4. Jouska

187 47 17
                                    

"Ketika kamu berbicara dengan dirimu sendiri di dalam pikiranmu, dan tentu saja hanya dirimu sendiri yang mengetahui hal itu—Jouska."

-----

Melihat kedua orang tuanya tampak sangat bahagia selama hari – hari mereka, dapat saling memberi kasih meski pun banyak ditentang dari berbagai pihak, membuat Alana berpikir jika dia juga bisa seperti orang tuanya.

Tidak terbatas dan dapat bebas menentukan pilihannya.

Tidak dihalangi sekat – sekat standar orang lain. Hidup sebagaimana dirinya ingin.

Meskipun Nenek dan Kakek dari kedua pihak orang tuanya, tak pernah memberi pandangan bersahabat padanya.

Meskipun dia kerap disebut anak jadi – jadian dan tak pernah diizinkan mendekat barang sedikit pun pada mereka.

Meskipun dia harus melihat Ayah atau Papa dibentak bahkan dipukuli karena memilih untuk bersama dibanding harus ikut dengan mereka.

Alana masih berpikir, jika kehidupan tak terbatas orang tuanya, adalah hidup yang sebagaimana harusnya setiap orang jalani.

Menjadi dirimu sendiri, bebas dalam mengekspresikan diri, saling mengasihi dan percaya satu sama lain.

Alana sempat bertanya pada Rigel soal ini, tapi respon lelaki itu hanya menyemburkan air yang tengah diminumnya serta mengatainya gila.

"Rigel, menurut lo, gue kaya Ayah dan Papa gak?"

"Apa gue sama kaya mereka ya?"

Rigel menyemburkan air yang sudah ada di pertengahan kerongkongannya.

"Lo gimana? Apa lo juga kaya gitu?" lirik Alana.

Rigel terdiam, dia tak tahu harus menjawab apa.

Alana tadi tengah duduk di sisi lapangan, menonton orang – orang bermain basket dan sepakbola saat jam olahraga. Kebetulan kelasnya dan kelas Rigel disatukan.

Karena Alana tak suka berkeringat, Alana memilih duduk di sisi lapangan. Lalu Rigel yang habis main bola basket pun ikut duduk.

"Menurut lo, karena kita dibesarkan sama mereka, apa kita bakal sama kaya mereka?" tanya Alana lagi, kini telah menoleh sepenuhnya pada Rigelia Andanu.

Lelaki yang duduk di sisi Alana itu menipiskan bibir. Mendengar pertanyaan Alana, membuat dirinya merasa khawatir.

...

Merasa tak menemukan jawaban dari obrolannya dengan Rigel. Jadi, Alana pikir, ini waktunya dia untuk mencari tahu. Pada arah mana hidupnya akan dia bawa.

Di pertengahan kelas 10, tepat sebelum Ujian Akhir Semester (UAS) satu, Alana duduk berdua di depan lorong kelas bersama Anna. Teman satu bangkunya, yang juga merupakan teman terdekatnya di Sekolah.

Ada tembok pembatas yang menghalangi lorong dengan halaman kelas, dan Alana serta Anna duduk berdua sepulang sekolah di sana.

"Anna ... " panggil Alana.

"Boleh gue mastiin sesuatu?" tanya Alana. Anna menoleh, "apa Al?"

Tangan Alana maju, menyentuh tangan Anna.

Anna hanya diam, membiarkan Alana perlahan menggenggam tangannya.

"Lo ngerasain sesuatu?" tanya Alana.

"Ngerasain apa?" tanya Anna bingung dengan alis yang tertaut.

Alana terdiam, dia lalu perlahan mencoba memeriksa dirinya sendiri. Apa ada yang berbeda ketika dia memegang tangan Anna?

Celandine✔Where stories live. Discover now