"Gue ngerasa bersalah sama Galuh. Gue nggak tau gimana perasaan Tante Novi kalo denger ini." Raisa semakin menundukkan kepalanya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sedih nya Novi.

"Lo nggak perlu merasa bersalah, Ra. Ini semua sebagai pembelajaran buat Galuh," lanjut Fathan yang ikut duduk di samping Raisa.

Ada suara langkah kaki yang sangat terdengar, membuat mereka semua melihat siapa yang datang menghampiri. Ternyata sudah ada Danang disana. Pria paruh baya itu masih menggunakan kemaja dan tas yang di jinjing nya.

Raisa mengigit bibir bawahnya kuat. Ia sangat takut jika Danang marah, ia takut disalahkan. Malam ini pukul 3 pagi. Tetapi, Danang rela pulang dari Surabaya hanya ingin melihat kondisi Galuh.

"Bagaimana kondisi Galuh?" tanya Danang. Tidak ada jawaban dari siapapun. Membuat tatapan Danang teralihkan pada Raisa.

"Raisa, bagaimana kondisi Galuh?" tanyanya pada Raisa. Raisa sangat gugup saat ini. Bagaimana ia akan menjelaskan nya.

"G-galuh...."

"Galuh mengalami koma, Om." Itu adalah suara Altar. Altar tahu Raisa tidak berani menjawab. Ia pasti sangat takut. Tapi, mengapa Raisa takut? Tidak ada yang akan menyalahkan dirinya. Ini hanya asumsi dari pikirannya sendiri. Ini semua murni kesalahan Galuh, bukan Raisa.

Raut wajah Danang terlihat sangat emosi. Napasnya memburu, lalu ia mengepalkan tangannya. Raisa yang melihat itu langsung menutup matanya dalam, serta tubuhnya yang bergetar.

"Ada saja tingkah anak itu. Bisanya hanya buat onar. Tidak bisa berpikir kedepan. Hanya balapan yang ada dipikiran Galuh. Entah saya mempunyai kesalahan seperti apa di masa lalu. Hingga mempunyai anak seperti Galuh," ucapnya emosi.

Tidak ada yang berani menjawab penuturan dari Danang. Mereka memang bukan teman dekat Galuh. Namun, mereka semua sangat mengenal Galuh. Yang membingungkan kemana teman-teman Galuh saat Galuh sedang terkena musibah? Kemana anggota geng Gosens saat mengetahui leader nya di rumah sakit?

"Lalu dimana istri saya?" tanya Danang kembali, pasalnya sedari tadi ia tidak melihat Novi disini. Padahal, beberapa jam sebelum kepulangan nya dari Surabaya. Novi sempat mengabari kondisi Galuh dan memaksanya segera pulang.

"Tante Novi sedang dirawat, Om. Tadi Tante Novi sempat pingsan. Mungkin dia sangat syok," ucap Altar.

Danang memijit pelipisnya. Istrinya kembali sakit, dan ini semua gara-gara Galuh. Ia ingin memarahi Galuh. Namun, rasanya sungguh tidak tega. Apalagi hingga kini Galuh tak kunjung sadarkan diri.

"Kalau begitu, kami pamit pulang, Om. Ini sudah pagi, kami juga akan sekolah," pamit Altar lalu di anggguki oleh Danang.

Teman-teman lainnya sudah pamit terlebih dahulu. Lalu kini giliran Altar yang akan pulang. Tapi, ia tak sendiri. Altar mengajak Raisa untuk ikut pulang. Awalnya Raisa menolak dan ingin menemani Novi hingga sadar. Namun, Altar melarang nya. Pasalnya sebentar lagi Raisa akan olimpiade, yang di haruskan ia fokus belajar. Bukannya terlalu banyak pikiran, ini akan mengganggu konsentrasi nya. Sedari tadi juga Raisa belum istirahat, yang ia lakukan hanyalah menangis, meratapi rasa bersalah yang tidak ada gunanya.

Sesampainya di mobil Altar, Raisa masih saja diam. Ia sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Altar yang melihat nya hanya menghela napas panjang.

"Raisa, nggak usah terlalu dipikirin. Ingat mimpi kamu. Kamu ingin menang olim ini, kan?" ujar Altar yang hanya di balas anggukan kecil oleh Raisa. Pandangan Raisa masih fokus ke depan.

"Waktunya tinggal 5 hari lagi. Ini waktu yang cukup singkat. Sibukkan diri kamu buat belajar." Altar membelai lembut tangan Raisa. Lalu Raisa menoleh seketika.

Raisa tersenyum penuh arti. "Makasih, ya," balasnya.

***

Pagi ini Raisa di panggil keruangan Bu Vindra, selaku guru pembimbing olimpiade kimia. Entah apalagi yang akan Bu Vindra bicarakan kali ini. Mood Raisa masih belum stabil sekarang. Pikirannya terus saja terbayang-bayang Novi. Apakah sekarang Novi sudah sadar?

Tok.. tok....

"Permisi Bu," sapa Raisa ketika pintu sedikit terbuka.

"Silahkan masuk," balas Bu Vindra, lalu Raisa memasuki ruangan Bu Vindra. Tubuhnya ia dudukkan di kursi yang sudah di sediakan.

"Ada apa, Bu? kenapa Ibu panggil saya," tanya Raisa lalu di balas senyuman Bu Vindra.

"Begini Raisa, karena sebentar lagi waktunya olimpiade tiba, saya mengharuskan kamu untuk tidak berangkat dan belajar di sekolah dulu. Fokuskan diri kamu hanya untuk olimpiade. Lebih giat belajar kimia dan persiapkan mental dan pikiran kamu. Karena ini menyangkut prestasi kamu dan nama baik sekolah," tutur Bu Vindra.

Raisa mengangguk paham. "Baik, Bu. Untuk beberapa hari kedepan sampai olimpiade selesai saya akan belajar dirumah."

"Terimakasih Raisa. Ini demi kebaikan kita semua. Semangat terus, ya. Semoga sukses."

"Iya, Bu. Terimakasih. Saya permisi." Raisa mengangguk lalu berpamitan dengan Bu Vindra dan melenggang meninggalkan ruangan Bu Vindra.

Saat Raisa akan kembali ke kelasnya, tiba-tiba geng Gosens datang menghampiri nya. Apa yang akan mereka lakukan padanya? Kenapa tatapannya seolah menyiratkan kebencian? Entah mengapa perasaan Raisa mendadak tidak enak.

Raisa terus saja berjalan lurus, ia mengabaikan keberadaan mereka yang terus saja menghalangi jalannya. Raisa mencoba berpikir positif dan menatap lurus ke depan.

Raisa menghentikan langkahnya ketika tangan Bagas menahan pundaknya dari depan. Pundak Raisa terasa sangat nyeri, karena tangan Bagas seperti menekan pundak nya dengan penuh tenaga.

Ia meringis kesakitan. "Mau kalian apa, sih?" tanya Raisa terus terang.

Willy tersenyum hambar, lalu diiringi tawa oleh yang lainnya. "Mau kita lo nikah sama Galuh."

"Kalian gila, ya?" Raisa menghempaskan tangan Bagas yang masih menekan pundak nya itu.

"Ini harus! Lo harus nikah sama Galuh! Galuh itu berubah karena lo! Dia jarang ngumpul sama kita gara-gara selalu menghampiri lo! Dia jadi budak cinta gara-gara lo!" sinis Varo, lalu mendorong tubuh Raisa hingga terbentur tembok cukup keras.

"Ahhh!" Raisa harus minta bantuan kepada siapa sekarang? Disini sangat sepi, karena ini adalah jam pelajaran. Mereka melakukan tindak kejahatan pada nya. Mereka sudah menyakiti fisik Raisa.

Raisa merasakan pening di kepalanya karena benturan itu. Ia menatap Willy, Bagas, Varo, dan Sens dengan tatapan tajam.

"Kadang gue heran sama Galuh. Kelebihan lo apa sih? Sampai dia bisa tergila-gila sama lo!" ujar Bagas.

"Gue juga heran sama Galuh, kenapa dia begitu suka sama gue? Gue juga nggak mau terus-menerus di kejar Galuh. Kalian kira gue seneng gitu? Enggak sama sekali!" balas Raisa skatatis. Raisa memang gadis lemah. Namun, ia harus terlihat kuat di depan laki-laki kejam seperti mereka.

"Kok lo nyolot, sih?" Willy menggenggam pergelangan tangan Raisa dengan cukup kuat hingga Raisa mengaduh kesakitan. Tetapi, ringisan Raisa tidak akan di dengar dan di perhatikan oleh mereka. Geng motor brandal yang tak punya belas kasih.

Raisa melirik tangan nya. Tangan putih nya berubah menjadi memar dan kemerahan.

Willy meninju tembok pas di samping wajah Raisa. Sontak membuat Raisa keget dan memejamkan matanya. Tuhan tolong Raisa....

TBC

Tinggalkan jejak dengan cara memberikan vote dan komentar.

Maaf, ya kalo nggak ngefeel (:

Akhir-akhir ini rasanya nggak ada ide, agak buntu nih otaknya.

Follow me on Instagram
@revinanessa__

ALTARAISAWhere stories live. Discover now