25. Wherever I May Go

Start from the beginning
                                    

Blue Night—bar minimalis yang baru berdiri hampir 4 bulan itu dikelola sangat baik oleh Jung. Meski pendapatannya tidak sebesar dulu, setidaknya cukup untuk kebutuhan sehari-harinya.

Kalau sore menjelang malam, banyak pelanggannya. Dari wanita, pria, hingga sepasang kekasih yang ingin pulang dalam keadaan mabuk. Tidak sia-sia Jung dulu pernah belajar meracik alkohol dari Leira, alkohol racikannya sudah bisa dibilang memuaskan.

"Jika aku memesan alkohol andalan di sini, apa bisa diracik sekarang tanpa menunggu malam?"

Jung sedang mengelap beberapa gelas, pun berbalik badan dan melihat siapa yang datang. Padahal, di pintu sudah jelas tertera tulisan closed.

"Bisa. Tapi, harganya kunaikkan tiga kali lipat." Jung malah terkekeh kecil, niatnya hanya bercanda memang.

"Baiklah, diterima. Karena aku baru pertama kali ke bar milikmu, jadi mencicipi minuman sedikit mahal juga tidak apa-apa." Dalmi yang datang. Dia sudah memberitahu Jung kalau ke sini nanti malam. Tidak sampai malam, ternyata Dalmi datang lebih awal.

"Siang-siang begini, enaknya berada di pantai dan berjemur. Kurasa terik matahari pantai akan cocok dengan racikan cocktail-ku yang satu ini." Jung mengambil gelas ukur sekaligus high ball glass. Lalu, menaruh tiga buah es batu lebih dulu. Menuangkan vodka di gelas ukur, dan menuangkannya ke gelas yang sudah berisi es. Disusul sedikit peach schnapps, orange juice, dan sisanya cranberry juice. Terakhir, gelasnya dihias dengan diberi payung kecil, dan potongan jeruk di pinggirannya.

"Sex on the beach, special cocktail for you, Seo Dalmi."

Dalmi menatap minat dengan racikan alkohol Jung. "Wow, namanya unik sekali. Ada filosofinya?"

Jung mengendikkan bahu. "Entahlah, kebanyakan orang Amerika selalu meminum cocktail ini sebelum melakukan seks di pantai. Mungkin dari situ namanya menjadi sex on the beach."

"Untuk minuman ini, harus kubayar dengan harga berapa, Jung?"

Jung berpikir sejenak, lalu menarik senyumnya. "Dua puluh ribu won sebenarnya, tapi kali ini gratis untukmu."

Dalmi meminumnya lagi. Rasanya segar sekali, seperti diterpa ombak pantai. Sungguh, rasa seenak ini hanya diberi harga dua puluh ribu won oleh Jung? Murah sekali—begitu pikir Dalmi.

Sambil menikmati, Dalmi juga mengamati sekeliling. Bar ini lumayan luas. Karena baru pertama kali masuk ke dalam bar Jung, Dalmi penasaran dengan ruangan yang tertutup tirai hitam paling pojok. "Omong-omong, kalau boleh tahu, di balik tirai itu ada ruangan?"

"Ada. Tempat untuk berganti baju, toilet, dan gudang. Selain itu, ada dua kamar khusus untuk pelangganku yang ingin melakukan seks dengan kekasihnya," jawab Jung, ia melirik sekilas ke arah tirai hitam.

Mata Dalmi membola. Dia menghela napas atas penjelasan Jung. Niat sekali pria ini dalam menyediakan fasilitas. "Apa tidak menganggu yang lain?" tanyanya lagi. Dalmi penasaran akan hal itu.

"Apanya? Desahan mereka? Kurasa tidak, karena ruangannya sudah kulapisi peredam suara." Jung menjawab santai sambil mengelap gelas. "Kalau kau mau mencoba dengan kekasih barumu juga boleh," godanya dan tertawa.

Dalmi tersenyum hambar. "Masih belum berniat mencari yang baru, dan masih ingin sendiri dulu." Dia mendengkus pelan. "Ah, kau bekerja seorang diri?"

"Ada dua karyawan, pria dan wanita."

Dalmi mengangguk. Lalu, bertanya lagi. "Omong-omong, kau sekarang terlihat lebih santai dari sebelumnya, seperti beban terberat sudah terlepas dari hidupmu. Kau sudah bahagia, Jung?"

He's DangerousWhere stories live. Discover now