BAB 5 - Hangat

40 11 30
                                    

Guru pembina sekaligus penanggung jawab acara langsung menghubungi Bibi Gathi untuk segera datang menjemput keponakan nya yang belum juga sadar.

"Gath ? Lo udah sadar ?". Una langsung mendekap tubuh sahabat nya dengan perasaan lega.

Banyak mata yang menatap nya. Guru, panitia acara, teman-teman tim Dewi Sartika, dan siswa lain yang sedang sibuk bertanya-tanya apa yang terjadi. Dengan tubuh yang masih lemas, Ia berusaha bersikap normal berpura-pura kebingungan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Una menjelaskan kalau tadi Ia tergeletak tak sadarkan diri di ruangan tempatnya Uji Nyali dan akhirnya 30 menit kemudian siuman.

Tak berselang lama, Bibi datang dengan ekspresi marah di wajah nya. Wanita separuh baya itu langsung menarik tangan Gathi dan meraih ransel besar milik keponakan nya. Ia pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun. Ucapan terimakasih atau semacamnya tak terucap sedikitpun. Tentu hal itu membuat semua orang yang melihat merasa heran. Alih-alih cemas, Bibi Gathi malah terlihat begitu naik pitam dengan wajah yang memerah dan tatapan tajam penuh amarah.

....

Gathi belum juga masuk sekolah sampai hari ini. Izin sakit menjadi keterangan di buku absen kelas nya selama 3 hari. Namun, nyata nya gadis itu benar benar sehat. Ia belum berani menghadapi ribuan pertanyaan dari teman-teman nya yang penasaran pasal kejadian itu. Belum lagi, soal sikap Bibi yang kurang sopan di depan semua orang saat menjemputnya hari itu.

Tak ada percakapan yang terjadi di antara Gathi dan Bibi. Bahkan Bibi lebih dingin dari sebelumnya.

"Apa Bibi marah banget ya?". Gathi bertanya pada dirinya sendiri. Ditambah lagi apa Bibi tidak penasaran tentang apa yang terjadi sampai Ia diminta untuk menjemput Gathi di tengah malam buta. Sama sekali tidak ada ekspresi khawatir di raut wajah nya.

"Ah, sudahlah. Bibi memang gak pernah peduli"

Ia memecah lamunan nya sendiri. Tangan nya kembali meraih ponsel dan jari-jari mulai dengan cepat menari di layar 4,5 inch tersebut. Walau hanya sekedar bolak balik scroll Instagram, Whatsapp, dan Twitter berulang-ulang kali. Sebenarnya, ada yang sedang di tunggu dan di harap harapkan oleh nya. Pesan Whatsapp. Ya, pesan Whatsapp dari teman-teman kelas yang menanyakan kondisi nya saat ini. Namun, semua itu harapan fatamorgana. Tak ada satupun chat yang masuk. Termasuk Una, sahabatnya sendiri pun seolah lupa akan keberadaan Gathi.

Gathi kembali menarik nafas nya dalam sembari mencoba menepis semua fikiran negatif yang ada di benaknya.

"Mereka pasti sibuk nugas. Iya, Una juga pasti sibuk banget nugas". Sebuah kalimat yang terus Ia benamkan di otak nya. Walau sebenarnya kalimat itu tak cukup untuk menenangkan hati dan membuang semua terkaan negatif itu.

Ditaruhnya ponsel tersebut di bawah bantal yang sedang Ia tiduri. Siang ini, Ia cuma rebahan saja di ranjang yang sama sekali tidak empuk miliknya. Dengan kipas angin sebagai teman adem yang cukup untuk membuat kedua mata nya mengantuk dan bersiap untuk menikmati tidur siang. Memang beda, tidur di saat matahari masih tersenyum terik dengan bulan bintang yang mulai menguasai langit hitam. Siang hari, Gathi bisa memejamkan mata dan mengeksplor dunia mimpi dengan nyaman dan bebas tanpa ada yang mengusik. Aji mumpung, 3 hari ini Ia manfaatkan untuk leyeh leyeh dirumah.

"Ah, tempat apa ini ? Indah banget". Gathi berdecak kagum akan pemandangan di sekelilingnya. Warna-warni bunga bertebaran disana, harum nya menyeruak diseluruh penjuru tempat itu. Cahaya bulan yang bersinar dengan terang seolah sedang dibantu oleh sang mentari. Kerlap-kerlip bergerak dengan sayap kecil nya mengitari dedaunan. Tampak sebuah lampu di samping kursi panjang berukiran salur tersebut. Sejauh matanya memandang, hanya ada bunga bunga cantik dan beberapa pohon cemara yang berjajar rapi dengan cantiknya.

Kaki nya melangkah perlahan menyusuri tempat itu. Ia seolah sedang dituntun oleh hewan bersinar yang terbang bersamaan di depan Gathi. Tanpa sadar, dia mengikuti  arah terbang nya kunang-kunang itu. Sambil sesekali tersenyum dan menghirup aroma bunga yang begitu memanjakan indra penciuman nya. Anehnya, tak ada rasa takut di hati gadis itu padahal itu sudah malam dan Ia sedang berada di luar rumah.

