Ini adalah sebuah novel interaktif, dimana kau yang akan menentukan takdir hidup para tokoh di dalam cerita. Kau akan menemukan berbagai pilihan situasi dan teka-teki dari pintu tersembunyi ataupun pintu jalan keluar.
Sebelum membaca novel interakt...
Bebatuan warna itu tiba-tiba berpijar mengeluarkan cahaya terang yang menyilaukan, sehingga memaksa Aden, Acen, dan Adul untuk menutup mata.
Selanjutnya setelah mereka bertiga membuka matanya, mereka pun terkejut karena mereka telah berada di tempat yang berbeda.
Aden melihat sekeliling dengan mengerjab-ngerjab berusaha untuk melihat lebih jelas.
Acen dan Adul pun melakukan hal yang sama.
"Di mana ini, ces?" tanya Aden. "Kaya di taman kota kita, deh?"
Acen mengucek-ucek matanya. "Iya, ya?" katanya kemudian setelah dapat melihat lebih jelas.
Adul melihat kolam di tengah taman. "Itu kolamnya ..." tunjuknya. "Plakat emasnya dah gak ada!"
Aden dan Acen pun ikut mengamati pinggiran dinding kolam tersebut.
"Kayaknya kita udah pulang," kata Aden kemudian.
Acen mendudukkan dirinya di kursi taman. "Sukurlah!" Dia mengusap-usap dadanya sendiri.
Aden melihat ke jalan raya. "Tapi kok jalanannya sepi, ya?"
Adul mengikuti pandangan Aden. "Iya ... mobilnya pada kemana?" Dia meraih ponselnya. "Emang ini jam berapa?" Adul berusaha menyalakan ponselnya tetapi tak bisa. "Hapeku mati!"
Aden dan Acen pun segera meraih ponsel mereka masing-masing.
"Lah, sama juga!" keluh Aden.
"Ho' oh," Acen mengangguk mengiyakan. "Aku juga!"
Mereka bertiga akhirnya berusaha mengamati keadaan di beberapa bagian jalan dan perbatasan taman. Mereka pun lebih terkejut lagi ketika tak menemui seorang manusia pun sejauh mata mereka memandang.
"G--ges?" Acen gemetaran. "A--ada yang gak beres, kayaknya?"
Aden dan Adul mengangguk setuju, tetapi mereka berdua tidak mampu berkata apa-apa.
JEDDER! Tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dari langit. Kemudian langit mulai memudar.
"Kayaknya mau hujan, cuy," ujar Aden. "Cari tempat berteduh dulu dah."
Hujan pun kemudian turun, mereka bertiga pun segera berhamburan ke arah sebuah kedai kopi di sebelah taman. Kedai kopi itu pun kosong tanpa ada seorang manusia pun penghuninya. Mungkin bukan hanya manusia saja, tetapi semua makhluk hidup kecuali mereka bertiga, seperti kecoa, nyamuk, burung, dan semacamnya.
Aden, Acen, dan Adul duduk di kursi pembeli.
Adul melihat ke wajah Aden dengan cemas. "Kita kenapa lagi, nih?"
Aden hanya memandang nanar ke arah rintik hujan di luar kedai. "Gak tahu dah, ces."
"Apa kita kebawa ke dunia yang lain lagi?" Acen berasumsi.
Sebelum ada yang menyahuti ucapan Acen, sebuah suara tiba-tiba menggema di dalam kepala mereka bertiga, menjawab pertanyaan Acen. "Enggak juga sih!"
Aden, Acen, dan Adul pun tertegun ketakutan.
"Si--siapa, ya?" Aden memberanikan diri bertanya. "Ini editor!" sahut suara itu.