2

24 0 0
                                    

BRAK BRAKK! Aden menendang pintu jeruji besi itu dan berhasil membuat pintu tersebut terbuka.

"Buruan kita kabur, ges!" Aden bergantung pada pinggiran celah pintu yang terbuka kemudian melompat ke bawah.

Mereka bertiga pun berhasil keluar dari sangkar burung raksasa tersebut dan menuju ke pintu keluar.

"Dikunci ces, pintunya," ujar Aden.

"Itu dari coklat, kan?" sahut Adul. "Makan aja!"

"Ogah," bantah Aden. "Aku lagi diet!"

"Tendang aja lagi," saran Acen.

Aden setuju dengan saran Acen dan segera menendang pintu itu.

BLEBB ... Kaki kanan Aden melesak menembus pintu tersebut.

"Uhh ..." Setengah jijik Aden menarik kembali kaki kanannya.

Acen membantu Aden dengan meraih sebuah kursi kayu dan melemparkannya ke arah pintu sehingga membuatnya terhempas keluar.

Tanpa pikir panjang mereka pun bergegas berlari keluar dari tempat itu melalui jalan setapak di antara rimbun pepohonan hutan.

Setelah hampir dua puluh menit mereka bertiga berlari berusaha menemukan jalan keluar dari hutan, akhirnya mereka pun kehabisan nafas.

"Capek, ges!" keluh Acen yang kemudian menghentikan larinya.

Aden dan Adul pun menghentikan larinya.

"Kita kok bisa ada di sini, ya?" ujar Aden sembari mengatur nafas.

Adul mengangkat bahunya. "Diculik hantu kolam, kali?"

"Kolam keramat kali tuh, ya?" tambah Acen.

Aden mengamati sekeliling. Pepohonan dan semak belukar ada di mana-mana. "Jalan pelan aja, ces? Takutnya nenek itu ngejar kita."

Acen dan Adul menuruti kata-kata Aden.

Setengah jam berikutnya mereka pun berhasil keluar dari hutan tersebut dan melihat bangunan-bangunan kecil yang berada di kaki bukit.

"Ada desa, cus!" Adul menarik nafas lega. "Kita tanya penduduknya aja."

"Kalau desa itu isinya orang-orang kaya nenek itu, gimana?" Acen ragu.

"Terus mau kemana?" Adul pasrah. "Kali aja di sana ada yang bisa nolong kita?"

Acen melihat ke wajah Aden.

"Ya, kita coba aja deh," sahut Aden. "Tapi hati-hati juga kali, ya?"

Mereka bertiga pun meneruskan perjalanan menuju desa tersebut. Hingga akhirnya mereka sampai di perbatasan desa tersebut, mereka menjumpai seseorang.

Bukan! Bukan seseorang.

Aden, Acen, dan Adul menjumpai sosok dengan tubuh dan pakaian manusia tetapi berkepala serigala.

Acen berbisik kepada Aden dan Adul. "J--jangan-jangan i--ini kaya dongeng Tiga babi Dan Serigala itu?"

"Oh, yang tiga babinya mau dijual ke tukang daging sama serigala itu ya?" sahut Aden.

"Terus serigalanya dapet duit buat menikah sama Cinderella, kan?" tambah Adul. "Tapi kita kan bukan babi?"

Belum selesai mereka bertiga berdiskusi Manusia Serigala itu pun menyapa. "Hai, kalian! Apa kalian tersesat?"

Aden memberanikan diri menjawab. "I--iya, pak." Dia menjabarkan alamat tempat tinggal mereka bertiga.

"Aku tak tahu tempat seperti itu," jawab Manusia Serigala tersebut. "Tetapi temanku mungkin tahu."

TERJEBAK DI NEGERI DONGENGWhere stories live. Discover now