"Dari seseorang?" Dae menyeletuk, membuat senyum Amora makin lebar.

"Iya." Perempuan itu menjawab jujur.

"Siapa?" tanya Dae lagi.

"Mantanku."

Hanya dalam selang waktu sepuluh detik, raut Dae berubah tidak sehangat sebelumnya. Dia menilik Amora seakan kecewa mendengar jawabannya. Lantas, Dae mendengkus kasar disusul merampas kalung tadi.

Amora terperangah saat Dae melempar kalung itu sangat jauh sampai ke sudut kamar dan menghantam tembok. Dae kesal. Ia paling tidak suka ada orang lain di dalam hubungannya dengan pasangan dia.

"Selama sama kamu, aku enggak pernah mikirin perempuan lain. Enggak ada satupun barang yang aku simpen dari masa laluku. Beraninya kamu masih mikirin mantan. Itu sama aja kamu enggak hargai aku." Jiwa maung Dae hadir lagi.

"Tapi ... kalung itu hadiah di hari ulang tahun aku. Aku suka kalungnya," ucap Amora takut bercampur sedih.

"Aku ga suka!" Dae geram.

"Itu kalung kesayangan aku! Aku pake setiap hari karena itu bikin aku ngerasa ada dia walau sekarang kami udah jauhan. Udah kepisah gara-gara kamu," celetuk Amora sampai suaranya bergetar.

"Aku udah belajar hargai kamu sebagai suami aku, Dae. Aku harap kamu juga ngerti gimana susahnya lupain seseorang yang udah melekat banget di hati dan pikiran. Aku belom kebiasa sama hidup aku yang baru bareng kamu."

"Lagian, aku nikah sama kamu karena dipaksa keadaan. Aku cuma mau nolong Papa," lanjut Amora.

Dae belum mengeluarkan opininya. Dia menatap nyalang Amora, berbanding terbalik dengan tatapan teduh di menit-menit sebelum keributan ini terjadi. Amora spontan menunduk seraya menarik napas sangat dalam.

"Aku sama kamu enggak mungkin terlibat perasaan. Maaf aku selalu takut sama kamu karena aku mikirnya kamu mungkin cuma mainin aku. Kamu punya kekuasaan yang bikin kamu bebas berbuat apa aja. Aku cuma bisa sabar," pungkas Amora lagi.

Amora berbicara tanpa melihat Dae, "Kamu udah dapetin semuanya. Jadi, aku minta satu hal ke kamu ... jangan larang aku simpen hadiah dari dia."

Tangan Dae sudah terkepal erat. Dia semakin kesal mendengar segala penuturan Amora barusan. Maka, Dae menyuruh Amora berhenti membicarakannya lagi. Lama-lama kuping Dae panas karenanya.

"Gampang ya ngomongnya? Aku ga setuju. Tetep ga boleh simpen barang apapun yang berhubungan sama dia." Dae menolak permintaan Amora.

"Please." Amora memohon.

Dae berdecak makin kesal. Dia turun dari kasur, berniat memungut kalung di pojok kamar. Ia meneliti bandul kecil berbentuk angsa bertabur mata berlian. Selain cantik, nilainya pasti tinggi.

Aishakar memberi kalung itu sebagai hadiah karena berpikir angsa sangat menggambarkan seorang Amora Webb. Dia cantik dan anggun.

 Dia cantik dan anggun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang