Humor Nikah Dalam Kaidah Ushul Fiqh dan Nahwu

34 4 0
                                    

            Syahdan, ada kiai NU ahli kaidah fikih, beliau  sedang mencarikan pendamping untuk  salah satu dari dua anak gadisnya, anak gadis yang kedua lebih cantik dan menawan di banding anak yang pertama. Setelah melakukan proses pencarian yang teliti dengan berbagai pertimbangan, akhirnya, ditemukanlah sosok ideal. Pria beruntung tersebut, sebut saja namanya Gus Gaul yang intelek, ahli debat dengan kumis tipis nan romantis bertengger di atas bibirnya. Pada saat yang tepat, dipanggillah Gus Gaul itu ke rumah sang kiai.
Kiai: “Gus…. Sampean mau saya nikahkan dengan putri saya, berkenan kan sampean?” tutur Kiai sambil menyeruput kopi.
Gus : “Insyaallah, Kiai, karena saya sudah saatnya menikah.”
Kiai: “Saya punya dua anak gadis, Keduanya sama-sama cantik, tapi putri saya yang kedua lebih cantik . ” tutur Kiai.
Gus: “Terus, pripun kyai?”…
Kiai: “Yang akan saya nikahkah denganmu adalah yang pertama,” tutur kiai
Gus : ” Lho kok gitu Kiai? Saya kan ganteng, usia saya baru 25 tahun, plus romantis,” dengan ekspresi kaget campur bingung.
Kiai: “Betul itu Gus, …. tetapi dalam kaidah fikih al-adath almuhakkamah, adat tradisi bisa dijadikan sebagai pegangan hukum,, yaitu bahwa anak yang tua itu harus dinikahkan terlebih dahulu ” tutur Kiai.
Gus :”Wah… maaf kiai, saya kelasnya baru santri, belum menguasai Kaidah fikih, jadi saya masih sehari-hari akrab dengan kitab-kitab nahwu,”    dengan nada pura-pura tidak membidangi kaidah fikih.
Kiai: “Maksud sampean?”
Gus: memahami kaidah fikih salah satu modalnya adalah ilmu nahwu kyai. “Dalam ilmu nahwu, mubtada itu memang harus didahulukan dan khobar diakhirkan. Tapi dalam kitab alfiyah ibnu Malik, diperbolehkan khobar muqoddam (khobar yang didahulukan)” Nah, jadi meskipun umumnya yang tua yang duluan dinikahkan, tetapi tidak menyalahi aturan jika putri kedua panjenengan itu yang didahulukan dinikahkan dengan saya, dan putri pertama jenengan itu ya dinikahkan belakangan saja,” tutur Gus itu dengan nada santai.
               Kiai itu pun tidak berkutik dengan jawaban Gus tadi. Tiba- tiba terdengar suara putri pertama kiai yang tersinggung dan dari tadi mendengar percakapan tersebut, putri tersebut menyahut dari dalam: “Gus…. dalam ilmu ushul fikih, analogi sampean itu merupakan qiyas fasidh (tidak relevan), tidak bisa menyamakan cari calon istri dengan analogi ilmu nahwu !!!”.
                 Sedangkan putri kedua kiai yang cantik jelita, yang memang sudah jatuh cinta pada Gus tadi, dan sudah sering WhatsApp-an dengan Gus tersebut, ia mesam-mesem saja melihat itu. Sambil berkata: “Wah betul itu kata Gus, saya setuju”. Suasana pun agak tegang, putri pertama kiai akan kembali berkata dengan nada nyaring, matanya sudah melotot, Dari dalam, tiba-tiba muncullah ibu nyai, istrinya Kiai, sambil bilang: “Ini mau cari calon mantu, apa debat soal pilgub, jadi ramai begini. Bubar…bubar….. bubar…. Ini belum jadi menantu saja calon mertua sudah didebat, bagaimana nanti bila sudah jadi mantu, cari yang lain saja abah kiai calon menantunya”!!!!.Si Gus pun pergi meninggalkan rumah Kiai tersebut, sambil WA putri kedua kiai yang cantik jelita tadi: “Hi… Ning cantik…. kata orang mengaji ilmu sorof-nya, proses perjuangan cinta kita berdua, terdapat huruf ‘ilat (kendala) masih butuh di-i’lal (proses membuang huruf ‘ilath) dengan perjuangan panjang :)”
************

NAHWU QULUB Mengungkap Makna Tersirat Dalam Ilmu Gramatika Arab Where stories live. Discover now