» 10 • Alijen Busy Jefferson

Mulai dari awal
                                    

"Kau tahu, Kid? Permainanmu sangat luar biasa untuk ukuran seorang pemula. Aku jadi ragu bahwa sebelumnya kau benar-benar belum pernah berlatih bela diri. Kau punya kemampuan untuk menjadi seorang dominan dalam sebuah permainan. Stamina tubuhmu sangat luar biasa. Tapi kau harus ingat. Pertarungan bukan hanya soal otot, tapi juga soal otak. Aku tahu isi kepalamu itu genius. Maka gabungkanlah kepintaranmu dan kekuatanmu, dan kau akan jadi petarung jarak dekat paling mematikan." Lucian menatapku penuh penghargaan setelah melihat kemampuanku beberapa hari lalu.

Lucian ditunjuk langsung oleh Kakek untuk menjadi mentorku. Jasmine ikut serta. Dia akan jadi pengawas. Aku tak masalah. Aku justru senang karena aku sudah akrab dengan mereka.

Aku, Lucian, dan Jasmine berbelok ke kiri di persimpangan lorong besar. Lucian menuntunku untuk masuk ke sebuah ruangan dengan pintu besar. Setelah memasukkan password, pintu itu terbuka. Aku menahan napas.

Ruangan di hadapanku ini kosong, tapi luas sekali. Seperti aula di kampusku hanya dalam versi yang jauh lebih luas, besar, dan modern.

"Kita akan berlatih di sini," ujar Lucian.

Lucian menoleh ke arahku. Dia tertawa. Entah apa yang dia tertawakan, mungkin karena melihat ekspresiku saat ini. Air mukaku seolah seperti berkata: Kita serius berlatih di sini? Di ruang kosong?

"Ruangan ini memang kosong, Kid, jika dalam mode off. Saat aku menyalakannya menjadi mode on, ruangan ini tidak akan sesederhana yang kau lihat. Mari kita buktikan." Lucian menyuruh Jasmine supaya membuka ponsel tipisnya. Jasmine mengutak-atik layarnya, lalu meng-klik sesuatu.

Hal pertama yang terjadi adalah munculnya suara mendesing yang cukup kencang. Aku menatap ke depan. Astaga! Lantai ruangan di hadapanku merekah terbuka. Seperti ada lubang sumur besar di bawah tanah. Dari dalamnya muncul dinding-dinding tinggi tak beraturan, seperti dinding untuk olahraga panjat tebing, dengan palang-palang besi di banyak tempat.

"Kau masih ingat pelajaran akrobat yang kuberikan padamu beberapa hari lalu?" tanya Lucian.

Aku mengangguk.

"Kita akan melatihnya lagi di sini dengan level yang lebih tinggi. Sekarang kau tidak akan hanya melompati meja, kursi, lemari, dan benda kecil lainnya. Dinding-dinding tak beraturan itu akan jadi medannya. Kau siap, Kid?"

Aku meneguk ludah dengan mata menatap lurus ke depan. Dinding-dinding itu tinggi sekali. Medannya terjal. Ada salah satu sisi yang kemiringannya nyaris 60°. Palang-palang besi tertancap di banyak tempat. Ada yang di sela-sela dinding, di atas dinding, menempel di dinding. Total dinding yang paling besar ada 4 buah.

"Kau lihat dinding yang paling tinggi itu, Kid?"

Tentu saja aku melihatnya. Itu adalah dinding yang paling mencolok di antara yang lain.

"Misimu adalah melewati dinding-dinding ini, menghadapi setiap rintangannya, lalu tiba di titik puncak. Level rintangannya akan semakin susah jika kau semakin dekat dengan titik terakhir. Waktumu hanya lima menit. Kau paham?"

Aku mengangguk.

"Baiklah. Jasmine, nyalakan mode rintangan level pertama!"

Jasmine mengangguk patuh pada perintah Lucian.

Aku memperhatikan dinding-dinding tak beraturan di hadapanku sekali lagi. Aku mengamatinya lamat-lamat, menghafalkan jalur dan medannya, juga tingkat kesulitan di setiap tempat. Tak lama kemudian tanganku terangkat. Dari tempat yang berbeda, clase──tongkat senjataku──menerima panggilan jarak jauh tersebut. Benda itu melesat cepat di udara. Aku tersenyum melihat kehadirannya dan──zap!──clase kini ada dalam genggamanku.

THE FIGHT SERIES | #1 ROOFTOP FIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang