DMZ | 34. Abous Us

Mulai dari awal
                                    

“Ih, lucu! Hahaha.”

Sore itu … seolah kebahagiaan ini tak akan berakhir. Seolah lupa, bahwa maut akan menjemput mereka kapan pun.

“AW!” pekik Khayla seraya memegangi perutnya membuat Raka tersentak.

“Astagfirullah! Kenapa, sayang?!”
Khayla menggenggam erat lengan Raka menyalurkan rasa sakitnya.

“Kram, Mas, tadi dia nendang.”

Diam-diam Raka tersenyum saat Khayla tak lagi malu ketika bayi di dalam rahim Khayla itu menendang. Beberapa hari lalu, Raka selalu memeluk perut itu dan merasakan tendangan dari sang janin. Namun, Khayla tidak pernah mau jujur ketika janin itu menendang.

“Yaudah, istirahat di kamar aja, ya? Aku gendong,” ujar Raka.

Khayla mebelalak. Apa katanya? Gendong? Bawa kelapa saja dulu Raka sempat menangis, bagaimana bisa ia menggendong wanita hamil? Raka memang pernah menggendong Khayla, tetapi dulu keadaannya masih hamil kecil dan sekarang … entahlah.

“Kamu gila?!” pekik Khayla, Raka menampar pelan bibirnya dengan isyarat perkataannya yang tak sopan.

“Gak sopan!” sarkas Raka sambil menatapnya tajam. Khayla bergumam sendiri meruntuki kesalahannya.

“Ya—ya … lagian, kamu kayak kuat aja gendong aku,” cicit Khayla.

“Aku 'kan gendut, berat lagi,” imbuhnya lagi.

“Jadi, kamu ngeremehin aku?” sarkas Raka. Tanpa menunggu lama, lelaki itu langsung menggendong Khayla ala briday stlye membuat Khayla refleks mengalungkan tangannya.

Raka menyungging senyum, baginya berat badan Khayla tidak seberat rindunya saat berpisah 12 tahun dengan Khayla dulu, eh.

“Mau digendong sampai ke mana sih, hm? Sampai nyangka aku gak kuat gendong kamu,” sarkas Raka.

“Ih! Kan takutnya, nanti aku malah dijatuhin,” kekeh Khayla.

“Yang ada aku jatuh duluan sebelum jatuhin kamu. Karena, aku gak rela lihat kamu terluka.”

Setelah itu Raka fokus ke jalanan menuju kamarnya. Khayla mengamati setiap inci wajah Raka. Dilihat dari dekat, lelaki itu sangat tampan, apa lagi dengan lesung pipi couple mereka. Alis yang sedikit botak, bola mata yang unik serta bulu mata yang lentik membuat Khayla bersyukur dalam hati atas karya Allah yang diperuntukkan untuknya.

“Kok aku baru sadar sih, kamu ganteng banget.” Deg. Perkataan Khayla membuat Raka menghentikan langkahnya. Ia melirik ke samping kirinya yang bertepatan langsung dengan wajah sang istri yang sedang mengukir senyum indah.

“Gemes, ih,” ucap Raka seraya menggesekkan rambutnya ke wajah Khayla.

“Ih! Bau rambutnya!” teriak Khayla membuat Raka terkekeh.

“Mana ada. Aku tuh keramas setiap hari. Wangi gini, orang kamu yang beliin samponya,” elaknya.

“Yaudah, ayo jalan! Ngapain berhenti di sini? Udah tahu aku berat.” Raka terkekeh. Ia mengecup sekali perut buncit yang tepat berada di depannya.

Aku harap kebahagiaan ini enggak pernah hilang, Mas,” batin Khayla ketika mengingat penyakitnya.

***

“Tiga minggu lagi, ya?” ucap Raka. Khayla tersenyum halus.

“Sabar ya, Ayah! Ayah kerja dulu yang benar buat aku dan BunA,” ucap Khayla menirukan suara anak kecil. Lengan Khayla yang mengelus perutnya membuat Raka tersentak.

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang