Pretty Lies

1.6K 114 4
                                    

"Banyak hal yang bisa menjadi alasan, tetapi bagiku hanya dirimu."

*.*.*.

Ethan mengantar Elvina hingga keluar dari lobby gedung. Perempuan itu tidak membawa mobil. Tadi, ia diantar oleh sopir. Ia sempat meminta Ethan untuk menjemput, tetapi lelaki itu berkata tidak bisa karena harus menunggu Arora. Alasan itu sebenarnya tidak masuk akal baginya, ia hanya mencoba mengalah untuk mengindari perdebatan tidak berarti. Seperti biasa, ia memilih untuk mengalah.

Bersamaan dengan taksi online yang akan menjemput Elvina, mobil Jojo juga berhenti. Arora turun dari mobil setelah Jojo membuka pintu untuknya. Mereka tersenyum, terlihat Jojo membisikkan sesuatu pada perempuan di sampingnya.

Melihat Elvina yang hendak masuk ke mobil, Arora memberinya senyum manis. Melambai sebentar saat senyumnya dibalas. Tiba-tiba, ia terkesiap, saat jemarinya tertarik. Ia menatap Ethan yang kini menggenggam tangannya.

"Aku duluan, besok aku jemput, ya," pamit Jojo.

"Oke, hati-hati," ucapnya pada Jojo, lalu beralih pada Ethan sambil mencoba melepas genggaman. "Lepas, nanti Elvina liat."

Seakan tidak peduli, Ethan malah menarik Arora untuk masuk ke gedung. Ia terus melangkah, tidak peduli yang ia tarik terus protes.

"Gimana kalau Elvina cemburu?" protes Arora, saat mereka di dalam lift.

Ethan memilih diam, sementara tangannya menggenggam erat jemari Arora.

"Ethan!" Arora menghempas kencang jemari Ethan. "Aku gak mau cari masalah."

Ethan melirik sekilas pada Arora. Ia bersedekap, mengarahkan pandangan pada pintu. Setelah pintu itu terbuka, ia keluar dengan Arora yang mengekor di belakangnya.

"Lain kali, jangan asal pegang tanganku kalo ada Elvina!" celetuk Arora, ia menutup pintu.

Kening Ethan mengerut. Matanya memicing ke arah Arora, bertanya alasan ia tidak boleh asal memegang tangan Arora.

"Aku gak enak sama Elvina." Arora berusaha menghindari tatapan Ethan, hingga lelaki itu semakin yakin bahwa perempuan itu menyembunyikan sesuatu.

"Elvina gak bakal cemburu, apalagi sama kamu," tukas Ethan.

Arora tidak setuju. Ia beralasan bahwa hati orang siapa yang tahu. Mungkin saja Elvina mengatakan tidak cemburu, tetapi ia berkata yakin ada cemburu di hati kekasih Ethan itu.

"Berhenti bahas Elvina, ayo bahas kamu dan Jojo," putus Ethan. "Kenapa dia bisa tahu tentang perjanjian kita?"

"A-aku pikir tidak apa-apa, Jojo itu bukan orang lain. Dia tidak akan membocorkan rahasia kita." Arora memberi alasan. Ia memutuskan untuk berjalan masuk ke kamarnya, agar Ethan tidak ikut.

Namun, ternyata Ethan masih mengekorinya. Lelaki itu terus memberondonginya dengan beragam pertanyaan.

"Setiap kali Elvina datang, kamu selalu pergi, kenapa?"

Ethan ada di belakang Arora, hingga tidak melihat perempuan itu menyeringai. Arora sangat senang karena lelaki di belakangnya menggigit umpannya.

"Elvina gak suka kalau aku ada," ungkap Arora. Ia lalu membekap mulutnya dan matanya seketika membesar. "Ya, dia mungkin gak suka kalau aku ada jadi obat nyamuk."

Ethan mengusap wajahnya berkali-kali, disertai embusan napas kasar. Ia sepertinya sedang kesal. Ia mengumpat pelan, bahkan mungkin tidak terdengar oleh Arora.

"Apa Elvina yang minta kamu pergi?"

Mulut Elvina mengatup. Wajahnya mulai pucat, saat bahunya digoyangkan oleh Ethan.

"Jawab, Ra!" paksa Ethan.

Kepala Arora menunduk. Ia hanya meminta maaf, mulai menutup mata dan air matanya menetes di pipi.

"Kenapa menangis?" Ia mengangkat dagu Arora.

"Aku harusnya gak mabuk dan membuat kamu terjebak. Elvina pasti sangat sedih karena kita menikah."

