Pedang Pemangsa

3 3 0
                                    

Suara dentuman gendang dan gong tak berhenti bergetar disiang hari, ribuan orang dari seluruh aliran perguruan berdatangan dengan berkelompok dan mulai mempersiapkan master mereka untuk memulai perlombaan tertinggi, yakni menggapai pedang naga dipuncak tertinggi Gunung Seribu Rupa.

Date sang kakek yang datang tanpa murid-muridnya ataupun orang yang mendukungnya, terus berjalan dengan kedua pedangnya yang telah mengalir darah serigala yang baru saja mati ia bunuh.

Berjalan pelan sembari menarik seekor serigala, hanya menarik perhatian orang-orang disekitarnya, namun kembali tak ada yang berani mendekat meskipun hanya mengejek dan menyapa, kecuali kedua master dari perguruan kembar yang mulai mendekati dengan mengayunkan sebuah pedang kearah depan Date.

"Hahaha, masih datang saja si Date, perguruan Barat? Padahal jelas dirimu sudah tak memiliki apapun lagi, bahkan seorang murid saja tak ada," tawa bahagia seorang pria yang lebih tua darinya masih mengenakan jubah panjangnya yang hangat.

Namun Date Muda hanya berjalan dengan pakaian yang masih dilumuri bekas darah semalam dalam pertarungan dan penguburan yang melelahkan, "Iya, Master Bo Da, hamba tak memiliki apa-apa lagi selain pedang dan jubah kotor ini. "

Jalan perlahan dengan tetap merendahkan diri dan menarik jasad serigala yang ingin dibelah tubuhnya, duduk dikejauhan dari para perguruan ditengah kaki gunung, membuat Date hanya merasa kesepian dibalik keramaian.

Tubuh serigala yang dikuliti, berhasil dijadikan mantel tambahan yang menutupi kepalanya yang sudah setengah membeku.

"Target ku adalah pedang itu, jika aku mampu mendapatkannya, maka aku bisa melindungi anakku dengan menjauhkan mereka ke gunung sebelah," ucap Date yang tak didengar oleh siapapun sembari merapikan mantel serigala itu dan membungkus daging yang tersisa.

Suara gendang dan gong yang sempat berhenti berbunyi, kini kembali berbunyi sebagai tanda perlombaan akan segera dimulai dari kaki gunung yang tertutupi dinginnya salju dan es, seperti biasa seluruh master yang telah berkumpul hanyalah orang terpilih yang harus melawan dinginnya puncak gunung es itu.

"Para Master diharapkan mempersiapkan diri dan mulai berdiri di depan gerbang Xiang Barat," suara pemimpin perlombaan yang dipilih dari kesepakatan kesepuluh perguruan.

"Yang benar saja Date? Memangnya kalau kamu dapat mau mengatur kami? Toh kamu sendiri gak punya perguruan lagi, " tanya tawa licik dari seorang pria muda yang masih ditemani oleh sang istri cantik tak terkira.

"Date, nyerah saja matamu juga tinggal sebelah, lebih baik kamu jadi babu di perguruan ku saja," tawaran merendahkan itu membuat Date tetap tak menanggapi hal demikian, selain menatap gunung raksasa didepannya.

Salju terus turun dan hanya kisah dengan sang Istri yang terbayang dalam benaknya yang telah menginjak usia 40 tahun itu, "Terimakasih tawaran dan masukan kalian, tapi seorang master takkan pernah menaruh kehormatannya begitu saja dan jika itu terjadi, saya siap melakukan hara kiri," tegas Date yang berjalan maju dan mulai mendengar gendang semakin kencang.

"Diatas nanti, kalian akan berjumpa dengan naga yang konon adalah pelindung pedang tersebut, dengan demikian sepatutnya dan semestinya para petua dari setiap perguruan mendoakan para Master mereka, yakni  pemimpin perguruan," suara keras itu terus bergema dan perlahan para petua mulai mendoakan para pria dan perempuan yang berdiri disebelah Date.

Namun Date masih tetap saja sendirian, tanpa ada petua manapun yang mendoakan dirinya, sehingga Date yang masih berdiri kaku hanya mendo'akan dirinya sendiri dan keselamatan anaknya hingga teringat akan seluruh muridnya yang telah mendahului dirinya.

Hingga sebuah gong berbunyi tanda mulai kompetisi itu tepat usai para petua pergi dari depan barisan itu, suhu yang dingin dan membeku sembari teriakan semangat terus menggema, namun tepat sebelum Date menyusul yang lain dengan pergerakan cepat khas perguruannya.

LAL " The Dragon Kisses The Moon"Onde histórias criam vida. Descubra agora