"I'm okay, I'll check your daughter's condition first." Jacob mengeluarkan beberapa perlengkapan yang ada di dalam tasnya.

Nena dan Mark pamit keluar dari ruangan, untuk menjaga privasi Airin, Ansell dan Jacob.

"Bagaimana keadaan putriku?" tanya Ansell khawatir.

"Dia baik-baik saja, posisi peluru tidak terlalu dalam dan tidak harus melakukan operasi." Jacob mengambil peluru FN57 di dalam perut Airin hanya menggunakan pinset, setelah berhasil mengeluarkannya Jacob menjahit luka Airin lalu menutupinya dengan kain kasa.

"Jacob, bisakah kau pergi ke kamar Nisla untuk mengecek kondisinya? Tadi aku melihat tangannya terluka."

"Bisa, aku sudah selesai menjahit luka Airin. Jangan lupa berikan obat pereda nyeri dan vitamin yang aku berikan," ucap Jacob meletakkan beberapa pil yang berbeda di atas meja nakas.

"Terima kasih banyak, Jacob."

"Sama-sama, kapanpun kau butuh bantuan aku siap datang kemari. Baiklah, aku ke kamar Nisla dulu. Kau jaga Airin dengan baik dan jangan biarkan siapapun masuk, dia butuh istirahat yang banyak." Setelah mengatakan itu Jacob keluar dari ruangan Airin dan menunju ke kamar Nisla. Tentu saja dia sudah tahu keberadaan kamar Nisla, Jacob bekerja dengan Ansell bukan setahun atau dua tahun, tetapi, sejak istrinya Ansell masih hidup.

Tiba-tiba seorang gadis meringis nahan rasa sakit di tangannya, Nisla melihat wajahnya di cermin pun tidak beda jauh dari tangannya. Penuh luka lebam bahkan sudut bibirnya sobek. Bukan hanya luarnya, tapi dalamnya juga penuh luka.

"Mom, i miss you so much." Nisla memegang sebuah bingkai foto terbuat dari kayu berwarna coklat dengan kaca untuk melindungi foto seorang wanita cantik berusia 22 tahun yang tengah mengandung anaknya berusia 7 bulan. Di dalam perut wanita hamil itu adalah Nisla dan Airin.

"Mom, kata Daddy dulu aku sama Airin mirip banget kayak anak kembar. Tapi, emang anak kembar sih kan cuma beda beberapa menit aja. Kok sekarang beda banget sih? Terus kenapa kalo sekolah harus beda tingkatan kelas? Padahal gak masalah kalo aku sekelas sama Airin, pasti Airin suka malu kan ya seumuran denganku tapi dia kelasnya dibawah tingkatan aku." Nisla tersenyum tipis memandang wajah Auristella Sanjaya -ibunya- yang tengah berpose dengan senyuman manisnya menyentuh perut buncitnya bahagia.

Jika Nisla adalah duplikatan Ansell maka Airin duplikatan Auristella, wajah mereka benar-benar berbeda. Nisla memiliki wajah cantik, tegas, bermata tajam, dingin, dan jarang sekali mengeluarkan senyumnya mirip sekali dengan Ayahnya. Sedangkan, Airin memiliki wajah cantik dan imut, ia juga sering tersenyum pada siapapun sama seperti ibunya.

"Mom, dulu aku pas baru lahir imut engga? Aku gak pernah liat foto aku ataupun Airin sewaktu bayi, Daddy menyembunyikannya."

Gadis itu menghela nafasnya berat. "Aku engga pernah ngerasain kasih sayang dari Mommy. Kenapa Mommy ninggalin aku?"

"Walaupun aku belum pernah ngerasain pelukan Mommy, aku benar-benar merindukanmu. I miss you, Mom." Nisla memeluk erat bingkai foto itu, ia tidak peduli jika itu akan membuat bingkai foto kotor dengan darah entah milik siapa yang menghiasi baju dan tubuhnya.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nisla, ia meletakkan foto Auristella di meja riasnya lalu membukakan pintu kamarnya. "Ada apa kesini?" tanyanya ketika melihat Jacob yang tersenyum berdiri di hadapannya.

"Saya dengar kamu terluka. Jadi, saya kesini untuk memeriksa luka kamu sebentar," jawab Jacob, ia sempat melirik tangan kanan Nisla yang terlilit sapu tangan.

"Aku tidak butuh."

"Saya memaksa Nisla, tanganmu terluka."

"Aku bisa menyembuhkannya sendiri."

MRS. SANJAYA [ON GOING]Where stories live. Discover now