Setelah beberapa saat mengikuti si kecil yang bersinar itu, Ia berhenti tepat di depan pohon yang berada di sisi kanan dan kiri jalan berukuran tidak terlalu besar dengan beberapa ranting nya melengkung saling mengait membentuk seperti gerbang lorong kecil. Samar mata nya melihat ke dalam itu, nampak sebuah cahaya agak redup disana. Ia penasaran dan kembali melangkah masuk kesana sambil sesekali memperhatikan langkah nya karena di lorong itu remang cahaya.

Semakin dekat Gathi dengan cahaya itu. Namun semakin dekat, cahaya tersebut malah berpendar berganti dengan sosok seorang pria dengan pakaian serba putih dan menghadap membelakangi Gathi.

Sejenak, Ia terdiam dan menghentikan kaki nya dan mulai memandangi sosok itu dengan seksama. Mata nya tak berpaling sedikitpun. Di sekujur tubuh pria itu masih ada sedikit cahaya yang memancar. Berniat untuk maju kearah sosok tersebut, si pria itu mulai berbalik kearah Gathi yang kembali menghentikan langkahnya.

Gathi hanya menatapnya, berharap untuk segera tahu bagaimana rupa dibalik punggung yang sedari tadi Ia telusuri.

"Huwaaaaaaggghhh !!!!!". Gathi berteriak kencang karena sosok yang kini menghadap menatap dirinya. Realita memang tak seindah ekspektasi. Yang diharapkan sosok lelaki tampan dengan wajah yang juga bersinar, tapi kenyataan nya pria berwajah rata tanpa sedikitpun pelengkap di wajahnya. Mata, alis, hidung, termasuk mulut yang tidak ada di tempatnya.

Gathi segera menjauh dari tempat itu. Ia berbalik dan berlari kembali kearah lorong tersebut. Dengan nafas yang sudah ngos ngosan. Kaki nya seakan tak mampu lagi untuk meneruskan lari. Tubuh nya mulai kehilangan keseimbangan.

"Brugghh !!"

Tubuh nya terjatuh. Bukan ke tanah, melainkan ke pelukan seorang pria asing yang belum pernah dilihat sekalipun oleh Gathi. Mata nya terus menatap wajah pria itu dengan terpana.

"Tampan". Kata pertama yang terbersit di benak Gathi. Wajah manis dengan lesung pipi di sebelah kanan, hidung mancung bak perosotan, bibir tipis kemerahan, kulit sawo matang yang membuat nya semakin terlihat macho.

"Ah pegel tau". Pria itu melepaskan peluk nya dari tubuh Gathi dan membuat wanita itu terjatuh ke tanah.

"Nyebelin". Kata selanjutnya yang diucap dalam hati. Ia langsung cepat-cepat berdiri dan kembali menatap pria asing tersebut.

"Kamu kenapa bisa ada disini ? Apa gara-gara tadi aku sebut nama kamu ?"

Gathi tampak bengong dengan pertanyaan yang diajukan pria itu. Ia hanya terdiam dan bertanya-tanya dalam hati.

"Kenapa ? Aku tampan ya ?". Pria itu tertawa sambil menggoda Gathi yang terus menatap dirinya dalam-dalam.

"Ha ? Kepedean !"

"Kamu masih sama seperti dulu yaa hehe .. Yaudah yuk pulang". Tanpa basa basi pria misterius itu menarik tangan Gathi. Lagi lagi Gathi merasakan perasaan yang aneh dalam dirinya. Kehangatan. Begitu hangat sampai rasanya ingin terus menggenggam tangan ini. Tanpa disadari, air menetes dari pelupuk mata nya. Entah mengapa, Ia juga tidak punya jawaban. Yang jelas Ia begitu bahagia.

"Huwaaa huwaaa"
Teriakan anak tetangga menampar keras telinga Gathi. Suara teriak disusul tangisan itu jelas membuat nya geram. Itu sukses membangunkan Gathi dari tidur indah nya.

"Ahh tu bocah anak siapa siihhh?!!". Ia ngedumel sambil memaksa kelopak matanya untuk terbuka.

Gathi celingak celinguk kiri kanan sambil memperhatikan sekitar. Ternyata, Ia masih berada di ruangan favoritnya untuk rebahan.

"Apa yang tadi itu mimpi ?". Gathi mengangkat telapak tangan kanan dan menempelkan nya ke pipi untuk merasakan genggaman hangat yang sempat memeluk hatinya. Ternyata, kehangatan itu masih terasa jelas. Ia tersenyum, wajah nya merona sambil terus menatap jari dan telapak tangan. Terasa seperti kejadian nyata, sebab rasa aneh dalam hati nya pun benar terasa hingga kini.

Gathi mulai beranjak meninggalkan kasur tempat Ia terjun ke dunia mimpi. Tak sengaja, ekor mata nya menangkap sesuatu yang ada di atas meja rias. Kertas putih yang berisi tulisan pendek sebagai penghias.

"Lain kali lebih waspada, jangan sampai terjatuh. Aku tidak mau lagi menangkap mu ! Tubuh mu sangat berat seperti kerbau, hahaha"

"Siapa yang menulis ini ??!"

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Mar 28, 2021 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Selepas SWASTAMITADove le storie prendono vita. Scoprilo ora