memilih menyenderkan punggung mereka ke pintu. Mereka bisa saja menyingkirkan pintu dengan ketebalan 3 cm itu untuk berpelukan secara langsung, tapi perasaan takut yang terlanjur tertanam di benak mereka, membuat tabir pintu tetap kokoh menghalangi keduanya.

____

Aruna terusik saat sebuah tangan memainkan rambutnya, untuk sesaat Aruna merasa takut, hingga suara Sarah yang dikenalnya membuat Aruna mengembuskan napas lega.

"Jangan tidur lagi." Sarah mengembuskan napas panjang, mengamati pergerakan Aruna yang mengumpulkan kesadarannya.

"Masih pagi,Bun."

"Dokter Maya dan Dokter Faris sudah menunggu." Sarah menggenggam tangan Aruna , mencoba melawan dirinya sendiri untuk menjadi lebih dekat dengan Aruna , biasanya Sarah hanya memanggil nama Aruna dari jarak jauh, menunggu Aruna mendapat kesadaran kemudian pergi menemui Maya dan Faris yang mempersiapkan terapi yang rutin dijalani Aruna dua minggu sekali.

Sarah mengembuskan napas panjang setelah Aruna berjalan menuju kamar mandi, Sarah sebenarnya tidak ingin menyiksa Aruna dengan memaksa Aruna mengingat semua hal yang sudah dilupakan Aruna , tapi sisi egonya membuatnya melakukan ini, Sarah hanya ingin mengetahui lebih detail tentang pelaku perundungan dan detail kejadian yang membuat Aruna berada di ambang kematian.

Sarah tidak ingin menjadi gagal lagi, meskipun rasanya menjadi sulit karena bahkan pelakunya sudah menjalani kehidupan yang lebih baik. Mungkin tidak begitu baik, sebab rasa bersalah yang akan terus membayang di setiap langkah mereka, sebagai seorang ibu yang tidak tahu menahu mengenai kehidupan putranya, Sarah hanya mampu memberi kutukan rasa bersalah itu.

"Ini akan menjadi hari yang berat, kamu bisa ke rumah sakit jika mau." Maya menyentuh bahu Sarah yang tidak lagi tegak sejak dua tahun yang lalu.

"Tidak, aku tidak mau lari lagi. Jika aku mau menuntut pelakunya, aku harus bersama dengan Aruna , meskipun itu sama menyakitkannya saat aku di rumah sakit dan tidak berhenti memikirkan kondisi Aruna ."

Socialphobia [COMPLETE] -TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang