Chapter 41. Sam

7.8K 742 147
                                    

"Kau pasti baik-baik saja, Natasha," Sam menyelimuti Natasha dengan selimut super tebal. Sejak berhenti bekerja pada Xander, Sam mau tidak mau menggunakan pendapatannya untuk mengobati Natasha. Ia baru saja menyelesaikan kemoterapinya. Walaupun dokter bilang kemoterapi hanya memperpanjang umurnya, tapi tidak serta merta menyembuhkan Natasha secara cepat, setidaknya Sam sudah berusaha. Natasha adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan adik satu-satunya itu. 

"Kak, kenapa aku tidak kembali ke rumah sakit?" tanya Natasha begitu polosnya. Ia hanya gadis cilik yang tidak mengerti akan kejamnya dunia. 

"Kau lebih baik dirumah," kata Sam sambil mengelus rambut Natasha. 

Natasha menatap ke sekeliling kamarnya. Ini adalah tempat yang asing baginya. Semenjak Xander mengusir mereka berdua, Sam terpaksa membawa Natasha ke rumah peternakan milik keluarga Sam yang sudah lama tidak digunakan. Jauh sebelum Natasha lahir, keluarganya sudah meninggalkan rumah peternakan ini. 

"Ini rumahku waktu kecil dulu," ungkap Sam. 

"Oya? Di tempat seperti ini?" Natasha berbinar mendengar cerita Sam. 

Sam mengangguk. "Benar. Dulu, aku dan kedua orangtua kita tinggal disini bersama Nenek juga. Kami memelihara beberapa ekor babi, ayam, dan domba. Oh, aku juga memiliki seekor anjing bulldog!" ceritanya. "Setiap festival thanksgiving, kami akan berkumpul dengan keluarga lain membuat sebuah pesta kecil-kecilan di lumbung. Sungguh menyenangkan," 

"Lalu?"

Sam diam. Lalu? Tidak ada lagi yang bisa ia ceritakan soal dirinya. Ia terlibat dalam sebuah kejahatan sebelum Natasha lahir. Ia pun mendekam dibalik jeruji besi hingga Xander menemukannya dan memberinya sebuah pekerjaan. Kemudian ia mendengar bahwa mendiang orangtuanya meninggalkan seorang bayi di panti asuhan. Dialah Natasha, balita yang bertahun-tahun sudah berjuang melawan sakitnya. 

"Lalu tidurlah," kata Sam sambil beranjak. 

"Kumohon, Kak, ceritakan lagi!" rengek Natasha. 

Sam menolak. "Sudah, tidurlah. Sampai jumpa besok pagi. Selamat malam," Sam mematikan lampu kamar Natasha lalu menutup pintu. 

"Aku merindukan Violetta, Kak," celetuk Natasha sebelum pintu ditutup. 

Sam diam. Ia kemudian menutup pintu kamar Natasha. Sam duduk di depan perapian. Di jemarinya tersisip sebatang rokok dan wine di tangan lainnya. Ia memandangi kilatan api yang menyambar permukaan perapian. Tidak hanya Natasha, Sam pun merindukan Violetta. Hatinya tidak tenang meninggalkan gadis itu sendirian tanpa pengawasannya bersama Xander. Pria gila itu tidak akan bisa ditebak apa yang mungkin dilakukannya terhadap Violetta. Semenit ia memanjakan Violetta, bukan tidak mungkin semenit kemudian ia menyiksa Violetta. 

Sam ingat bagaimana pertama kali ia melihat Violetta datang ke mansionnya. Gadis itu menarik perhatiannya. Dia tampak berbeda dengan wanita yang kerap datang ke mansion untuk memuaskan hasrat nafsu birahi bosnya, Xander. Wanita itu jelas dijebak. Saat itu, ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan saat ia mendengar Violetta berteriak memohon ampun saat Xander memperkosanya membabi buta, ia hanya bisa menutup telinganya dengan ear phone, memasang musik dengan keras, dan mengalihkan pikiran pada hal lain. Begitupula saat ia menyaksikan Violetta terkapah lemah di lantai memohon untuk dibebaskan ia tetap tidak bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya. 

Tangan Sam mengepal. Ia memandang tangan yang pernah ia gunakan untuk memukul Violetta saat ia kabur dari mansion. Jika bukan perintah Xander, Sam tidak akan tega memukul Violetta hingga pingsan demi membawa Violetta kembali ke mansion. Bukan itu saja, ia masih ingat saat Xander menyebar foto-foto naked Violetta yang dia ambil saat Violetta tak berdaya. 

ALEXANDERWhere stories live. Discover now