Dare

34 8 0
                                    

Angin berhembus kencang, banyak genangan air di jalanan usai hujan. Pemuda dengan jaket kulitnya itu mengendarai motor dengan kecepatan sedang supaya tidak tergelincir mengingat kondisi seperti ini.

Setelah sampai tujuan dia segera membuka helm full face-nya dan menyugar rambutnya dengan jari tangan. Dia segera masuk kedalam cafe untuk bertemu dengan teman-temannya.

Netra tajamnya menyapu habis isi caffe, hingga pandangannya jatuh pada meja di sudut ruangan dimana ada 4 orang sedang bercengkrama. Langkah kaki tersebut membawanya ke meja tersebut.

Keempat orang disana mengarahkan pandangannya pada Deo yang baru saja tiba.

“Lama,” protes Dimas yang melihat Deo baru saja duduk.

Tak mendapat respon apapun, kini Gita ikut bertanya.

“Habis kemana dulu, kok lama?” katanya.

“Macet,” jawab Deo singkat.

Keempat orang di sana menganggukan kepalanya tanda mengerti. Toh Deo hanya telat 15 menit, wajar saja. Ibukota saat siang maupun malam hari memang selalu dipadati kendaraan.

Mereka terlarut dalam obrolan demi obrolan. Sesekali tertawa lepas, dan entah apa yang sedang mereka bicarakan. Oh, ralat. Hanya berempat saja, karena Deo hanya diam menyimak obrolan para sahabatnya.

“Main tod kuy!” seru Dimas. Dia menatap satu persatu temannya meminta persetujuan.

“Ayo!” sahut mereka, dan Deo hanya mengangguk.

Mereka memutarkan botol kaca dan ujung botol itu mengarah ke arah cowok bernama Deonard Lazslo. Seseorang yang sedari tadi diam membisu.

Tak ingin dikira mengelak dari permainan, dia mengangkat alisnya seolah berkata “apa.”

“Truth or dare?” Tanya Gebby.

“Karena gue gentle, gue pilih dare.” Jawab sang lawan bicara dengan enteng.

Mereka berempat tersenyum smirk. Dimas berdehem sejenak, sepertinya ide kali ini seru.

“Darenya, lo harus nembak cewek yang sering kita bully itu. And, lamanya hubungan kalian satu tahun. Atau bisa lebih cepat saat dia udah bener-bener jatuh hati.”

Deo terkejut, dia tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa tantangan yang diberikan sampai ke situ.

“Gak! Gue gak mau!” dia menolaknya mentah-mentah.

“Karena gue gentle, gue pilih dare” ejek Geo yang merupakan kembaran Deo.

Tawa mereka menggelegar di sudut ruangan itu. Kecuali satu orang yang sedang memikirkan tentang dare yang diberikan teman-temannya. Dia gelisah namun, sebisa mungkin dia tutupi dengan wajah datarnya. Rasanya dia ingin segera pulang, agar tak terlalu memusingkan tantangan ini.

“Gue gak mau laksanain dare tadi, gila aja jadian sama Ata.” Batin Deo. "Lagian gue gak mau mainin perasaan cewek, itu sama aja nyakitin nyokap."

"Jadi gimana, Yo?" Tanya Dimas.

Deo menghembuskan nafasnya, kasar. "Ok."

"Lo tenang aja. Satu tahun itu gak lama kok bro." Ujar Dimas lalu menepuk pelan pundak sahabat nya itu.

"Maafin gue, Ta. Gue emang suka sama lo tulus tapi karena permainan gila ini, mau gak mau gue ikuti." Batin Deo, lagi.

Apa lelaki itu harus membuat kesepakatan? Mereka harus sama-sama sepakat. Deo yang menjalankan tantangan dan mereka berhenti gangguin gadis itu.

"Tapi dengan syarat," ujar nya dengan suara berat.

"Lo yang nerima dare, lo juga yang bikin syarat segala. Ribet." Decak kembaran nya, Geo.

ATAZHIAWhere stories live. Discover now