3. Pendekatan

273 44 0
                                    

HAPPY READING

•••••

Sesuai dengan kata Matteo, laki-laki itu sudah sampai di rumah Ayana tepat waktu, menunggu gadis itu. "Duduk dulu, Nak. Ayana lagi siap-siap." Arum, Bunda Ayana mempersilakan Matteo.

Matteo mengangguk, tersenyum sopan. "Kamu yang namanya Matteo ya?" tanya Arum dengan ramah.

"Iya, Tante."

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, mengangguk mengerti. Arum mampu menilai jika Matteo adalah laki-laki baik. "Oh iya, Nak Matteo mau minum apa? Biar Tante buatin."

Matteo menggeleng, menolak dengan sopan. "Nggak perlu repot-repot, Tante. Terima kasih. Ayana siap langsung berangkat, kok."

"Yaudah kalo gitu, Tante tinggal masak dulu, ya."

"Iya, Tante."

Tidak berselang lama setelah perginya Arum, Ayana datang dengan pakaiannya yang sudah rapi. Surai hitam gadis itu yang panjang dibiarkan tergerai. "Berangkat sekarang?" tanya Ayana pada Matteo.

Laki-laki itu mengangguk. "Pamit dulu sama Bunda lo."

"Bundaaa, Ayana sama Matteo mau berangkat." Ayana berteriak, beberapa detik kemudian Arum muncul.

"Hati-hati ya." Mereka mencium telapak tangan Arum, berpamitan. "Matteo, jagain Ayana ya."

"Iya, Tante. Pasti kok." Matteo mengangguk, tersenyum hangat, memperlihatkan jika Matteo bisa dipercaya dan tidak akan membuat anak gadisnya kenapa-napa.

"Kita mau ke mana?" tanya Ayana yang memakai helmnya.

"Naik dulu," kata Matteo membantu Ayana naik. "Ke sesuatu tempat yang bikin lo pasti seneng liatnya."

Ayana diam, tidak menanggapi. Membiarkan Matteo mengendarai motornya tanpa banyak tanya pada laki-laki itu.

Sudah lima jam, dan mereka belum sampai di tempat tujuan. Sedangkan Ayana menggerutu di belakang. "Ini sebenernya mau ke mana sih?" tanya Ayana lelah dari belakang.

"Bentar lagi nyampe kok."

Ayana mendengus, memutar bola matanya dengan jengah. Matteo yang melihat itu dari kaca spion motor hanya terkekeh, merasa bodoh karena tidak memakai mobil tadi. Awalnya memang begitu, tapi Matteo pikir dengan menggunakan motor itu lebih cepat, tapi ternyata melelahkan.

Jalan yang naik-turun, berbelak-belok, sampailah mereka di tempat sejuk jauh dari polusi udara dan keramaian. Ayana bernapas dengan lega, turun dari motor dibantu oleh Matteo. Mata gadis itu menatap sekeliling, kagum dengan pemandangan yang dilihatnya. Apalagi suasana yang begitu menenangkan, dengan udara dinginnya. "Ini kita di mana?" tanya Ayana menatap Matteo.

"Di tempat yang gue sebut sebagai surga dunia." Matteo tersenyum lebar, seperti bangga dengan tempat ini. "Gue nggak tau ini tepatnya di mana. Lucu, kan?"

Ayana menatap Matteo panik. "Loh kok nggak tau? Ini kita kesasar?"

Matteo menggeleng, dengan wajah santainya. "Nggak kok, santai aja. Ini tempat gue temuin empat tahun lalu, pas masih SMP. Waktu itu gue lagi capek aja, terus kabur. Eh nemu tempat ini, nggak tau kenapa bikin nyaman, adem aja gitu. Terus jadi tempat pelarian deh kalo lagi pengen nenangin diri. Jadi udah hafal kok, santai aja."

"Kok keren, iseng-iseng terus jadi nemuin tempat sebagus ini. Vibesnya  Bogor gitu, tapi kayak enggak. Soalnya selama perjalanan gue juga nggak liat tulisan ke arah Bogor."

"Udah nggak usah dpikirin, bikin pusing. Yuk, masuk dulu. Pasti lo capek, kan?" Matteo mengajak Ayana untuk masuk di salah satu rumah sederhana.

Ayana menaikkan sebelah alisnya. "Rumah siapa ini?"

MATTEO ✔ [Completed]Where stories live. Discover now