Dear, Hurt

2.9K 118 0
                                    

"Bukan aku tidak ingin menjauh, tetapi hati telah teratut padamu."


*.*.*.

Lalu-lalang orang mengobrol di sekeliling Arora. Sesekali, ia teguk minuman dingin dengan sedotan hitam yang dipegang olehnya. Matanya sibuk menyorot beberapa tempat dengan etalase yang memajang banyak jenis pakaian. Hari ini, ia sudah ada janji dengan Ethan untuk berbelanja. Selain keperluan rumah, juga beberapa pasang pakaian.

Arora lalu berhenti di depan salah satu tokoh. Ia masuk ke dalam dan melihat barang-barang yang terpajang di sana setelah membuang minumannya yang masih tersisa setengah. Salah seorang pegawai menghampirinya, tersenyum ramah dan menyapa.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Perempuan dengan seragam abu-abu itu bertanya.

Tidak ada jawaban dari Arora. Ia menyentuh baju yang tergantung di depannya. Sangat lembut dan kecil. Gambar bayi yang ada di dinding membuat senyumnya hilang seketika. Ada rasa yang tidak dimengerti olehnya kini bersarang dalam dadanya. Seperti ada keinginan besar yang sangat ingin ia wujudkan, tetapi ia sendiri bingung.

"Silakan liat-liat dulu, ya, Bu. Saya ke sebelah dulu," ucap pegawai tadi, setelah pelanggan yang baru masuk memanggilnya.


Baju bayi itu terlihat sangat indah. Arora ingin membelinya, tetapi ia tidak tahu akan dikenakan oleh siapa. Matany lalu tertuju pada pasangan yang sedang berdiskusi di sampingnya.


"Kita bahkan belum tau jenis kelaminnya, Sayang," ucap perempuan berambut pendek yang perutnya membuncit.


"Padahal, sudah tujuh bulan. Dia teralalu pemalu," balas lelaki yang sedang mengusap perut istrunya.


Baju yang tadi dipegang oleh Arora diletakkan kembali ke tempatnya. Ada hangat yang mendesak di matanya. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ada sakit begitu melihat pasangan yang sibuk memilih pakaian untuk calon anaknya. Mereka hanya orang asing. Namun, perut buncit itu, ia menginginkannya.


"Aku cariin dari tadi, kamu di sni ternyata." Suara itu datang bersamaan dengan lengan yang merangkul Arora,


Senyum tersungging di wajah Arora saat menoleh ke samping di mana Ethan telah berdiri. Dalam hati, ia bertanya bagaimana rasanya memiliki pernikhan yang sesungguhnya. Pernikahan di mana dua hati slaing bertaut dan saling memiliki. Mungkin, ia dan Ethan juga sedang berburu pakaian bayi seperti pasangan tadi.


"Pakaian bayi, kamu ada teman yang melahirkan?" Ethan bertanya sambil meraih satu baju.


"Tidak. Aku hanya liat-liat. Rasanya lucu aja."


Tatapan Arora masih tertuju pada pakaian bayi itu saat jemarinya digenggam oleh Ethan sambil beranjan menjauh. Setelahnya, ia melekatkan pandangan pada Ethan yang sibuk merencanakan makan malam mereka. Sejak dua bulan terakhir, ia merasa pernikahannya semakin menyenangkan. Elvina seakan tidak menjadi jurang antara mereka. Mereka telah hidup dalam dunia mereka sendiri.


Ethan rutin pulang lebih awal untuk makan malam dengannya. Saat makan siang pun, mereka kadang bertemu untuk makan nersama. Namun, memang kadang Ethan masih menerima telepon dari Elvina. Bagi Arora, itu bukan masalah besar. Hanya menunggu waktu, ia bisa mendapatkan hati lelaki yang ia cintai itu seutuhnya.


Perempuan hamil, pakaian bayi, dan Ethan tumpang tindih di benak Arora. Ia lalu menyamai langkah Ethan, menatap lekat wajah di sampingnya. Pasti akan indah jika ia bisa memiliki anak yang memilik wajah Ethan. Ia langsung tersenyum seetlah ide hebat menghampirinya. Jika ia bisa mengandung anak Ethan, lelaki itu tidak mungkin meninggalkannya.


*.*.*.


The Antagonist  (Completed) Where stories live. Discover now