Chapter 1 : Begin (pt.2)

31 5 0
                                        

Di tempat lain, seorang pria sedang asyik berkutat dengan buku-buku tebalnya. Sibuk menyalin ulang ke buku tulis hal penting yang dipelajari dibuku diktat. Wajah lelahnya bukan apa-apa. Ia terus belajar dengan serius di dalam kamar pribadinya. Sesekali ia memperbaiki posisi kacamatanya yang terturun sedikit. Dia melirik ke arah jam di mejanya. Sudah lima jam lamanya ia seperti ini tanpa istirahat. Ia kembali berfikir sembari mengacak rambutnya dengan keras. 

Stres tiba-tiba saja mengetuk pintu otaknya. Bodohnya, ia membiarkan stres masuk kedalam. Migrannya kumat untuk kesekian kalinya. Ia mulai merasa muak dengan semuanya. Pria itu menghentikan aktifitas menulisnya. Dia melepas kacamata dan melemparkannya ke meja dan menutup buku-bukunya yang ada diatas meja. Kemudian ia membuka sebuah laci meja disamping kanannya. Ia mengambil sesuatu yang terlihat seperti botol obat.

Dengan frustasi ia menumpahkan setengah isi botol kapsul itu ke tangan kanannya. Ia berniat ingin menelan habis semua butiran-butiran obat yang ada ditangannya sekarang. Cahaya pengharapan tak lagi dapat dirasakan oleh tubuhnya. Kekejaman putus asa menimpa tubuhnya yang lemah. Tangan kanannya yang berisi obat-obatan tadi sudah berada tepat di ujung bibirnya. Namun takdir berkata lain, tangan itu segera ditepis dengan cepat oleh Hwan Gi yang secara tiba-tiba telah berada disana. Seluruh obat ditangannya berhamburan ke lantai.

Pria itu menatap Hwan Gi dengan tatapan kosong. Ia seperti sudah putus asa akan hidupnya yang rumit ini. Hwan Gi masih merasa begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi tepat didepan kedua matanya. Tak bisa ia bayangkan bagaimana jadinya, bila dia terlambat masuk ke kamar Myung Soo satu detik saja. Hwan Gi mungkin akan menemukan tubuh Myung Soo yang terbujur kaku dan kejang-kejang di lantai atau mungkin hal yang lebih buruk dari itu akan terjadi. 

Hwan Gi duduk terlemas dilantai berwarna coklat kayu yang dingin. Nafasnya terengah-engah tak beraturan dan keringat hampir membasahi seluruh baju yang ia kenakan. Myung Soo menatapnya dalam lamunan kekosongan. Tak sampai disitu saja, karna sepertinya Myung Soo memang berniat untuk mati! Dia mengambil kembali botol obat yang berada di atas meja. Sekali lagi ia menumpahkan sisa obat di dalam botol itu ke telapak tangannya. Hwan Gi yang masih terduduk lemas dilantai, menggapai tangan Myung Soo secara dramatis. Kemudian, Hwan Gi meneguk air liurnya dan bangkit berdiri.

Tangan Myung Soo masih dalam cengkramannya. Ada keperihan tersendiri ketika melihat Myung Soo melakukan hal bodoh seperti ini. Sesuatu menggenang dipelipis matanya, membuatnya berkaca-kaca tetapi ia mencoba menahannya agar tidak jatuh membasahi pipinya. Hwan Gi tidak mau Myung Soo melihatnya menangis, karna itu akan membebani Myung Soo secara pribadi. 

Hwan Gi menumpahkan kembali obat-obat di telapak tangan Myung Soo ke dalam botol kapsul berwarna putih. Dia menutup botolnya dengan rapat dan memasukannya kembali ke dalam laci meja tempat Myung Soo biasa menaruh botol itu. Hwan Gi tidak bisa membuang obat itu begitu saja karna ia tahu Myung Soo sangat membutuhkannya. Itu bukan sebuah pil narkoba yang akan membuatmu sakau dan merintih kesakitan ketika tidak menelan atau menyutikannya ke tubuh.

Obat yang diminum Myung Soo hanyalah pil penenang biasa tetapi dapat berefek kecanduan jika meminumnya secara terus menerus. Hwan Gi sudah memperingati Myung Soo untuk meminum obat itu seperlunya saja ketika sedang merasa stres berat, tapi ia justru malah menggunakan obat itu sebagai jalur pintas menghilangkan nyawa.

Untuk mendapatkan waktu menenangkan diri sendiri, Hwan Gi meminta Myung Soo untuk diam dan menunggu selagi ia keluar sebentar untuk mengambil alat pembersih. Setelah keluar dari kamar itu, Hwan Gi menghela nafas yang sangat panjang. Lelaki itu melangkah terhuyung-huyung sampai membuat beberapa pekerja rumah tangga menanyakan apakah dirinya baik-baik saja. Ini bukan pertama kalinya ia berbohong dengan mengatakan jika ia tidak apa-apa. Dan konsekuensi yang ia dapatkan dari pembualan itu adalah berjuang untuk tetap tegar sendirian.

We're LearnWhere stories live. Discover now