8. Arunika

118 39 0
                                    

"Cahaya matahari yang baru saja terbit—Arunika."


-----


Tatapan Alana terangkat ke atas, pada seberkas sinar yang melewati celah rindangnya dahan dan daun. Semilir angin kecil terasa dingin menyapu helaian anak rambutnya, mengusap Alana dalam kegundahan yang tak berusai.

Dari hari ke hari, di mana ia mengetehaui dari mana ia berasal, Alana tampak seperti daun yang sebentar lagi akan terjatuh, namun masih coba diselamatkan angin.

Semilir wangi parfum yang sudah jadi hal ramah di penciuman Alana datang, membuat gadis berambut melewati sejengkal bahu itu menoleh. Kemudian, dapat dilihat dari manik mata yang sejak kemarin kebingungan hendak menangis atau tidak, kedatangan seseorang yang beberapa hari tak dilihatnya selama biasanya.

"Papa kamu belum dateng?"

Alana diam, menyorot pada rambut Rigelia Andanu yang sangat basah, meski tidak meneteskan air.

"Itu keringet, atau air?" tanya Alana lurus menatap kepala Rigel. Terutama pada rambut Rigel yang masih mengkilap oleh air atau entah keringat.

"Aku abis main bola, terus mandi di toilet sekolah. Pak parfum kok, seragam aku juga bersih karena tadi aku main bola pake kaos yang aku bawa," jelas Rigel sebelum Alana menyuruhnya menjauh. Karena Rigel tahu, gadis itu benci kotor, tidak suka keringat.

Alana tak merespon apapun, kecuali berkedip menatap Rigel yang berdiri tanpa berniat pergi dari sisinya sekarang.

Keheningan di sana, kehadiran Rigel yang tetap diam bersamanya di keheningan itu, mengusik Alana untuk sekedar bersuara mengunggah kegundahannya beberapa hari ke belakang.

"Rigel," panggil Alana tanpa melihat ke arah orang yang ia sebut namanya.

Rigel menoleh menatap sisi wajah Alana, pada bibir kecil yang tampak lebih pucat dari biasanya ia lihat.

"Aku ketemu Mama."

"Hmm?" bingung Rigel masih belum menangkap maksud Alana.

"Beberapa hari lalu, aku ketemu Mama."

"Mama itu, maksudnya ... "

Kali ini Alana berbalik, menatap Rigel yang menatapnya masih tak paham.

"Orang yang ngelahirin aku. Mama yang itu."

Mulut Rigel terkatup begitu saja mendengarnya. Tatapannya jadi getar yang ketara sekali prihatin pada Alana.

Jika bagi orang lain, mungkin melihat seorang anak yang tak tahu siapa orang tuanya, lalu bertemu dengan mereka adalah sebuah kejadian baik, sebenernya jika boleh mewakilkan anak-anak itu, Rigel akan berkata itu tidak selalu jadi hal baik.

Memang rumit, tapi bertemu dengan seseorang yang meski membawamu ke dunia, namun berkemungkinan besar menyingkirkanmu dari hidupnya dengan segala cara, berharap kau tak ada, bahkan mungkin merasa hidupnya lebih baik tanpa dirimu, itu ... tak mengenakan.

Kemungkinan anak yang tak mengetahui orang tuanya karena dibuang jauh lebih tinggi dibanding karena hilang. Itu sebuah fakta yang harus dihadapi oleh anak-anak seperti dirinya dan Alana.

Pada saat ini, Rigel tidak mungkin bertanya apa Alana baik-baik saja, karena jika dirinya pun, ia tidak akan baik-baik saja sekarang.

"Lo udah tahu alasannya?"

Satu-satunya hal baik dari pertemuan anak yang tak tahu orang tuanya dengan orang tua kandung mereka, adalah mengetahui alasan kenapa mereka dibuang, meski itu juga tidak selalu baik.

Celandine✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें