• Empat •

7 1 0
                                    

Perlahan, kelopak mata anak itu terangkat. Dadanya kembang kempis, menandakan ia masih cukup terkejut sebelum bisa memahami apa yang terjadi.

Tubuh Baskara seharusnya basah, bukan? Ia baru saja melompat menghampiri udara bebas melalui sisi perahu. Udara yang mengantarkannya pada bentangan perairan.

Tapi, nyatanya tubuh Baskara sama sekali tak basah. Sepasang tangan menyangga kepala serta punggungnya. Menghadap ke arah langit yang kini menunjukkan teriknya sang surya, Baskara menyipitkan mata. Merasa tak nyaman, ia berusaha menendang-nendang.

"Aw!" Tami merasakan tekanan di bagian perutnya. Alih-alih marah, ia justru tertawa.

Bayi ini lucu sekali, pikirnya. Dulu Aku pernah sangat ingin memiliki sahabat seorang manusia darat, tapi ibu dan ayah bilang itu tidak mungkin. Sayang sekali ... tapi mau bagaimana lagi? Sudah kodrat kami untuk menjaga jarak dengan manusia darat.

Tami cukup sibuk dengan pikirannya sendiri sehingga tak menyadari bayi dalam dekapannya mulai menangis.

"Hu .... hu ... HUWAAA."

Tami nyaris terperanjat hingga matanya terbelalak. Astaga, pikirnya. Aku seharusnya segera mengembalikan bayi ini ke dalam perahu!

Bukan hal sulit bagi Tami untuk menaruh kembali bayi itu ke dalam alat transportasi di hadapannya tanpa harus mengangkat bobot tubuh. Ia ingat sihir-sihir sederhana yang diajarkan kedua orangtua, salah satunya menjadikan permukaan air sebagai pijakan.

"Nah, waktunya kau kembali pada keluargamu, adik kecil. Jangan coba-coba melompat lagi, ya."

Tangis si bayi mulai reda, tapi ia kebingungan. Ia menepuk-nepuk mulutnya dengan satu tangan.

"Kamu mencari apa?"

Tepat dua detik setelah Tami bertanya, ia merasa sesuatu mendekati kakinya. Gadis itu menoleh untuk memastikan. Ternyata sebuah benda yang mengambang. Ia pun mengambilnya.

"Astaga, ini pasti dot milikmu, ya?"

"Ahak!" seru si bayi. Senyum mengembang di wajahnya, membuat pipinya semakin menggembung. Diraihnya dot itu dari tangan Tami. Bayi itu membuka mulut, memasukkan benda karet itu ke dalam sana, dan kembali tersenyum.

Tami turut tersenyum lebar. "Senang membantumu. Kukira kau melompat karena apa, ternyata karena dot milikmu jatuh, ya."

Baskara menengadah. Ia tersenyum. Sama sekali tidak silau di sini berkat terpal plastik berwarna biru. Warna kesukaannya. Bocah itu tersenyum lagi.

"Baiklah, saatnya aku pergi." Tami pamit meski anak itu tak mengerti ucapannya. Ia lantas menyadari sesuatu. "Eh, tunggu. Ke mana orangtuamu? Kenapa di sini tak terdengar suara seseorang?"

Merasa ada yang tidak beres, Tami segera melompat dan memasuki lambung perahu.

Kiri, kanan, depan, tengah, belakang. Semua bagian perahu dicek olehnya dan sama sekali tidak ada keberadaan seseorang.

Jantung Tami berdebar kencang. Ini tidak mungkin! Masa iya bayi ini sendirian di dalam perahu?

"Halo? Apa ada orang di sini? Halooo?"

Tami tahu persis perkataan sang ibu bahwa manusia darat tidak bisa melihat atau mengetahui keberadaan kaum mereka, kecuali mereka berkehendak sebaliknya. Masalahnya Tami belum diajari sihir yang itu. Sihir agar manusia darat dapat melihatnya.

Itu berarti anak balita itu juga sebenarnya tidak bisa melihat Tami, tapi itu bukan masalah. Hal terpenting saat ini adalah mencari keberadaan orang dewasa di dalam perahu ini!

"Apa mungkin orang itu sedang menyelam?" tanyanya pada diri sendiri.

Byurrr. Tami kembali ke perairan. Dengan penglihatan empat kali lebih baik daripada manusia darat, seharusnya keberadaan orang dewasa di sekitarnya bisa dengan jelas terlihat. Nyatanya ia hanya mendapati sekelompok ikan yang berenang dan bentangan biru tak terbatas.

Tami berputar dan menyisir pemandangan. "Astaga, bagaimana ini?"

Cepat-cepat ia kembali ke dalam perahu. Gerakannya di tengah kepanikan membuatnya hampir kehilangan keseimbangan, padahal perahu itu hanya bergoyang ringan.

Anak laki-laki itu masih sendirian. Mesin perahu tidak dinyalakan.

Tami menggigit bibir. Mana mungkin ia meninggalkan si bayi di sini?

•••••

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bubu dan Penjelajahan TirtawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang