Terungkapnya satu-persatu kepahitan masa lalu, pertemuan sadis yang tidak pernah diinginkan, perjuangan menggapai dan mempertahankan mimpi yang melambung tinggi, mempererat indahnya keharmonisan, hingga ketulusan pengorbanan yang terluapkan.
🌏 W•U
...
Hwan Gi telah berada di dalam toilet dan sedang berdiri tepat di depan sebuah cermin besar. Ia menyalakan keran air sekencang mungkin untuk meredam suara isak tangisnya agar tak sampai terdengar dari luar. Hwan Gi menangis tersedu-sedu karna hampir saja ia akan kehilangan sosok pria kesayangannya. Seutas tali seolah sedang mencekik lehernya. Nafasnya tak beraturan dan seluruh ruangan menjadi berputar-putar di penglihatannya. Hwan Gi terus berusaha mengkontrol kesadarannya dengan membasuh wajahnya yang berubah pucat berulang kali meskipun itu tidak memberi pengaruh dalam menghilangkan sakit di kepala.
Ketika ia membasuh mukanya untuk yang kesekian kali, sesuatu melintas di otaknya. Hwan Gi menjadi diam membeku. Ini bukan pertama kali dirinya menjadi seperti ini, namun di setiap pengulangan perasaan seperti ini terjadi- ia tidak pernah sanggup mengendalikannya. Tubuhnya mulai limbung dan kepalanya malah semakin sakit.
Mengingat peristiwa-peristiwa di masa lampau, Hwan Gi terbayang wajah Myung Soo ketika depresinya kumat. Hwan Gi selalu berusaha menjaga Myung Soo agar tetap berada di jalannya, di jalan yang lurus. Dia tidak ingin kejadian buruk di masa lalu yang pernah membawanya dalam situasi serba salah, akan terulang lagi untuk kedua kalinya.
Kegelisahan yang berkeliling dihatinya perlahan telah menghilang, begitu pula dengan sakit di kepalanya. Hwan Gi bergegas keluar dan menghampiri salah seorang pelayan yang sedang membersihkan karpet menggunakan alat penyedot debu. Hwan Gi bertanya padanya dimana ia bisa mendapatkan sebuah sapu dan juga serok. Tanpa menanyakan untuk apa Hwan Gi mencarinya, pelayan wanita itu segera menunjukan letak dimana kedua benda yang baru saja selesai digunakannya. Hwan Gi berterimakasih padanya dan segera membawa benda itu ke kamar Myung Soo.
Di perjalanan menuju kamar Myung Soo, ia kembali berhalusinasi tentang Myung Soo yang telah sekarat di kamarnya sekarang. Halusinasi yang mengelabuinya membuatnya menderap agar sampai dengan cepat ke kamar Myung Soo sembari menenteng alat pembersih di kedua tangannya dan dengan hati yang terus berdoa memohon kepada Tuhan agar tidak mengabulkan firasat buruknya.
Saat ia membuka pintu kamar Myung Soo, matanya menjadi membesar seketika. Apa yang ia khawatirkan untungnya tidak pernah terjadi. Myung Soo masih duduk normal di kursi dan tidak sedang sekarat. Kali ini Hwan Gi merasa bahwa dia lah yang terlalu melebih-lebihkan perasaannya. Hwan Gi menghampiri Myung Soo dan mengelus kepalanya, ia berkata pada Myung Soo bahwa Myung Soo adalah anak yang baik; sebagai penghargaan dari orang yang lebih tua kepada anak yang lebih muda.
Hwan Gi mulai membersihkan pil-pil yang berserakan, Myung Soo terus memperhatikannya menyapu. Tidak ada hal lain yang Hwan Gi fikirkan sekarang selain berusaha menyingkirkan seluruh obat-obatan ini. Tidak boleh tertinggal dua atau satu pil-pun. Selain dirinya, Yun Sook, dan seorang bibinya, tidak ada lagi seorang pun yang mengetahui jika selama ini Myung Soo telah mengonsumsi obat-obatan. Ia memasukan seluruh obat-obatan yang telah ia sapu ke tempat sampah. Setelah ia selesai membersihkan semuanya, meletakan alat pembersih di sudut ruangan, tiba-tiba Myung Soo memanggilnya,
"Hyeong..." Tuturnya, suaranya terdengar sangat parau.
"Hmm?" Hwan Gi mengambil sebuah kursi kosong dan meletakannya di hadapan Myung Soo yang duduk menyamping, "Ada apa?" Sahutnya yang telah duduk disana.
"Maafkan aku.." Nada suaranya yang manja dan penuh penyesalan membuat hati nurani Hwan Gi bergejolak dan semakin merasa bersalah karena tidak dapat menjaganya.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.