Bagian 8.

114 6 0
                                    

Pada malamnya, Ervan temani istrinya ke Alfamidi terdekat dari rumahnya. Cuaca semakin dingin saja, apalagi terlihat sangat jelas di mata Ervan kilatan petir juga menampakan dirinya di setiap ujung pepohonan.

Ervan menunggu di luar, kata Fira dia cuma mampir ke ATM saja. Fira memasukkan kartu ATM nya ke mesin itu. Kemudian dia mengecek saldo di sana. Karena dia juga mau beli beberapa untuk kebutuhannya. Seperti beli susu kehamilan dan juga beberapa camilan bisa buat cadangan jika dia malas keluar rumah.

Ketika Fira melihat norminal saldo di sana. Fira terdiam sambil melihat angka di sana. 12.355.356,- angka itu membuat dua mata Fira tidak percaya.

"Kenapa saldo aku semakin bertambah? Perasaan terakhir aku cek, saldo aku tinggal dua juta, tidak mungkin, ini pasti eror?" ucap Fira dalam hati.

Dia membuka hapenya lalu dia cek mutasi rekening di sana. Fira makin syok, hanya kode resi tertulis di sana, masuk dana debit senilai sepuluh juta rupiah. Sangat jelas di matanya.

Fira menggigit jarinya, kemudian Ervan masuk. Karena melihat istrinya di depan mesin ATM lama sekali. Jadi Ervan pun kembali masuk buat melihat keadaan istrinya.

"Ada apa, Sayang? Apa mesin ATM nya rusak?" Ervan bertanya. Fira langsung memasukkan hapenya kemudian membatalkan untuk penarikan.

Fira tidak ingin Ervan tau soal masalah ini. Fira harus cari tau siapa yang mengirim uang sebanyak itu. Jelas-jelas saldo di rekeningnya tinggal dua juta. Dia tidak ingin keluarga Ervan berpikir negatif soal dirinya.

"Hah? Gak kok, Sayang! Aku cuma cek saldo saja. Takut gak cukup buat kebutuhan sehari-hari kita nanti. Apalagi masa pertumbuhan kehamilan aku pasti banyak dibutuhkan," jawab Fira, tetap dia menetralkan suaranya. Dia tidak ingin Ervan bertanya.

"Yaelah, aku kira mesin ATM nya rusak. Makanya dari tadi aku perhatikan kamu dari luar. Tidak melakukan apa pun, jadinya aku masuk lagi buat tanya hal ini," kata Ervan senyum pada istrinya.

"Iya, Sayang. Maaf, ya. Buat kamu khawatir seperti ini. Kamu tau bagaimana aku? Sebenarnya banyak yang aku butuhkan. Karena perekonomian kita, jadinya aku harus hemat," ucap Fira terpaksa dia harus berbohong.

Sekarang ini dia sedang panik soal angka di dalam saldo rekeningnya. Mungkin besok Fira akan ke bank untuk menanyakan hal ini pada customer service.

"Kenapa kamu yang minta maaf sama aku, Sayang? Justru aku mengatakan itu.  Karena aku, kamu sampai mencari pinjaman sama teman demi membayar utang pekerjaan ku. Aku sebagai suami memang gak berguna. Sabar ya, Sayang. Aku pasti dapat pekerjaan lagi, agar kamu gak susah payah meminjam sana sini," cicit Ervan, dia benar-benar malu sebagai suami. Hanya menggantungkan beban istri.

Fira senyum pada suaminya, Fira tau demi masa depannya, demi keluarga kecil. Dia akan lakukan apa pun untuk Ervan, meskipun keluarga Ervan belum sepenuhnya percaya dengannya. Sampai kapanpun Fira tetap setia pada Ervan, walau dia harus berkorban dan menerima semua cemooh dari ibu mertuanya.

"Gak, Sayang. Aku lakukan ini karena kita bisa membangun kembali dari awal," ucap Fira tetap kuat menyembunyikan semua ini pada Ervan.

"Maafkan aku, Sayang. Aku belum bisa menceritakan semua ini kepadamu. Demi pernikahan kita, Sayang. Semua akan pulih kembali," ucap Fira dalam hati.

Fira merasa sangat berat menyembunyikan semua masalah ini pada Ervan. Bahkan dia menutupi aib ke Ervan. Walau ibu mertuanya terus memojokkan dirinya. Dia tetap harus kuat. Demi cinta untuk suaminya. Apa pun dia lakukan pertahankan benteng rumah tangganya yang sempat retak karena masalah suami di pekerjaan.

****

"Apa kau sudah melakukan yang aku perintahkan?" tanya Marika pada Bryan.

"Sudah, Nyonya," jawab Bryan.

Marika sudah keluar dari rumah sakit, dia tidak akan bisa bertahan di rumah sakit beberapa hari. Percuma ada perawatan berjalan, kenapa dia harus di rumah sakit. Seolah dia lemah. Marika tetap akan dirawat secara rutin oleh perawat yang disewa nya.

Bryan yang saat itu sedang senang-senang dengan teman wanita di salah satu klub. Tiba-tiba sebuah panggilan berdering. Dengan cepat Bryan mengangkatnya.

Marika memerintahkan pada Bryan untuk memeriksa hasil keuangan wanita dia klaim itu. Dengan perintah itu tentu Bryan menjalankannya.

Marika tidak ingin calon menantunya kekurangan apa pun. Walaupun wanita itu tidak tau jika Marika tau siapa dia. Marika akan tetap terus menyuruh orang memantau. Sampai putranya mengaku atas perbuatannya. Jika tidak, Marika akan melakukan yang dia mau.

"Baguslah, selalu periksa setiap keuangannya. Jika perlu berikan yang dia rasa butuh," pinta Marika.

Bryan pun mengiyakan, "Baik, Nyonya."

Setelah Bryan meninggalkan kamar pribadi Marika. Marika memencet tombol, seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun muncul.

"Ya, Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" Hadap pria itu.

"Bagaimana proyek yang kemarin saya minta? Apa berjalan lancar?" tanya Marika pada pria itu.

"Itu ...."

Pria itu tiba-tiba menegak dirinya, tapi dia langsung menunduk. Mata serigala nya sangat membunuh sekali.

"Ada apa? Apa dia berulah lagi?"

Sudah ditebak oleh Marika, putranya kembali berulah setiap ada pertemuan untuk membahas proyek yang akan mereka ambil. Marika menahan amarahnya.

"Maafkan saya, Nyonya. Tuan Alex sudah menemui mereka tadi pagi di pajak tradisional. Akan tetapi pembahasan itu tiba-tiba diundur, karena Tuan Alex ..."

"Karena apa?"

"Karena Tuan Alex bertemu dengan wanita yang Nyonya cari," lanjutnya kemudian.

Marika mengarahkan ke pria itu. Marika tidak percaya. Kalau putranya bertemu dengan calon menantunya.

"Ap-apa? Mereka sudah bertemu? Lalu?"

Marika malah semakin semangat, dia merasa ada takdir sudah mendekatinya. Harapannya sebentar lagi bisa melihat wajah calon menantu dan dia akan, akan  ....

"Tapi ... mereka tidak saling kenal, Nyonya," lanjutnya pelan. Dia takut jika Ibu Negara marah.

Dia juga tidak ingin menambah buruk keadaan untuk Ibu Negara. Karena beliau juga kemarin keluar dari rumah sakit. Pasti keadaannya belum sembuh total.

"Benarkah?"

"Iya, Nyonya."

Marika merasa kecewa, tapi tidak dimasalahkan olehnya sekarang. Pasti dilain kesempatan mereka akan saling kenal nantinya.

"Apa mereka sengaja tidak saling kenal? Ya sudah, kau boleh keluar sekarang," ucap Marika pada Pria itu.

Pria itu kemudian mendongak bengong, dia selamat dari caci-maki dari ibu negara. Marika melirik pria itu tidak kunjung beranjak dari kamarnya.

"Ada apa lagi? Apa ada yang kau tanyakan?" Marika bertanya padanya.

"Hah? Tid-tidak, Nyonya, saya pikir Nyonya akan  marah setelah saya beritahu soal Tuan Alex dan wanita itu ...."

"Oh? Jadi kau ingin aku memarahi mu dengan cara membunuh diri saya sendiri?!" Tiba-tiba suara Marika meninggi.

"Tid-tidak, Nyonya. Saya tidak berani!" Pria itu langsung menunduk dan meminta maaf. Bahaya jika sampai penyakit Marika kambuh lagi. Mungkin tinggal nama saja.

****

Married With Lies. Where stories live. Discover now