Melihat Arora menangis dan meminta maaf, Ethan sudah tahu jawaban dari pertanyaannya. Ia mengenal Arora sejak kecil, saat tidak bisa bicara biasanya hanya menangis. Ia juga tidak menyangka Elvina tega mengatakan hal buruk pada Arora.

"Lain kali Elvina datang, kamu gak usah pergi. Selama kita masih berstatus suami istri, apartemen ini milik kamu juga."

*.*.*.

Satu rencana Arora akhirnya berhasil. Menjebak Ethan ternyata lebih mudah dari yang ia bayangkan. Lelaki itu memakan umpan sangat cepat dari perkiraannya. Kini, ia hanya perlu melancarkan aksi berikutnya.

Bayangan Arora dicermin sangat lentur ketika melakukan gerakan tariannya. Rambutnya digulung indah, dengan rok tutu putih mengembang.

Ia sengaja datang lebih cepat untuk melatih tubuhnya agar tetap terbiasa menari. Siang nanti, akan ada beberapa orang yang akan mendaftar untuk menjadi pelatih balet di studionya.

Musik ceria mengalun bersama gerakan-gerakan yang juga mengungkapkan bahagia jika melihatnya. Suasana hati Arora sedang baik, hingga memutuskan untuk memainkan tari yang ceria.

Ketukan di pintu mengalihkan tatapan Arora, meski gerakannya belum berhenti. Jojo sedang berdiri di sana. Lelaki itu memang sedang ada pemotretan dekat dari studio Arora, itu sebabnya ia berkunjung.

"Lanjutkan, aku akan duduk di sana." Jojo menunjuk pada tembok dengan tirai yang terbuka sedikit. Di sisi tembok ada besi yang memanjang lebih tinggi dari pinggang orang dewasa.

Saat Arora sibuk menari--berlompatan dan bergerak dengan kaki berjinjit--Jojo memegang besi. Ia mencoba berjinjit untuk meniru gerakan balet.

"Apa seperti ini?" tanyanya.

Arora memutuskan untuk berhenti menari. Ia mendekat pada Jojo, lalu meminta lelaki itu untuk melakukan peregangan terlebih dahulu.

"Untuk belajar awal, kamu harus belajar melatih kelenturan. Ini namanya gerakan plie." Ia mulai mengajar. Kedua kakinya menyilang, lalu ditekuk hingga kedua pahanya horizontal.

Arora lalu tertawa melihat gerakan Jojo yang kaku dan tidak seimbang. Ia pun memutuskan untuk menggunakan balet bar sebagai media pembantu. "Aku contohkan dulu, perhatikan."

Badan Arora lurus, dengan kedua tangan berpegangan pada bar balet yang terbuat dari metal. Sedikit demi sedikit, ia menekuk lutut hingga posisinya seperti sedang squad. Bedanya, kedua tumitnya terangkat, nyaris saling menyentuh.

"Ini gerakan dasar banget," jelas Arora, setelah selesai memberi contoh.

Iseng, Jojo mencoba posisi yang sama. Belum seberapa, ia berdiri lagi. Mengeluh karena pahanya kram. Ia memberi alasan karena celana jins yang ia kenakan.

"Ya udah, nanti kalau studioku buka, kamu harus daftar."

Jojo menyanggupi, "Tentu saja, tapi pelatihnya harus kamu. Aku sewa privat soalnya."

"Ya udah, aku ganti pakaian dulu." Arora masuk ke dalam ruangan khusus ganti. Ia kembali mengenakan pakaian yang ia pakai sebelum menari.

Ia dan Jojo akan berangkat untuk makan siang. Setelah itu, dengan bantuan lelaki itu pula, ia akan memilih dua pelatih balet. Untuk kriteria, ia tidak akan mengandalkan pendidikan pelamar. Pengalaman dan kemampuan untuk mengajar adalah hal penting.

"Nanti, kalau aku suruh nilai, jangan liat cantik dan seksinya, aku gerik kepalamu!" ancam Arora.

"Tenang, kalau kerjaan aku profesional. Tapi, makan kamu yang bayar."

Arora mengangguk setuju.

"Mood kamu lagi baik sepertinya?" Jojo bertanya setelah melihat wajah Arora yang terus dipenuhi senyum.

"Biasa aja."

"Bohong," bantah Jojo. "Jangan-jangan semalam kamu habis tidur sama Ethan, jadi senang banget."

Tidak terima dengan perkataan Jojo, Arora memukul bahu lelaki itu. Meski mengaku kesal, ia tetap tertawa. Ia tentu saja senang, mengingat rencana untuk memisahkan Ethan dan Elvina sudah berhasil.

*.*.*.

Nanti tambah, Jojo flirting saat penjurian.

The Antagonist  (Completed) Where stories live. Discover now