Chapter 17; what if

7.7K 929 44
                                    

Happy weekend~
Kali ini Hye pake sudut pandang author biar kecakup semua perasaan karakternya hehe

Selamat membaca~


Author's POV

Seorang pria berambut emas sedang disibukkan dengan pekerjaannya yang menumpuk. Malang sekali nasibnya. Baru saja selesai perang, sudah banyak tugas sebagai pangeran mahkota yang sudah menunggu.

"Apakah kereta kudanya sudah sampai?" tanyanya kepada bawahan kepercayaannya.

Stevan Phillipe de Hemmington, anak keluarga Marquess yang pernah diselamatkan Dion saat berperang. Saat itu Stevan dikirim sebagai prajurit tanpa persiapan yang matang sehingga seorang musuh hampir saja menusukkan pedang di dadanya. Untung saja Dion dengan sigap melawan dan memutar balik keadaan. Sejak saat itu Stevan berjanji akan menjadi orang yang paling setia kepada Dion.

"Saya pastikan sekarang Lady Lilith sudah menerima hadiah tersebut, Yang Mulia," jawab Stevan. Walau mereka cukup dekat,—sebenarnya sangat dekat namun mereka terlalu gengsi untuk mengakuinya—Stevan tetap berusaha berperilaku formal saat dalam mode kerja.

"Bagaimana pergerakan ratu?"

"Ratu frustasi karena gagal mendapatkan tambang emas keluarga Lecuyer. Sekarang ia mencoba mendapatkan dukungan dari Kerajaan Terra dengan menjodohkan kembali Marquess Fabron,"

"Kerajaan yang baru berkembang itu?"

"Sepertinya ratu ingin menyatukan kedua kerajaan dengan iming-iming pernikahan politik, pangeran,"

"Wanita rakus. Hanya karena ingin anaknya naik tahkta ia melupakan sejarah kerajaan kita?"

Stevan hanya bisa membenarkan pertanyaan atasannya itu. Sebenarnya ia juga heran dengan jalan pikiran Ratu Reyana. Apakah rasa nasionalismenya memang sekecil itu?

"Bagaimana dengan Irena? Apa ada berita baru tentangnya?" Dion menatap perempuan berseragam prajurit di depannya.

Clementine Delicya de Asgard atau biasa dipanggil Cle. Ia juga salah satu orang terdekat sekaligus sepupu jauh Dion dari pihak ibunya. Hubungan mereka bahkan terlalu dekat untuk sekedar menjadi kekasih. Lagipula Cle sudah memiliki tambatan hati sendiri. Seperti yang kalian duga, gadis tomboy itu menyukai Stevan sehingga tidak tertarik untuk sekedar menambah nama Dion di hatinya.

"Adikmu itu sangat nakal. Aku kasihan dengan pengasuhnya yang harus mengejar-ngejar dia karena dia kabur saat menuju ruang makan, for godness sake, hanya untuk sarapan Di," gerutu gadis berambut oranye itu.

Dion hanya tertawa kecil membayangkan tingkah adik kesayangannya itu.

"Entah apa yang dipikiranmu sehingga kau menunjukku untuk mengawasi anak badung itu,"

"Kau perempuan yang paling aku percaya, Cle," kata Dion. Jika ia mengucapkan kata-kata itu kepada gadis lain mungkin gadis itu akan auto baper dengan ucapannya.

"Oh, maaf aku tidak tertarik menjadi orang ketiga dalam hubungan kau dan Stevan,"

"KAMI TIDAK GAY!" teriak dua pria itu berbarengan.

"Wow, wow, kalian kompak sekali, jangan-jangan jodoh?" ledek Cle. Beginilah hal-hal yang menjadi bahan bercandaan mereka bertiga. Dion setidaknya harus bersyukur karena dengan beban seberat itu, ia masih punya dua sahabat yang mau menemaninya.

"KAKAK!!!" tiba-tiba pintu ruang kerja Dion terbuka dengan keras dan memunculkan seorang gadis berusia sekita 10 tahun dengan rambut emas dan mata amethyst.

"Putri Irena! Kau kabur dari kelas lagi, huh?" singgung Cle.

"Kau ngomel terus, kakak wortel. Siapa suruh mereka memanggil guru sejarah yang terus-terusan mengulang cerita yang sama. Lebih baik aku menemui kakakku yang menghilang berabad-abad ini," oceh Irena.

A Mission to Change the Stupid Villainess' FateWhere stories live. Discover now