10. Craftiness

376 77 279
                                    

15.47 PM KST

Jimin kembali bekerja setelah dua hari lalu mengambil cuti. Jimin masih terbayang-bayang ucapan Leira yang meminta putus. Ah, selama di rumah, Jimin begadang dan jarang makan. Banyak pikiran—campur aduk sampai rasanya kepala ingin pecah.

Hari ini dia sengaja datang sore.

Pengunjung cukup ramai memenuhi lantai satu, beberapa orang juga ada di lantai dua. Rasa risaunya tergantikan oleh rasa senang begitu memasuki restoran. Melihat banyak pengunjung membuat Jimin kembali bersemangat.

Seketika raut wajahnya menampakkan ketidaksukaan saat melayani pria yang duduk sendirian di pojok ruangan.

Kim Taehyung. Bedebah lancang yang berani membongkar perselingkuhan antara dirinya dengan Leira.

Jimin mengulas senyum terpaksa dan menyodorkan buku menu kepada Taehyung. "Satu porsi makanan andalan restoran ini dan lemon tea," kata Taehyung tersenyum simpul.

Jimin mengangguk dan pergi. Sebelum sampai dapur, dia dibuat terkejut lagi dengan kemunculan pria berbahu lebar di hadapannya ini.

Park Seokjin. Kakak tiri Leira datang untuk pertama kalinya. Ah, ralat, Seokjin pernah datang saat first opening restoran Leira dulu sekali. Selain itu tidak pernah mampir.

Seokjin duduk di kursi tepat di hadapan Jimin. Jimin langsung membungkuk sopan, lalu menyerahkan buku menu. "Hyungnim, ingin pesan apa?" tawarnya.

Seokjin berdeham. "Menu paling mahal dan dua botol wine. Ah, jangan diberi racun, ya."

Mata Jimin membola sempurna, seketika dia teringat racun arsenik untuk membunuh Jung. Jadi, pertanyaannya, bagaimana bisa Seokjin memberi peringatan seperti itu, sedangkan yang mengetahui hal ini hanya dirinya, Leira, dan para polisi?

Pesanan Seokjin dan Taehyung sedang diproses. Jimin turut bergabung duduk di depan Seokjin walaupun pria itu belum mengizinkannya.

"Tumben mampir, ada sesuatu yang kau inginkan, Hyungnim?"

"Aku ingatkan, jangan memanggilku dengan embel-embel nim. Kau bukan bawahanku yang harus memanggilku sesopan itu."

"Baiklah, apa yang kau inginkan?"

Seokjin bersidekap, senyuman ambigu terlihat jelas di bibirnya. "Hanya ingin melihat-lihat restoran milik adikku ini. Tenang, aku tidak akan macam-macam. Sekadar berkeliling itu cukup."

Pelayan datang membawa pesanan Seokjin, tadi pria itu meminta tambahan satu gelas untuk Jimin. Seokjin menuangkan wine ke dua gelas—mengangkat satu gelas, bermaksud untuk bersulang dengan Jimin.

"Aghh ... terima kasih tidak kau campuri racun. Setelah ini, bawa aku keliling ke semua tempat."

Jimin tersenyum kecut, melirik sekilas presensi Seokjin. "Racun apa? Sebenarnya apa yang kau maksud, Hyung?"

"Ah, tidak mengerti, ya? Baiklah, tidak apa-apa."

Seokjin mengedarkan pandangan—tidak sengaja melihat satu ruangan di samping tempat barang para pegawai, Seokjin tertarik dengan pintu coklat bertuliskan tempat penyimpanan bahan makanan. Jari telunjuknya turut mengarah pada pintu tersebut. "Itu. Tempat yang aku ingin kunjungi."

Tentu Jimin heran. Padahal tempat lain banyak yang bagus untuk dikelilingi. Tapi, Seokjin malah meminta masuk ke dalam gudang. Tanpa mengulur waktu, Jimin berdiri dan berjalan duluan diikuti oleh Seokjin.

Di sisi lain, Taehyung memperhatikan percakapan antara Seokjin dan Jimin.
Setelah mendapat makanannya, Taehyung bertanya pada pelayan di hadapannya ini. "Maaf, yang tadi mengobrol dengan Jimin itu siapa, ya? Saya sepertinya pernah bertemu, tapi lupa di mana."

He's DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang