Bab 18: Ketegasan Di Kediaman Pangeran

150 36 27
                                    

 ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .

Penulis: Priest

Penerjemah Bhs Inggris: Chichi

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .


Jing Qi mengalami pencerahan sekilas. Bereaksi lumayan cepat, dia mengulurkan tangan dan perlahan melambaikannya di hadapan mata Wu Xi, hanya untuk mendapati bahwa dia sekadar membuka matanya dan bukannya benar-benar terbangun—fokus matanya tidak terlalu akurat. Setelah mengatakan kalimat yang membuat jantung Jing Qi berhenti berdetak, kepalanya miring ke samping, dan dia kehilangan kesadaran sekali lagi.

Pada malam menjelang fajar, si cerpelai tidur di sisi Wu Xi, berbaring telentang. Jing Qi, di sisi lain, tengah mengevaluasi jubah biru muda yang Ping An percayakan kepada seseorang untuk dikirimkan, rasa letihnya benar-benar lenyap.

Kepala dipenuhi rambut putih, duduk di sebelah Batu Tiga Kehidupan.

Dia telah menjelajahi dunia yin selama beberapa ratus tahun dan masih memiliki sedikit pengetahuan mengenai aturannya. Contohnya, roh yang baru dibuat tidak bisa memasuki dunia yin. Contoh lainnya, para roh mati yang pernah melewati dirinya itu, semua meminum sup Meng Po, serta dicuci bersih dan menjadi tidak tahu oleh air pelupaan, sehingga mereka sama sekali tidak akan mengingat dirinya yang duduk tegak di Batu tersebut.

Itulah mengapa, di kehidupan Wu Xi yang sebelumnya, jika dia bukan seorang Hantu Pesuruh... maka dia pastilah Utusan Pencabut Nyawa.

Dalam sekejap, dia teringat apa yang dikatakan pria tersebut di Kolam Reinkarnasi, "takdirmu dikacaukan karena aku sebagai penyebabnya, dan tanpa alasan kau dibuat mengembara di dunia ini, menderita kesulitan yang paling berat. Saat ini, aku tidak memiliki cara untuk membayarnya, selain menyerahkan seluruh kultivasiku, dan mengubah rambutmu di kehidupan yang selanjutnya menjadi hitam...". Memutarbalikkan yin dan yang merupakan pelanggaran hukum alam. Apakah dia benar-benar menyerahkan seluruh kultivasinya demi itu?

Jing Qi pelan-pelan mengangkat tangannya untuk menyentuh celahdi antara kedua alisnya sekilas, seakan-akan noda darah masih tersisa di sana. Setelah beberapa waktu berlalu, barulah dia tersadar, kemudian dia duduk di tepi tempat tidur, memandang dengan tatapan rumit terhadap pemuda demam yang terbaring di sana.

"Itu adalah pembelian paksa, tetapi pada akhirnya aku tetap berhutang budi padamu..." Dia dengan lembut membelai rambut Wu Xi, berpikir bahwa cara dunia bekerja benar-benar misterius. Mereka bertemu di Mata Air Kuning, namun dia masih bisa bertemu dengannya lagi di tengah lautan manusia yang tak berujung ini.

Lengan bajunya yang lebar jatuh ke bawah, menyapu si cerpelai. Cerpelai membuka matanya waspada, namun setelah melihat itu adalah Jing Qi, dia menutup kembali matanya, meringkuk menjadi sebuah bola bulu, beringsut ke dalam lengan bajunya, dan tertidur.

Jing Qi menghela napas, mencubit batang hidungnya. "Dengan kata lain, aku masih mengingat keterlibatan kita di kehidupan sebelumnya. Di kehidupan ini... di kehidupan ini, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membuatmu tetap aman." Dia mengerutkan alisnya, menilai Wu Xi sekali seperti dia sedang mencari-cari kesalahan, lalu mengerutkan bibirnya. "Dasar berandal kecil keras kepala. Katakan padaku, jika aku tidak menjagamu di masa depan, berapa lama kau bisa hidup dengan perangai keledai milikmu itu?"

Wu Xi jarang mengalami demam. Dia merasa seperti asam merembes keluar dari seluruh celah tulang-tulang tubuhnya, dan mimpinya merupakan awan yang semrawut, membuat dia sama sekali tidak dapat meningat apa yang terjadi. Pada saat kesadarannya sedikit lebih jernih, samar-samar dia bisa merasakan bahwa ada seseorang di sebelahnya, hal itu membuat dia takut. Dalam kelemahannya, dia dipenuhi dengan rasa awas akan segala sesuatu di sekitarnya. Dia ingin membuka matanya untuk melihat siapa di sana, serta mengerahkan semua kekuatan di dalam tubuhnya untuk menopang dirinya dengan gigih.

Qi Ye | Lord Seventh  (Terjemahan Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now