Bab 15: Di Samping Sungai Bulan Purnama

154 39 17
                                    

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .

Penulis: Priest

Penerjemah Bhs Inggris: Chichi

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .


Tahun Baru adalah acara besar-besaran. Sebuah pesta diadakan di istana, dan selain si kawan lama Helian Yi yang bersiap-siap dengan gembira, tidak ada yang bersenang-senang.

Di dalamnya ada banyak Selir Resmi cantik yang bermekaran dari berbagai lapisan masyarakat. Seperti yang dikatakan, tiga wanita bersamaan adalah drama panggung, maka sekian banyak wanita berkumpul bersama adalah sebuah bencana dari beberapa juta bebek. Di luarnya ada sekawanan putra sedarah dan putra angkat yang masing-masing menyembunyikan pikiran mereka sendiri, ada duri tersembunyi dalam interaksi ramah mereka saat semua pejabat tinggi di dekatnya hanya menemani mereka dengan senyum kaku.

Helian Pei pada akhirnya hanya tak tahu apa-apa, bukannya berotak udang. Dia telah menghabiskan sebagian besar dari separuh hidupnya jauh di dalam istana dan tidak memerintah negara maupun menenteramkan kerajaan, namun dia masih memahami persaingan untuk mendapatkan anugerah dan pergumulan internal.

Dia duduk pada sebuah rapat, merasa bersemangat pada awalnya, namun semakin lama menjadi jengkel, melambaikan tangannya agar semua orang melakukan sesuka mereka, akan tetapi mereka malah berdalih lelah.

Kasim Xi menyuruh seseorang untuk memberinya sup penghangat perut, dan Helian Pei menyesapnya sambil memegangnya. "Di mana Beiyuan?" Dia bertanya. "Panggil dia untuk datang dan duduk dengan kami sejenak."

Kasim Xi berhenti. Ketika berkeliling untuk mencari, dia menemukan bahwa kursi Pangeran Nan'Ning sudah sejak lama kosong, dan dia buru-buru meminta seseorang untuk menanyakannya.

Tidak lama kemudian, dia kembali berbisik ke Helian Pei. "Menjawab Yang Mulia, Pangeran baru-baru ini berkata bahwa angin dingin telah bertiup di luar dan itu membuatnya sedikit sakit kepala, maka dia mengumumkan kesalahannya dan pulang ke rumah."

Helian Pei perlahan mengangkat kelopak matanya, dengan ringan melambaikan tangannya. Kasim Xi menyadari raut wajahnya yang kurang sehat dan tidak mengganggunya, mundur ke samping.

Sedetik setelah itu, dia mendengar Helian Pei menghela napas pelan. Wajah sang Kaisar tampak sedikit murung di bawah cahaya lilin, kerutan berturutan saling berlomba untuk menampakkan diri mereka dari sudut matanya, dan dia luar biasa layu di balik pakaian kebesarannya. "Kami bahkan tidak memiliki seseorang untuk menemani kami mengobrol..."

Pada malam ini, seluruh ibu kota dipenuhi dengan sorak-sorai, tawa, dan celotehan masyarakat.

Jing Qi tahu bahwa dia tidak boleh membiarkan Helian Yi menyaksikan pelarian dirinya. Yang Mulia Putra Mahkota adalah tipikal orang yang menyeret orang lain bersamanya dalam kematian, menyatakan bahwa tidak masuk akal ketika sesama Taois masih melompat di sana-sini sementara dirinya yang rendah itu mati, dan sama sekali tidak akan tahan melihat orang lain kabur dari garis terdepan sementara dia menderita.

Selama masa Helian Yi ditarik ke samping untuk mengobrol oleh Lu Shen, Peringkat Satu [1] dari ujian kekaisaran tahun ini, Jing Qi merebut kesempatan untuk memoles sol sepatunya dan cepat-cepat kabur menuju kebebasan dunia di luar istana.

[1]: 状元 (zhuangyuan) – Peringkat Satu. Secara harfiah berarti 'kebanggaan negara', yaitu gelar yang diberikan kepada sarjana yang mendapat nilai tertinggi pada Ujian Negara atau Ujian Kekaisaran tingkat istana (tingkat paling akhir dari semua ujian yang ada pada zaman kekaisaran Cina)

Qi Ye | Lord Seventh  (Terjemahan Bahasa Indonesia)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant