Bagian 7 : -Giris-

Start from the beginning
                                    

Untuk itu, hari ini Mila sengaja datang ke kantor Gita untuk melakukan sedikit provokasi dengan sesuatu yang tak pernah gagal membuat mood wanita itu anjlok.

Jika boleh memilih, Mila tidak suka melakukan sesuatu yang bisa membuat Gita depresi di saat ia sering mengajari sahabatnya cara menghadapi diri sendiri. Namun, di sisi lain semua itu tidak cukup, sesekali Gita harus dihadapkan dengan kenyataan pahit yang mengguncang jiwa.

Jadi ketika Mila membual kalau dirinya sempat memiliki hubungan tidak pantas dengan Tegar, ia bisa melihat dunia sahabatnya runtuh.

"Ya ampun, Git. Lo tau gue cuman bercanda." Mila mulai menyesal.

"Tapi itu sama sekali nggak lucu, Mila. Lo tahu itu nggak lucu!" bentak Gita sebal. Mata wanita itu mulai berkaca-kaca.

Sial! Mila benar-benar menyesal. Ia sudah memprediksi reaksi Gita, tetapi tidak mengira akan separah ini kecuali... "Git, lo nggak minum obat lagi?" tanya Mila cemas.

"Obat bikin gue stres. Jadi, gue berhenti minum." Gita mulai terisak.

"Ya tapi lo kan tahu nggak boleh berhenti minum obat yang itu. Astaga..." Mila berdiri seraya berjalan ke tempat Gita duduk dan berjongkok di depannya. "Lo inget kan kejadian terakhir saat lo lupa minum obat?"

Gita mengangguk pasrah. "Gue benar-benar kacau, Mil. Gue benar-benar nggak berguna. Gue udah hancur dan nggak bisa diselamatkan lagi."  Tangis Gita pecah. Tangan wanita itu sibuk menghapus air mata yang terus bercucuran.

"Nggak apa-apa. Lo nggak hancur, Git. Lo hebat sudah mau berusaha sejauh ini," ujar Mila sembari membelai puncak kepala Gita dengan sabar. "Tapi jangan pernah berhenti berusaha ya? Ada gue yang bakal terus nemenin lo selamanya. Inget, lo nggak sendirian."

"Ada apa ini?" Tegar yang sejak tadi mengamati interaksi Gita dan Mila mulai bertanya dengan nada menuntut. "Bisa kamu jelaskan apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kamu tiba-tiba menangis? Obat apa? Kamu sakit? Sakit apa?" cecar pria itu bingung bercampur cemas. Gita tidak menjawab. Hanya terisak pilu sambil menyembunyikan wajah di telapak tangan.

"Tidak. Dia tidak bisa menjelaskan apa-apa sekarang. Sebaiknya Anda keluar dari sini sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi."

"Kalau begitu tolong kamu saja yang jelaskan!" bentak Tegar tidak sabar. Sesuatu yang membuat Gita sontak terlonjak kaget, merunduk ketakutan dan memeluk erat tubuhnya sendiri sembari tersedu-sedu. "Ma-maaf, Sayang. Aku tidak bicara padamu," ujar Tegar gugup begitu menyadari reaksi Gita.

"Ini hadiah untuk Anda," ujar Mila sembari menyerahkan paper bag yang di bawanya kepada Tegar.

"Hadiah apa?" Tegar tampak semakin bingung.

"Segala hal yang perlu Anda tahu setelah Gita memutuskan untuk membuka hatinya kembali untuk Anda."

"Terima kasih, tapi saya tidak butuh hadiah." Tegar menyimpan benda itu di meja. "Saya butuh tahu apa yang terjadi padanya!" Pria itu mendekati Gita, tetapi Mila segera menghadangnya.

"Percayalah. Dengan hadiah itu, Anda akan mengetahui apa yang seharusnya anda lakukan sebelum memutuskan kembali dan merayunya. Anda lihat sendiri 'kan? Segala sesuatu tentang Anda membuatnya kacau."

"Apa maksudmu? Kamu yang seharusnya tidak sembarangan membual!" bentak Tegar murka. "Sebenarnya apa hakmu di sini? Hubungan kami bukan urusanmu!" geram pria itu muak.

"Mil. Antar gue pulang!" Gita yang kalut, melemparkan tatapan memohon kepada Mila.

"Aku yang antar," kata Tegar.

"Tidak. Jangan!" Gita menggelengkan kepala. "Saat ini saya hanya butuh Mila."

"Bisakah kalian memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?" tukas Tegar tak sabar. Tatapannya nyalang saat bergantian menatap Gita dan Mila.

Kemilau RevolusiWhere stories live. Discover now