Marco mengeluarkan ponselnya lalu menunjukan sebuah foto ke Nisla. "Nih yang namanya Airin Raveena, cantik 'kan? Tapi sayang sok jual mahal, padahal murahan!"

Fuck! Bisa-bisanya Marco menghina adiknya. Nisla turun dari motor lalu melepas helm full face nya.

"Tadi lo bilang apa?" tanya Nisla dingin.

"Airin murahan, temen lo?" jawab Marco. Tak lama Nisla menendang perut Marco dengan kencang.

Rendy dan Andi tak tinggal diam, mereka ingin membalas perbuatan Nisla, namun Rian dan Naura lebih dulu menjatuhkan keduanya.

"Lo emang punya target yang cantik. Tapi sayang, lo sekarang  target temen gue. Well, gue kasih izin lo mengucapkan kata-kata terakhir yang mau lo sampaikan ke target lo," ucap Rian yang berdiri di samping Nisla dengan sebuah tongkat besi milik Andi.

"Lo semua siapa, sih?! Jangan ikut campur urusan gue!" Marco meninggikan suaranya dan berancang-ancang menyerang Nisla.

Wajah Nisla memang tertutup tapi mata tajam Nisla masih bisa dilihat oleh Marco dan teman-temannya.

Tatapan membunuh, Mrs. Sanjaya menyembunyikan sebuah cutter di saku belakang celananya.

Saat Nisla mendekat, Marco malah memundurkan tubuhnya karena ketakutan.

"Gue gak bakal bunuh lo sekarang kok, paling nanti tunggu waktu yang tepat," ucap Nisla santai, tapi entah mengapa mampu membuat siapapun yang mendengarnya menggedik ngeri dan merinding.

Naura membantu Nena berdiri. "Lo gak apa-apa kan?" tanyanya.

Nena mengangguk. "Gue gak apa-apa kok, makasih ya."

Nisla sudah kembali naik ke motornya dan memakai helmnya, begitu juga dengan Rian.

"Naik, gue anter pulang," ucap Nisla ke Nena.

Naura dan Rian saling memandang satu sama lain.

"Boss, biar gue aja yang  anter dia!" kata Rian dengan nada sedikit tinggi agar Nisla bisa mendengarnya.

Nisla memberikan sapu tangan miliknya untuk menutupi luka di paha Nena yang terpampang jelas.

"Gue aja yang anterin dia pulang!" ujar Nisla yang sudah tidak bisa di bantah lagi.

Dengan ragu Nena naik ke motor Nisla. "Dimana rumah lo?" tanya sang pemilik motor.

"Gu-gue gak punya rumah." Jawab Nena menundukkan wajahnya. Nisla menghela nafasnya berat, mau tidak mau ia harus membawa gadis itu pulang bersamanya.

Ketua Black Diamond itu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi membelah jalan raya yang sepi karena sudah tengah malam. Nena hanya bisa duduk manis di atas motor sport penyelamat hidupnya, ia benar-benar berterimakasih karena seseorang yang ia tidak kenal tepat waktu menolongnya.

Nisla menghentikan motornya di depan gerbang yang sangat besar dan tinggi, ia mengklakson sebanyak tiga kali dan perlahan gerbang itu terbuka lebar untuknya. Nena memandang takjub rumah besar di hadapannya, dan mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali memastikan bahwa ini bukan mimpi.

Nisla memarkirkan motornya di garasi. "Turun!" suruhnya ke Nena sambil melepaskan helm full face nya.

"Ini rumah lo?" tanya Nena tak percaya bahwa rumah sebesar ini milik gadis asing yang menolongnya dari Marco. Tak ada niatan untuk menjawab pertanyaan Nena, Nisla masuk ke dalam rumahnya yang disambut dengan puluhan pria berbadan tinggi besar berjas hitam.

"Siapa dia?" batin Nena. Sepertinya, ia pernah melihat gadis yang sedang duduk memakai dress putih elegan di ruang tamu itu.

"Airin Raveena? Ngapain dia disini?!" Nena memekik kecil di dalam hatinya.

MRS. SANJAYA [ON GOING]Where stories live. Discover now