15.00

890K 107K 68.6K
                                    

Selamat membaca semua.

Kara duduk di atas karpet sambil bersandar di sisi kasur, ia hanya diam sambil menunduk menatap kosong ke bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kara duduk di atas karpet sambil bersandar di sisi kasur, ia hanya diam sambil menunduk menatap kosong ke bawah.

Saking sunyinya hanya suara denting jam yang terdengar memenuhi ruangan. Perutnya sakit karena sudah tidak terisi sejak kejadian Nilam yang meloncat dari pembatas koridor.

Tak ada yang berinteraksi padanya, tak ada yang berbicara padanya, dan tak ada yang peduli dengannya. Semua yang ia kenal seperti perlahan menghilang tanpa jejak.

Tangan kanan gadis itu menggenggam erat boneka pemberian Naka. Babo, sama sekali tak lepas dari tangannya sejak ia masuk ke dalam kamar itu. Berharap dengan memegangnya maka ia tak lagi sendirian, gadis itu mendengus geli, apa sekarang ia gila karena mengharapkan sesuatu dari benda mati.

Suara pintu terbuka tak di pedulikan gadis itu, ia tetap duduk dalam posisinya. Aslan terlihat berdiri di sana dengan pakaian rapi, laki-laki itu diam sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam kamar.

"Bangun." Aslan mengangkat lengan Kara agar berdiri dari lantai.

Laki-laki itu mematung sejenak saat melihat wajah Kara, pelipis gadis itu luka dengan darah yang sudah menghitam di sana.

Laki-laki itu menghela napas pelan. "Siap-siap terus ikut gue."

"Gue capek," ucap Kara lemah, bisa dipastikan gadis itu menangis dan tidak tidur selama berhari-hari.

Aslan menatap wajah adiknya sebentar, tangannya naik ingin mengusap pipi kiri gadis itu namun langsung mendapat penolakan darinya.

Tangan Aslan menggantung di udara selama beberapa detik sebelum akhirnya ia menarik kembali tangannya.

"Gue tunggu di bawah." Aslan melepaskan genggamannya di lengan Kara lalu berjalan keluar kamar.

"Kemana?" Pertanyaan Kara membuat laki-laku itu menghentikan langkahnya.

Aslan terdiam sejenak sebelum akhirnya berucap pelan. "Nilam udah siuman." Kara diam menunggu Aslan melanjutkan kalimatnya.

"Lo terancam dikeluarkan dari sekolah." Mata Kara membelalak mendengar ucapan Aslan, pening kembali menghantam kepalanya.

"Maaf dari Nilam yang bisa nyelamatin lo."

"Gak lama, Kar. Gue tunggu di bawah."

Aslan bergegas meninggalkan Kara sendirian di dalam kamar, sementara Kara masih terdiam di tempatnya.

Gadis itu menoleh ke cermin, melihat betapa berantakan dirinya saat ini. Baju sekolah yang kemarin ia pakai masih tersemat di tubuhnya walau sudah sangat acak-acakan.

Tangan gadis itu naik memijat tengkuk lehernya.

Sangat sakit.

Kepala dan hatinya.

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang