• Delapan •

14 2 0
                                    

"Horeee! Horeee!"

"Hidup Putri Tami!"

"Puja Dewi Laut!"

"Putri Tami sungguh hebat!"

Keriuhan melingkupi Tami dan si bayi. Dalam gelembung itu, Tami memeluk Baskara seraya menangis bahagia.

Kedua tangan gadis itu masih gemetar. Bukan karena ketakutan, tapi justru berkat keajaiban yang ia sendiri sulit untuk memercayainya.

Kedua mata Bubu perlahan terbuka. Tubuhnya sudah kembali kering, pun pakaian yang dikenakan. Tami bertekad sihir gelembungnya kali ini harus lebih kuat.

Ia terlalu dikuasai haru hingga tak mampu menanggapi satu per satu seruan kawan-kawannya. Masing-masing spesies mencurahkan kebahagiaan dalam cara mereka—udang berjingkrak-jingkrak di atas batu karang, kuda laut menari dan berputar-putar, penyu serta bintang laut melambai-lambai, dan ikan yang mengangguk-anggukkan kepala. 

Peni tak luput dalam keriuhan itu. Ia menghampiri Tami dan bertanya, "Apa kau akan langsung membawa anak itu ke istanamu, Tuan Putri?"

Tami tertegun. Mungkin saja balita itu lelah. Baskara yang sebelumnya terlihat ceria dan senantiasa berceloteh kini tak begitu bersemangat kendati suhu tubuhnya tak menurun. Ia benar-benar harus segera membawa anak itu ke istana. 

Tami lantas ingat bahwa ia bisa memberi anak itu minuman. Ia bisa memisahkan kadar garam dan air berkat sihirnya, jadi ia pun melakukannya.

Sebelah tangan Tami bergerak memutar, lalu jemarinya perlahan terbuka. Sebuah gelembung air berukuran kecil memasuki gelembung udara itu, perlahan memasuki mulut si bayi hingga tak bersisa. Tak ayal, anak itu menyedot dengan kuat hingga kedua matanya kembali terbuka lebar.

"Lagi?" tanya Tami.

Baskara menyedot gelembung air kedua. 

Hak tersebut tentu saja tak luput dari perhatian para satwa.

"Aih, lucunya!"

"Sangat menggemaskan!"

"Tuan Putri, bolehkah aku menyentuhnya?" 

"Hush! Kau ini, berani-beraninya menginterupsi!"

Tami tertawa. Meski Baskara terlihat lebih bersemangat, tetap saja perut anak itu perlu diisi. 

"Abfuuu."

Celotehan itu mengundang tawa. Baskara seakan menatap sekeliling dengan penuh takjub. Barangkali ia menganggap makhluk-makhluk di sekitarnya seperti boneka. Anehnya, para satwa itu justru terdiam ditatap Baskara.

"Terima kasih, semuanya. Keajaiban ini datang berkat permohonan kalian juga." Tami berujar seraya tersenyum. Ia berputar pelan membalas tatapan kawan-kawannya. "Anak ini untuk sementara akan kurawat, dan aku meminta kalian untuk tidak memberitahu ibuku dulu soal ini. Biarlah aku yang memberitahunya ketika ia selesai berpatroli. Kalian paham?"

"Baik, Tuan Putri." Mereka menjawab serempak.

Belajar dari kesalahan, Tami masih mempertahankan gelembung udara yang melingkupinya dan juga si bayi. Gadis itu mengira Baskara akan merasa tak nyaman dikelilingi sekumpulan fauna laut, tapi sepertinya Bubu justru merasa senang dan berceloteh pelan. Baik Bubu dan juga Tami tampaknya tak menyadari dot berwarna biru yang seharusnya digigit oleh si bayi.

Tami pun teringat sesuatu. Seraya menggendong Baskara dengan satu tangan, tangan lain ia gunakan untuk menarik benda serupa sabuk. 

Sekilas, sabuk itu hanyalah berupa gagang tembaga yang melingkar menyesuaikan bentuk pinggang, jelas bukan tipe sabuk guna mengeratkan pakaian atau semacamnya. Bagi Oseanis, sabuk adalah elemen penting dalam atribut kerajaan. Mereka tak selalu memakai mahkota, tetapi lain halnya dengan sabuk berwarna dasar tembaga. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bubu dan Penjelajahan TirtawangsaWhere stories live. Discover now