Bab 32: Musim Gugur Membawa Banyak Masalah

137 27 49
                                    

⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .

Penulis: Priest

Penerjemah Bhs Inggris: Chichi

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .


Helian Pei mengeluarkan titah dengan senang hati, dan Jing Qi menerima perintah itu dengan lebih senang lagi. Pasangan tua-muda ini membuat Helian Qi yang senangnya-dalam-hati mulai merasa tidak-begitu-senang, dan dia menilai Jing Qi dengan sedikit termenung.

Dia semacam tidak memahami Pangeran Nan'ning yang masih muda. Khususnya ketika dia menggunakan cara-cara tak diketahui untuk secara terang-terangan maupun diam-diam mulai mendekati Helian Zhao, hal itu membuat Helian Qi dan Taois Li waswas. Namun, mungkin saja ketakutan mereka tak berdasar—mungkin itu memang kebetulan, atau Pangeran yang tampak muda itu berkomplot dengan giat.

Apa pun itu, bagi mereka yang berada di aula kekaisaran, setiap langkahnya diambil dengan rasa takut. Sejak awal, Helian Qi adalah orang yang lebih baik salah membunuh orang, daripada benar dan membiarkan orang itu lolos.

Tak disangka, tampaknya saat ini, semua orang yang berdiri di sana tahu bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dengan insiden Guang, bibir mereka tersegel [1]. Hanya sang Kaisar dan calon utusan kekaisaran yang mempertahankan pola pikir optimis.

[1]: 三缄其口 (sanjian qikou) — Secara harfiah berarti tiga segel diletakkan di mulut. Artinya tidak berani atau menolak berbicara.

Jing Qi tergesa-gesa berlari keluar istana dari tempat Helian Pei, kalau-kalau dia ditangkap oleh Helian Yi. Wajah Putra Mahkota yang senantiasa berhati-hati dan stabil akhirnya bisa disebut sebagai 'beraneka warna'. Sungguh disayangkan bahwa Helian Yi ternyata bahkan lebih cepat daripada dirinya saat dia mencoba untuk meloloskan diri dari bencana; segera setelah Jing Qi tiba di gerbang istana, dia melihat tandu menunggunya di sana dengan barisan pengawal kekaisaran ditempatkan di depan, disusun dalam gaya formasi perampokan yang mengatakan "jika kau ingin lewat di sini, tinggalkan uangmu."

Jing Qi tertawa datar. Dengan tenang, dia tidak menghindarinya, memperlambat langkah kakinya untuk datang berdiri dengan tegak di depan kendaraan tersebut. "Salam untuk Yang Mulia," ujarnya dengan hormat.

"Kemarilah untukku!"

Seseorang di dalam kabin sana sama sekali lupa menggunakan kata gu [2], menunjukkan bahwa kemarahannya tidak bisa dianggap enteng. Mengusap hidungnya, Jing Qi dengan patuh berjalan ke depan tandu, lalu secara paksa diseret masuk oleh sebuah tangan yang terulur dari dalam sana.

[2]: Helian Yi biasanya menggunakan kata ganti orang pertama tunggal 孤 (dibaca gu, secara harfiah berarti 'yang kesepian') sebagai sopan santun, yaitu sebutan diri kekaisaran yang menunjukkan kejauhan/kesepian dari posisi mereka.

Jing Qi terhuyung-huyung, mengangkat tangan untuk menangkap pintu tandu agar seluruh tubuhnya tidak serta-merta bersujud di depan Helian Yi. Dengan hati-hati, dia mendongak untuk melirik wajah Putra Mahkota, wajah itu tampak seakan-akan hujan gunung terancam jatuh menghantam bangunan. Alhasil, dia merasa bahwa pilihan terbaik baginya adalah menekuk lehernya agar matanya menatap hidung dan hidungnya menatap mulut, berpura-pura patuh.

Helian Yi memelototinya, wajahnya dingin. "Kembali ke Istana Timur," perintahnya.

Tandu Putra Mahkota memang besar dan empuk dan wangi dupa, namun perawakan Jing Qi—meskipun dia tidak bisa dianggap menonjol bak burung bangau di antara para ayam ketika berdiri di kerumunan—masih bisa digambarkan sebagai tinggi dan langsing, sedangkan tinggi tandu tersebut sedikit tidak memadai untuknya. Dengan menekuk pinggangnya sedikit dan menundukkan kepalanya pun, tetap saja dia nyaris tidak sanggup bertahan, hal itu tidak apa-apa untuk sejenak, namun menjadi amat sangat tak tertahankan setelah beberapa waktu berlalu.

Qi Ye | Lord Seventh  (Terjemahan Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang