This is Me -Chapter Seventeen-

4 2 0
                                    


Minggu malam...

19.08, One Café Music & Lounge, Jakarta Selatan

Sejak bertemu Aurora beberapa minggu lalu, Grey sudah mencanangkan sebuah kejutan untuk gadis itu. Karena itu, suasana dan penampilan panggung kafe malam ini sudah berbeda sejak beberapa jam yang lalu. Lampu sorot putih kini menerangi bagian tengah panggung kafe ini. Backdrop merah dan lampu-lampu led kuning juga terbentang menghias dinding panggung. Perlengkapan band yang biasa tersedia kini ditiadakan dan hanya tersedia standing microphone, beberapa speaker dan amplifier Marshall yang diletakkan di sisi muka panggung.

Beberapa jurnalis dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia musik yang dikenalnya telah datang untuk menyaksikan pertunjukannya malam ini. Grey tahu semua tamu undangannya yang telah memenuhi setiap kursi yang disediakan di kafe ini sudah tak sabar menanti musisi baru yang dijanjikan olehnya akan tampil malam ini.

Tetapi dari depan monitor laptopnya, kini Grey hanya bisa melayangkan pandangannya ke arah hpnya, juga pintu masuk. Ia masih sangat berharap Aurora akan datang malam ini. Seharian ini pikirannya tak henti-henti tertuju pada gadis itu. Meski bayangannya tentang gadis itu selalu membuat perasaannya kian bercampur aduk.

Seketika lamunan Grey buyar saat Fargo masuk ke ruangannya. "Grey," sapanya.

"Ya?"

Fargo sempat termenung seolah masih ada rasa penasaran yang mengganjal dalam benaknya. "Ada seseorang yang mencari kamu. Sepertinya ada hal serius yang ingin dibicarakannya sampai ia begitu mendesak untuk bisa menemui kamu."

Grey mengarahkan matanya ke arah lain seraya mencerna ucapan Fargo dan membayangkan siapa yang ingin menemuinya malam ini. Bukankah ia sudah membuat temu janji pada siapa pun setelah acara malam ini selesai? Semua tamu undangannya sudah tahu akan hal itu. Namun, apa ini ada hubungannya dengan...

"Katanya, ini menyangkut seorang gadis yang kamu kenal. Entahlah, siapa yang dimaksud. Dia menunggu di West Corridor. Is it fine?"

Grey kembali menatap Fargo. "Iya. Thanks, Go. Aku akan menemuinya..."

Fargo mengangguk, juga sekilas memberikan senyumnya yang lebar. "Okay! Anytime, bro... Oh, ya! Berapa menit lagi kita mulai, Grey?" tanyanya tak sabar.

"Sebentar lagi."

"Ok... Aku jadi penasaran siapa yang akan kamu undang malam ini..."

"We'll see..." Grey tersenyum. Wajar, jika rekannya itu tidak tahu. Karena acara malam ini memang bukan saja untuk apa yang sudah ada dalam pikiran Fargo. Ia hanya mengatakan ada salah satu tamu spesial yang akan datang untuk menyanyi dan mereka harus mengundang beberapa rekan dari berbagai media.

Setelah pria berkebangsaan Amerika-Indo itu keluar dari ruangannya, Grey perlahan menghela napasnya dan beranjak dari ruang kerjanya. Sambil melangkah, ia memerhatikan ke sekeliling kafe. Tapi ia belum melihat Aurora. Kalau gadis itu tidak datang malam ini, itu artinya ia harus menghadapi semua rasa kecewa tamu yang telah menantinya. Kepalanya benar-benar penat sekali sekarang. Semoga musisi lain yang telah mengisi acara malam ini, bisa cukup mengisi keheningan panggung di kafe ini, harapnya.

Tiba di koridor barat kafe, di mana tak ada satu pun lukisan atau foto yang terpajang di sini karena memang koridor ini diperuntukkan untuk menuju pintu keluar kafe, Grey hanya melihat seseorang berbalut kemeja hitam dengan kedua lengan tergulung hingga siku, celana jins biru, belt hitam, dan sepatu boots cokelat yang tengah bersandar sambil bersedekap di salah satu dinding. Ia mengenali namanya. Karena laki-laki itu adalah Jonas. Ia juga pernah mendengar cerita dari Milla. Yang ia tak tahu untuk apa laki-laki itu menemuinya.

Aurorabilia {END}Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon