"Sayang?" Sean tertawa.

"Liat, noh. Kakaknya Aji ciuman sama sepupunya di depan pacarnya. Ciuman loh, Fan. Tapi pacarnya gak cemburu." Arnaldo ikut bicara.

"Itu karena dia tau kalau kakaknya Aji sayang sama sepupu-sepupunya. Termasuk Aji juga." Damar melipat kedua tangan di depan dada.

"Seharusnya gak sampe pelukan juga, dong! Jangan samain gue sama pacar kakaknya Aji, lah!" Fanya membela diri.

"Udahlah, Mar. Susah ngomong sama orang yang gak tau apa itu kasih sayang." Arnaldo mencibir.

"Lo kira gue sama yang lain gak tau kalau lo sebenernya gak sayang sama Aji? Lo tuh gak lebih dari cewek yang cuma bisanya manfaatin Aji aja." Sean berkata dengan sinis.

"Tunggu aja, Fan. Lo sama Aji gak akan lama lagi," ucap Damar disertai tawa sinisnya.

"Udah, udah, ini tempat umum." Rania menengahkan. "Yuk, Fan, kita pergi dari sini."

"Gak mau." Fanya menepis lengan Rania. "Gue mau nunggu Aji di sini.

***

Di sisi lain, Aji memasuki sebuah ruangan yang di pintunya tertempel sebuah keetas bertuliskan Lathief's Family. Ia membuka pintu, dan benar saja, ruangan itu dipenuhi oleh kesepuluh sepupunya termasuk Asad dan Raaya. Juga kedua orang tua mereka. Tak lupa, ada beberapa asisten mereka yang juga hadir.

"Aji! Hi, love! How are you?" sapa salah seorang tantenya.

Aji tersenyum, membalas pertanyaan-pertanyaan yang mulai berdatangan dari para orang tua itu.

"Nooo! Don't touch Aji!" teriak Raaya dari tempatnya yang berhasil mengejutkan semua orang. "He is my real brother!"

"Oh, Raaya. Nooo." Asad, kakak kandung gadis itu, menjatuhkan diri ke lantai, menyentuh dadanya, dan berpura-pura sakit. Tetapi, anak kecil itu membuang muka.

Sontak, gelak tawa terdengar.

"I'm Aji Alvarendra." Aji berusaha menyembunyikan senyum jahilnya.

"Nooo! You are Aji Lathief!" Raaya memajukan bibir bawahnya dan berkacak pinggang.

"I'm sorry, love," ucap Asad yang kini sudah duduk dalam posisi tidak seperti orang yang sakit.

"Mommmm!" Merasa kecewa karena Aji tidak mengakui nama keluarganya sendiri, Raaya menangis dan terus memangil ibunya.

Lagi, gelak tawa kembali terdengar. Semua orang merasa terhibur oleh kelakuan si kecil Raaya.

Pandangan Aji tak sengaja melihat Ervano dan Fiqa yang sedang saling merangkul. Merasa kesal, iapun berpamitan untuk pergi. Kakinya melangkah menuju tempat teman-temannya tadi menunggu.

"Aji!" panggil Fanya dari tempatnya.

"Hei!" Aji tersenyum, menyapa teman-temannya.

"Aku kesel sama temen-temen kamu." Fanya memajukan bibir bawahnya.

"Ya udah, Fan. Diemin aja," ucap Rania.

"Dih? Gak jelas lo," ucap Arnaldo.

Belum sempat Fanya mengadu lebih lanjut, Lafi sudah berlari ke arah Aji dan memeluk lelaki itu dengan erat.

"Bang Aji!" suara Arion terdengar. Disusul oleh kemunculan keluarganya.

"Ini temen-temennya Aji, ya?" tanya Avlar dengan ramah.

"Iya, Om," jawab Damar dengan sopan.

"Ini om gue, suaminya bunda, adek kembarnya bokap." Aji memperkenalkan keluarganya.

WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang