Bagian 6.

123 7 0
                                    

"Ayo di makan, jangan dilihatin saja. Karena ini hari kebahagiaan aku dan Ervan. Aku sengaja bikin ini semua sebagai perayaan kehamilanku, selama tiga tahun ini, aku dan Ervan memang belum dikaruniai seorang anak. Selama itu pula aku sabar dan berdoa akan adanya mukjizat pada kami. Terima kasih buat Mama, Kakak ipar, dan juga Abang Ipar. Berkat kalian juga aku bisa merasakan betapa bahagia bisa hamil," ucap Fira berceloteh panjang lebar sebagai pembukaan pertama di meja makan.

Renata, Ervan, Kevin, Amira, dan Rinda. Sebagai saksi penyimak serta pendengar yang baik diucap oleh Fira tadi.

"Amin!" serentak mereka berlima menyebutkan doa Fira.

"Ayo, ayo, makan!"

Di meja makan mengambil lauk yang mereka suka. Fira mengambil sepotong ayam goreng untuk ibu mertuanya dan juga Ervan. Tidak hanya itu, Fira juga mengambil beberapa lauk di sana.

Renata melihat isi piring menantu diisi berupa daging sayuran tidak ada satu pun di sana. Renata pun mengambil sayur capchai padanya.

"Makan lebih banyak lagi sayuran, mubazir kalau gak dimakan, bukannya kamu suka sekali sama capchai?" kata Renata pada Fira.

Fira tercekat melihat lauk beraneka warna. "Iya, Ma. Nanti aku makan," ucap Fira merasa terpaksa.

Fira merasa enek dengan sayuran itu, tapi mau tak mau dia harus makan. Padahal dia lagi doyan makan daging. Karena tidak ingin dicurigai, dia pun menyantap seolah dia memang suka banget.

Beberapa menit kemudian, Rinda membereskan piring atas meja makan. Di sana Kevin duduk sambil mengorek giginya yang tertempel beberapa sisa makanan. Ervan juga membantu, sementara Fira berlari ke kamar mandi, dia terus mengeluarkan isi perutnya itu. Fira merasa aneh pada dirinya.

"Fira, apa kamu baik-baik saja?" tanya Renata. Soalnya Renata melihat sikap menantu selesai makan bersama. Menantunya buru-buru ke kamar mandi,  jadi Renata mencoba mengecek, takut menantunya kenapa-kenapa.

Lama tidak ada jawaban di kamar mandi. Renata semakin cemas. Ervan menyusul. "Ada apa, Ma? Kenapa dengan Fira?" tanya Ervan pada Renata.

"Mama gak tau, Van. Habis makan bareng, dia langsung ke kamar mandi. Mama coba tanya, sampai sekarang belum dijawab, Mama takut dia kenapa-kenapa," jawab Renata kecemasan pun meningkat.

Ervan pun mencoba memanggil istrinya. Baru akan dia ketuk, pintu itu sudah terbuka oleh Fira dengan keadaan lega sekali.

"Kamu gak apa-apa, kan, Sayang. Mana yang gak nyaman?" Ervan bertanya, dia justru ikut cemas setelah Renata memberitahu kepadanya.

"Apa kita ke dokter? Aku takut kamu kenapa-kenapa, apalagi ...."

"Aku gak apa-apa, kok, Sayang. Tadi aku cuma salah makan, tadi ke makan kayu manis terlalu banyak, dikira itu daging. Ternyata ...."

"Ya ampun, kenapa bisa ceroboh begitu. Ya sudah, aku buatkan teh hangat dulu buat kamu. Habis itu minum vitamin dari dokter, ya!" Fira mengangguk.

Ervan beranjak dan Renata melihat menantunya. Meskipun perutnya belum terlihat. Ada yang aneh pada menantunya. Fira melirik ibu mertuanya dari tadi memperhatikan dirinya.

"Aku gak apa-apa, kok, Ma," kata Fira berlalu melewati Renata.

Renata menghela, seorang ibu mertua pasti mempunyai feeling yang kuat. Seberapa pun disembunyikan tetap akan tercium juga. Walau bukti belum terlalu kuat.

"Mama rasa bukan soal kayu manis yang kamu makan. Sejak kamu hamil, sikap, dan sifatmu berubah. Mama tau kamu sengaja memuntahkan sayur yang Mama berikan tadi, bukan?" sanggah Renata, membuat Fira mematung di tempat.

Fira tau, sampai sekarang ibu mertuanya belum percaya kalau dia hamil dari putranya, Ervan. Sampai kapan pun Fira tetap pada pendirian. Walau berapa kali pun ibu mertuanya selalu memojokkan bahwa dirinya mandul.

"Sifat dari mana, Ma? Bukankah sifat aku memang seperti ini? Gak kok, Ma. Mana mungkin aku sekejam itu memuntahkan isi sayur sudah aku makan sampai halus, aku kan harus jadi menantu yang baik di rumah ini," ucap Fira dengan sikap biasa saja.

Renata menatap tajam pada wajah menantunya. Ada rasa benci pada wanita itu. Renata harus sabar menghadapi menantu walau dengan ucapan yang busuk itu dia berani melawan.

"Aku tau Mama tidak suka sikap ku. Tapi,  aku buktikan bahwa aku akan jauh lebih bahagia dengan Ervan," ujar Fira pergi meninggalkan tempat itu.

Renata mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga urat nadi pun muncul di mana-mana. "Dasar wanita busuk, saya akan buktikan kamu tidak akan bisa bertahan di rumah ini?!" gumam Renata menekankan sekali lagi.

****

David sedang sibuk dengan beberapa data pasien. Tiba-tiba sebuah pintu dibuka tanpa mengetuk. David senyum, lalu menutup map hitam, dan mengalihkan pandangan pada seorang pria dengan muka yang semakin kusut itu.

"Ada apa? Apa kau sudah mengingat semuanya?" tanya David pada Alex.

Alex mendengus dan dia menarik kursi di depan David, lalu dia mendaratkan pantatnya di sana secara kasar. "Aku tidak bisa mengingat sampai sekarang!" jawabnya kesal.

"Lalu? Kau datang kemari untuk apa?" tanya David lagi.

"Jadi kau tidak suka aku datang ke tempat kerja praktek mu?" balas Alex dengan mata serigala nya.

David beranjak dari duduknya, lalu dia mengambil satu gelas minuman mineral pada Alex. "Mana tau, kau datang ke sini hanya untuk mengeluarkan rasa keluh kesal mu?" Alex menerima dengan senang hati minuman itu.

Dengan cepat dia menyeruput sampai habis tak sisa satu pun di gelas plastik transparan tersebut. David menyandarkan pantat di tepi brankarnya.

"Sudah tau kenapa kau tanya lagi? Sudah dua kali aku dapat kesialan terus!" ceritanya.

"Lalu? Kau datang ke sini hanya beritahu itu aja?" Alex malah makin bete saja sama sahabat sialan ini.

David tau arti tatapan mata Alex. "Hahaha ... baiklah, tidak perlu kau pasang mata membunuh seperti itu. Aku cuma bertanya? Apa salah?"

Alex membuang minuman gelas plastik itu ke tong sampah. "Aku kesal sama wanita gila itu!" tuturnya kemudian.

David mengernyit, "Wanita gila? Kau bertemu wanita gila?" David kembali terkekeh. Alex makin merenggut lihat sikap David. Seolah ceritanya benar-benar lelucon.

"Ups! Oke, lalu masalah dengan wanita gila itu, apa?" tanya David lagi.

Alex mendengus dan menarik napas dalam-dalam. "Dia melempar botol minuman tidak pas ke tong sampah, terus air sisa minuman itu mengenai sepatu aku! Kemudian dia dengan tenang-tenang atau pura-pura tuli, terus aku tolongin dia dari bahaya sebuah kereta melaju tepat di depannya. Dia malah seenak jidat membentak aku, bilang kalau aku yang mengakibatkan celana dia kotor atas jiplakan kereta tadi?!" jelas Alex menceritakan pada David.

David yang mendengar pun ingin tertawa lagi. Tapi dia tahan, bahaya kalau dia kelepasan, bukan dirinya, tapi alat praktek miliknya mungkin bisa dijadikan pelampiasan Alex.

****

Married With Lies. Where stories live. Discover now