“KAU INI KENAPA?” kesal Hyades.

“Kau tidak mendengar perkataanku? Kubilang ba—”

Belum sempat Glasio menyelesaikan kalimat perintahnya, sebuah cahaya keunguan terlempar dari tangan Hyades. Hal tersebut membuat Glasio terdorong mundur beberapa meter hingga membuat jejak bergaris di tanah karena kakinya yang menahan kuat-kuat. Ya, serangan Hyades tidak membuatnya tersungkur atau pun berguling.

Hyades bangkit dari posisinya dengan pandangan takjub. “Bagaimana bisa kau begitu kuat?”

Glasio mengusap sudut bibir kirinya yang sedikit terluka. “Antara aku yang memang kuat, atau seranganmu yang terlalu lemah.”

“Eii, tetapi kau berdarah.” Hyades berniat menghampiri, namun satu serangan dadakan membuatnya kembali dipaksa mundur dan jatuh.

Meskipun ia sibuk meringis, kedua matanya sadar bahwa Glasio sedang menurunkan bahu diikuti helaan napas saat menyaksikan dirinya yang kelelahan karena serangan bertubi-tubi.

Glasio mendekat, mengulurkan tangannya untuk membantu Hyades bangkit dengan susah payah. “Aku membawamu ke sini hanya untuk membuatmu sadar. Satu, aku tidak memiliki niat untuk membalaskan dendam Sideris. Kedua, kekuatanmu lemah jika tidak dipancing oleh kemarahan. Ketiga, fokusmu juga lemah. Keempat, kau terlalu mudah goyah dan tidak menganalisis situasi. Seharusnya kau sadar bahwa aku sedang menyerangmu, kau mendekatiku begitu saja tanpa berjaga-jaga.” Glasio berkacak pinggang. “Ayolah, kau ini memiliki begitu banyak kegelisahan tetapi tidak mengasah kemampuan barang sekali saja. Mengandalkan kemarahan dan kekuatanmu yang datang tiba-tiba bukanlah strategi yang bagus untuk melawan musuhmu, Pangeran. Saat kusuruh bangun, maka kau harus sigap dan segera bangun!”

“O-oh ....” Hyades menatap bingung. Sungguh sesuatu yang langka mendengar Glasio mengucapkan kalimat yang begitu panjang. Meski bukan kali pertama, tetapi ia selalu terkejut dibuatnya. Lalu sekarang apa? Ia sedang mengkhawatirkannya?

“Aku tidak ingin tahu apa permasalahanmu dengan Sideris. Tetapi, kurasa mulai sekarang kau harus bisa mengendalikan kekuatanmu itu, bukan sebaliknya kekuatan yang mengendalikanmu. Terutama emosi. Kau bisa menyerang orang-orang terdekatmu tanpa sadar seperti saat bertengkar dengan Sideris kemarin-kemarin.”

Ketika Glasio hendak pergi, tangan Hyades menahannya dengan kuat-kuat. “Kurasa kau harus tahu apa permasalahannya. Apa yang kami bicarakan kemarin.”

Glasio menoleh tanpa ekspresi seperti biasanya. “Aku tidak mau tahu kalau itu urusan pribadi.”

“Profesor Robert. Orang yang ku kalahkan malam itu, ia ada di sini. Orang itu masih hidup di zaman ini, dan Sideris melihatnya di istana Ignitus malam itu.” Hyades menatap serius. “Itulah yang membuatku tidak bisa tidur. Aku khawatir, tapi ... entah apa yang aku khawatirkan.”

“Kau bisa melawannya hari itu, maka—”

“Tidak. Hatiku mengatakan hal lain, sebuah kekhawatiran yang besar.”

Ada nada sungguh-sungguh dari ucapan Hyades, membuat Glasio terdiam sejenak. Hyades melepaskan genggamannya sementara orang di hadapannya ini sedang berpikir entah apa.

“Pada akhirnya, semua ini tetaplah tentangmu,” ucap Glasio akhirnya.

Tiba-tiba Hyades setengah berlutut membuat si lawan bicara mengernyit. “Tolong ajari aku untuk mengendalikan semuanya. Terutama elemen yang ... kau keturunan Nukleus miliki.”

“Huh?” Glasio menatap dengan ekspresi terkejut.

“Aku juga akan berlutut untuk semua orang. Aku tahu aku tidak berhak meminta sesuatu yang paten berdasarkan garis darah seperti ini. Aku bukan keturunan Nukleus atau elemen lainnya terkecuali Centauri, tetapi kau dan yang lain juga tahu ... kalau aku ditakdirkan untuk menguasai kekuatan kelima elemen kerajaan tersebut.”

Nebula {Resurgence}Where stories live. Discover now