Bab 7: Pemandangan Yang Bergairah

213 43 19
                                    

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .

Penulis: Priest

Penerjemah Bhs Inggris: Chichi

. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .


Wu Xi menarik kepalan tangannya ke dalam lengan bajunya, kukunya menancap di telapak tangan. Pria tinggi dan perkasa tersebut memiliki satu tangan untuk menopang dagunya, wajah pria yang tersenyum tipis itu membuat dia merasa sangat tidak nyaman. Menurutnya, cara pria tersebut memandanginya mirip dengan para bangsawan yang menyaksikan anak kucing serta anak anjing yang menghibur mereka.

Langit-langit Aula Besar yang tinggi dan ditinggikan itu seperti hamparan langit kecil, dan naga di pilar utamanya tampak hidup, mengulir ke atas untuk menerjang langsung ke surga. Garis pandang semua orang yang mencela mendarat kepadanya. Dia selalu meyakini bahwa dirinya tak pernah gentar, sebab dia telah belajar lumayan banyak dari Syaman Agung dan tahu cara membedakan mana yang benar dan mana yang salah, namun dia tidak pernah merasa lepas kendali seperti saat ini.

Di Nanjiang, Syaman Agung seperti dewa mereka, dan anggota klan memujanya sama seperti mereka memuja Gazh. Syaman Muda adalah Syaman Agung di masa depan, dikatakan sebagai utusan muda yang datang dari surga; dipilih dari ribuan pilihan, mereka meninggalkan rumah mereka untuk dibesarkan dari masa kanak-kanak di sisi Syaman Agung dan belajar berbagai macam hal. Di mata anggota klan, dia tak kalah mulianya hanya karena dia masih anak-anak.

Rasanya seperti qi dan darahnya menggelegak angkuh di dalam jantungnya, mengamuk seakan-akan mereka ingin membebaskan diri dari tubuhnya dan menyerbu ke arah semua orang yang begitu kurang ajar terhadapnya.

Dia memiringkan kepalanya ke bawah, namun melihat raut wajah Ashinlae dan yang lainnya—sanak saudara dan pejuangnya yang pemberani tengah berdiri dengan menghamba, kepiluan dan kemurkaan yang berani mereka rasakan meski tak berani mereka suarakan, ada pada wajah mereka. Orang-orang ini, yang tak akan pernah mundur satu langkah pun dihadapan binatang buas ataupun ular beracun, harus mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi agar bisa melihat orang-orang yang melayang di atas saat mereka berdiri di sini sekarang.

Bak serangga kecil, sekelompok orang tersebut bebas untuk diinjak-injak.

Mengambil satu napas dalam, dia menggunakan lidahnya yang tidak begitu lihai dalam berbicara bahasa Mandarin untuk bertutur. "Apa yang dinyatakan Kaisar, kemungkinan besar adalah ilmu perdukunan orang Dataran Tengah. Orang Nanjiang kami tidak memilikinya."

"Oh? Lantas apa yang kau praktikkan?"

Wu Xi memberinya tatapan berapi-api. Jangankan Helian Pei, yang kepadanya tatapan tersebut ditujukan, bahkan Jing Qi pun, yang berdiri di sampingnya, merasa bahwa sorot mata anak tersebut sangat aneh; di dalamnya terdapat sesuatu yang luar biasa keji, dan melihatnya membuat seseorang sangat tidak nyaman sampai ke tulang. Sama sekali tidak seperti tatapan anak kecil lainnya yang mendatangkan rasa sayang.

Bocah laki-laki itu berdiri. "Bolehkah aku berdiri untuk disaksikan Kaisar?"

Helian Pei cepat-cepat mengangguk. "Silakan. Apakah kau membutuhkan bahan tambahan?"

Bocah laki-laki tersebut tidak berkata apa-apa, matanya yang tidak ditutupi sedikit melengkung, seakan-akan dia tersenyum. Walaupun demikian, Jing Qi tidak dapat menahan diri untuk mengernyit, dan Wu Xi kebetulan melihatnya ketika dia berbalik; baru pada saat itulah dia menyadari bahwa ada anak kecil yang sedikit bersandar ke belakang dan tak menarik perhatian yang ditempatkan di sisi Kaisar Dataran Tengah. Meski begitu, dia hanya menyapukan pandangannya sekilas ke arah anak tersebut, berbalik, lalu berjalan beberapa langkah untuk berdiri teguh di sebelah Menteri Ritus [1] itu, Jian Sizong.

Qi Ye | Lord Seventh  (Terjemahan Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now