Bagian Kedua : Pertemuan Tak Diinginkan

380 73 10
                                    

Sarah memutar bola matanya sebal saat Rezka menolak suapan sarapannya, pasien kesayangannya itu sedang kesal kepadanya, Sarah tahu betul tentang itu.

"Maafin bunda." Sarah meletakkan kembali piring yang berisi makanan di meja, memilih untuk duduk di ranjang, memaksa Rezka untuk menatapnya. Usia Rezka sama dengan Aruna, hanya lebih tua beberapa bulan, Sarah mengenalnya sejak pertama kali Rezka dirawat sebagai pasien tetap yang menjadikan rumah sakit seperti rumah sendiri. Kedekatannya dengan Rezka membuat Sarah tidak keberatan Rezka memanggilnya bunda, apalagi mengingat cerita hidup Rezka yang tidak lagi mendapat perhatian dari seorang ibu karena perceraian, sedangkan ayahnya sibuk mengelola perusahaan.

"Kemarin Aruna sakit, jadi bunda harus pulang."

"Kan Aruna bisa dibawa ke rumah sakit." Rezka mendengkus sebal, membuat Sarah mengembuskan napas panjang, ini adalah tahun keenam Rezka di rumah sakit dan belum ada kabar baik soal penyakit Rezka.

"Besok baru ke sini untuk check up."

"Bunda lebih sayang aku apa Aruna?" Rezka menatap mata Sarah yang terlihat sembap, kehadiran Sarah sebagai pengganti ibunya membuat Rezka menyayangi Sarah.

"Sayang keduanya." Sarah mengembuskan napas panjang, Sarah tidak pernah bisa memilih. Rezka membuat harinya menjadi lebih berwarna, sedangkan Aruna sudah menjadi bagian dari hidupnya, hubungannya dengan Aruna yang canggung membuat Sarah terkadang berpikir bahwa Rezka sempurna sebagai seorang anak.

"Kenapa bunda enggak pernah memilih?"

"Karena itu bukan pilihan." Sarah menyematkan senyuman tipis, jika kasih sayang dihitung melalui kuantitas waktu, maka waktu Sarah lebih banyak dihabiskan bersama Rezka dibandingkan bersama Aruna, karena memang sebagian waktu Sarah lebih banyak berada di rumah sakit dibandingkan di rumah. "Makanlah."

"Tapi, bunda jangan pergi, ya."

"Iya." Sarah mengangguk ragu, pasalnya kondisi Aruna belum sepenuhnya membaik, meskipun Aruna tidak melarangnya untuk pergi, perasaan Sarah tetap saja cemas. Rezka yang melihat anggukan kepala Sarah tersenyum lebar, meskipun dalam benaknya banyak sekali pertanyaan tentang Sarah dan Aruna. Hingga saat ini pun, Rezka masih penasaran dengan sosok Aruna yang sering Sarah sebut dalam pembicaraan mereka.

_____

Rezka sebelumnya tidak sepenasaran ini, biasanya Sarah tidak banyak memberi informasi tentang Aruna. Namun, kemarin adalah hari keberuntungannya karena Sarah memberitahu bahwa Aruna akan ke rumah sakit hari ini. Setelah menuntaskan sarapan, Rezka duduk di ruang tunggu tak jauh dari lobby rumah sakit dengan sebuah novel di tangannya, sesekali pandangannya tertuju ke arah lobby. Saat bosan dengan novelnya, Rezka memilih mengalihkan pandangan ke arah televisi yang menayangkan berita kriminal, jenuh juga menunggu Aruna dan Sarah.

"Rezka." Panggilan dari perawat lain yang menggantikan Sarah membuat Rezka memutar bola matanya malas.

"Aku nunggu bunda buat nyuapin aku makan siang."

"Mbak Sarah sudah ada di sini sejak kamu belum bangun, lagi nemenin anaknya check up." Perempuan yang akrab disapa Lisa itu tidak tahan lagi melihat kebodohan Rezka menunggu Sarah di lobby.

"Maksudnya?" Rezka memasang wajah bodohnya, pikirannya tidak tersambung dengan pernyataan Lisa, mungkin karena satu minggu ini Rezka tidak pergi ke sekolah.

"Saya enggak bisa jelasin situasi dan kondisinya, kamu tanya Mbak Sarah langsung aja. Nanti Mbak Sarah mampir ke kamar kamu di jam makan siang, mungkin agak terlambat karena dia harus ngurus anaknya dulu."

Rezka tidak menanggapi lebih lanjut, memilih untuk menjadi anak baik hari ini dengan menuruti permintaan Lisa untuk kembali ke kamar rawatnya. Rezka melewati bangsal VIP dengan langkah lesu, sembari menerka-nerka alasan Sarah datang ke rumah sakit pagi-pagi buta.

Socialphobia [COMPLETE] -TERBIT Where stories live. Discover now