16. Bae Soora's Death

266 46 279
                                    

"Leira," panggil Jimin. Dia menggeser bokongnya untuk duduk berdekatan dengan Leira. Namun, Leira malah berubah posisi. Menjauh dari Jimin.

"Apa, Jim?" Jimin merasa agak aneh dekat sikap Leira hari ini. Jimin merasa diabaikan oleh kekasih gelapnya itu. Sedikit bingung dengan Leira, sebab wanita itu seperti menghindari dirinya. Tidak mau saling bertatap mata apalagi berdekatan.

Sebelum ini, tadi pagi Jimin melihat kedatangan Leira yang diantar oleh Jung sampai depan restoran. Dengan embel-embel, mencium kening Leira sebelum pergi ke kantor. Hati Jimin memanas. Dia tau diri. Seharusnya tidak boleh begini.

Mau bagaimana lagi? Rasa sayangnya kepada Leira tidak bisa dilepas begitu saja. Butuh proses. Perlahan-lahan pasti akan pudar dengan sendirinya, jika Jimin mencobanya.

"Banyak bahan baru sampai. Mau mengecek di gudang bersamaku?" tanya Jimin. Leira mengangguk.

"Kau turun duluan saja, nanti aku menyusul."

Jimin tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menarik perhatian Leira. Dengan perasaan campur aduk, dia meninggalkan ruangan Leira. Menuruni anak tangga hingga paling akhir, lalu menuju gudang untuk mengecek beberapa barang.

Sejenak kembali memikirkan Leira. Jimin mengira jika ada yang salah dengan dirinya sendiri. Namun, Jimin tidak tahu apa yang telah dia perbuat hingga Leira mengabaikannya. Sepertinya Jimin harus menanyakan kepada Leira.

Jimin dikagetkan dengan tangan yang menepuk pundaknya. Dia berbalik. Menemukan presensi Leira yang tengah memandangnya. "Sayang, bisa bicara sebentar?"

Alih-alih menjawab Jimin, Leira malah mengerutkan keningnya. Ia lebih penasaran dengan isi di dalam peti yang tergembok ketimbang hal yang ingin dibicarakan oleh Jimin. "Ini isinya apa, Jim? Kalau tidak ada, lebih baik kita buang saja."

Jimin mengembuskan napas kasar. Heol, lagi-lagi Leira mengabaikannya. "Kosong. Lagi pula tidak ada kuncinya. Kalau begitu bantu aku untuk mengangkatnya ke depan." Bermaksud mendorong peti itu ke arah Leira, namun dengan cepat Jimin berhenti. Peti itu terasa berat. Sebelumnya Jimin pernah memindahkan petinya ke pojok ruangan, tapi tidak seberat saat ini.

"Kenapa berhenti?"

"Eoh, rupanya di dalam peti ini ada isinya. Apa kita buka saja, sayang?"

Leira berjongkok di sebelah Jimin. Ia mengotak-atik gembok yang sudah berkarat itu. Sebenarnya Leira penasaran dengan isi yang ada di dalam peti ini. Sayangnya, tidak ada satu pun kunci yang cocok untuk membukanya.

"Kita buka pakai apa? Kuncinya saja tidak ada. Kalau pakai palu, belum tentu bisa."

"Kuncinya ada padaku." Suara berat yang asalnya baru memasuki gudang, mampu membuat perhatian Leira dan Jimin teralihkan. Mereka tersentak dengan kemunculan Seokjin secara tiba-tiba. Dan anehnya, kenapa dia bisa memegang kunci yang siapa pun tidak mempunyainya?

"Oppa, kunci yang kau maksud itu, kunci gembok ini?" Seokjin mengangguk. "Bagaimana bisa? Oppa, jangan bercanda. Tidak lucu sama sekali." Leira kesal. Seokjin mengambil posisi sama persis seperti mereka—berjongkok di depan peti.

"Ingat kunci jatuh yang kau berikan tempo hari lalu?" Seokjin menoleh pada Jimin. Jimin berpikir, lalu mengingatnya, dan dia mengangguk. "Ini kunci yang kalian cari. Kuncinya ada padaku sudah tiga bulan lebih."

"Kau mabuk ya, Oppa? Semua orang saja tidak tahu menahu persoalan kunci, apalagi kau. Bagaimana bisa kau mendapatkannya? Dari mana asalnya?" tanya Leira bertubi-tubi.

Seokjin maju, mengembuskan napas tepat di hidung Leira agar adik tirinya itu menyangkal perkataan 'mabuk' beberapa detik lalu. "Tiga bulan lalu, aku berkunjung ke restoran mu untuk makan. Saat itu tidak ada Jimin. Lalu aku ke gudang, saat tidak sengaja melihat peti ini, aku mencoba mengotak-atiknya. Namun, ternyata ada kunci terselip di bawah peti ini. Dan saat kubuka, ternyata bisa. Peti ini juga kosong."

He's DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang