SIX

2.2K 80 0
                                    


🥶🥶🥶

Setelah dirasa gengsinya sudah memudar, ia dengan ragu memencet tombol yang berada di pojok kanan atas.

"Halo?"

"Hm?" sahutnya dengan suara khas bangun tidur, membuat detak jantuk Vannesa berdegup begitu cepat.

"L-lo udah tidur?"

"Lo gagap?"

"Ish ditanya malah nanya balik,"

"Iya, gue udah tidur tadi, lo ganggu sih,"

"Emm sorry,"

"Kenapa emang? Kangen ya sama gue?"

"Apaan sih, cuma mau nanya ada tugas ga tadi?"

"Ga bisa nanya yang lain?"

"Yaelah tinggal jawab susah banget,"

"Ada, matematika halaman 19 dikerjain di buku tulis sayang,"

"Apaan sih main sayang-sayangan aja lo!" jelas pipi Vannesa bersemu merah saat ini, ia tidak mudah jatuh cinta, tapi apa ini?

"Yee bukannya makasih malah marah-marah,"

"kumpulin pertemuan berikutnya."

"Thanks,"

"Hm,"

Vannesa langsung mematikan handphonenya,

"Aduh, ngapain lo senyum senyum bego!" monolognya sambil berkaca.

"Terpesona kan lo sama gue?"

Vannesa membulatkan matanya sempurna.

"Hah? Apaan sih ga ya!"

Terdengar kekehan dari seberang sana.

Ia langsung dengan cepat memutuskan sambungan telepon tersebut.

Bodohnya ia hanya mematikan handphone nya tadi.

•••

"Ba!"

"Astaghfirullah lo tu emang bener-bener ya Drey!"

"Sorry-sorry, lagian mbak nya emosian banget hari ini," ucap Audrey.

"Heem, dari semalem marah-marah mulu kerjaannya," sahut seseorang dari belakang Vannesa.

Semua menoleh ke sumber suara, Audrey dan Elisha melihat bedge nama orang tersebut 'Nathan Richolas A.' mereka langsung mengerutkan dahinya bingung.

"Eh kita duluan ya," pamit Elisha tiba-tiba saat mendapati Nathan berada di belakang Vannesa.

"Iya,"

"Ngapain lo, main nyahut aja kayak petir,"

"Siapa suruh ngobrol di tengah jalan, kan buat lewat."

Nathan & VannesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang