Chapter 18

17.8K 1.7K 33
                                    

Sekolah sudah mulai sepi, para murid dipulangkan cepat karena mulanya akan diadakan rapat kedua mengenai festival Lentera Biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekolah sudah mulai sepi, para murid dipulangkan cepat karena mulanya akan diadakan rapat kedua mengenai festival Lentera Biru. Hanya anggota osis dan guru-guru yang terlihat masih berkeliaran.

Oh, atau mungkin orang-orang yang membuat heboh satu sekolah masih tidak dibiarkan pulang. Pak Sooman selaku kepala sekolah Lentera Biru merasa kecewa. Kecewa karena tidak mengetahui pembullyan yang sering terjadi di sekolahnya.

Aksi itu seolah tertutupi darinya, sehingga makin banyaknya pembullyan pada beberapa murid. Rapat mengenai festival ini terpaksa di undur dulu. Rapat ini dialihkan dengan pembahasan pembullyan dan pelecehan yang sering terjadi di sekolah.

Dilain tempat---tepatnya di UKS. Dira sudah sadarkan diri. Wajah cewek itu tidak sepucat tadi. Pak Sooman juga sempat menjenguknya sebentar, fyi pria tua itu tau semua tentang hidupnya. Hal ini juga membuat Dira bisa bersekolah di Lentera Biru.

Dira bersandar pada bantal, menerima uluran minuman dari salah satu anggota PMR---namanya Ningning.

"You okey?" tanya Ningning mengelus lengan Dira. Cewek itu mengangguk sebagai jawaban. Dira tau Ningning, ia salah satu kakak kelas sebelas yang terkenal dengan keterampilan mengobati orang. Tak ayal ia masuk di organisasi itu.

"Ada orang di rumah lo? Maksudnya, ada Ayah, Ibu atau Kakak yang bisa gue hubungi buat jemput lo pulang?" tanya Ningning meletakkan gelasnya.

Dira menggeleng. Tidak mungkin kan ia menyuruh adiknya untuk menjemputnya?

Ningning mengangguk, "yaudah, gue tanya yang lain ya, siapa tau ada yang mau nganter lo."

Ningning menyibakkan gorden warna hijau sebagai pembatas. Dira terperangah, melihat lumayan banyak orang di UKS. Ada Jeno-cs (sekali lagi tidak ada Jeno hmm), seorang cewek berambut sebahu yang bajunya berisi pin Osis, Ningning, dan beberapa siswa yang mengerubunginya tadi dengan wajah yang sedang di obati.

"Diantara kalian bisa anterin Dira pulang gak?" tanya Ningning pada mereka kecuali pada siswa-siswa yang sedang di obati.

"Yaelah itu mah udah tugas kita-kita," ujar Jisung menunjuk Jeno-cs.

Mark mengangguk setuju, "ho'oh. Dir, lo tinggal pilih mau yang mana."

"Yang pasti kalau lo sama gue. Lo bakal nyaman, gak bakal kepanasan atau kehujanan. Jok mobil mahal gue pasti gak bakal mengecewakan lo," kata Chenle menyugar rambut lalu mengedipkan sebelah mata---menyombongkan diri.

"Lulus buat SIM dulu baru bacot," kata Renjun pada Chenle.

Chenle menatap jengkel Renjun. Cowok itu membalasnya dengan melotot tajam.

"Please deh. Kenapa gue bisa satu ruangan sama manusia kayak kalian ini?! Dari tadi tu mulut bacot amat sampai berbusa," celetuk tajam cewek berambut sebahu.

"Yiii iri bilang bawahan, bilang aja lo kesel karena gak di ajak ngomong dari tadi," balas Chenle.

Cewek itu mendelik, "siapa juga yang iri. Yang ada gue puyeng dengerin kalian."

"Astaga Ryu. Gue tau lo lagi kesel. Bukan ke kita tapi ke mantan lo, kan? Makanya nyelekit amat lo ngomong dari tadi," kata Mark mengeluarkan kripik singkong dari tasnya sambil melirik si mantan cewek itu lalu tertawa terbahak-bahak.

Haechan yang sedari tadi diam saja, mendecak sinis ke Mark.

Renjun tertawa, "lo kenapa sih Chan. Dari tadi diem mulu, masih badmood karena tadi atau badmood ketemu Ryujin?"

Cewek berambut sebahu itu --Ryujin-- melempar pulpen ke Renjun, tepat mengenai kepala cowok itu.

"Aduh!" ringis Renjun mengelus kepalanya.

"Rasain lo!" Ryujin menjulurkan lidahnya ke Renjun, menggendong tasnya, kemudian berdiri. "Gue ke ruang osis dulu ya," ucapnya lagi.

"Bodo amat," kata Jisung yang sedang bermain game.

"Sana lo pergi bawahan, huss," kata Chenle sembari melakukan gestur tangan mengusir.

Ryujin mencibik kesal, mengalihkan perhatian pada Dira dan Ningning. "Gue duluan ya. Cepet sembuh Dir."

Dira dan Ningning mengangguk. Sebelum benar-benar pergi Ryujin menggeplak kepala Renjun, Chenle dan Jisung bergantian yang dihadiahi umpatan kesal mereka pada anggota osis itu.

Dira terkekeh pelan melihatnya.

"Biar gue yang nganterin Dira pulang."

Suara dari Jaemin mengalihkan perhatian mereka tak terkecuali Dira yang sudah menyurutkan kekehannya.

"Oke deh, bener ya?" tanya Ningning.

Jaemin mengangguk.

"Lo istirahat aja dulu disini ya, kalau udah bener-bener baikan baru pulang. Kita juga bakal nungguin lo kok, okey?" Ningning tersenyum tenang padanya.

Dira menarik sedikit senyum, "iya."

Setelah itu Ningning bergabung dengan mereka, tanpa membuat kebisingan.

Dira merasa agak lega. Setidaknya ada sedikit orang yang masih peduli dengannya. Cewek itu menatap penuh arti mereka. Teman-teman Jeno dekat dengannya seiring dengan waktu, dan juga ada Ryujin serta Ningning yang bersikap baik padanya. Setidaknya ini bisa menguatkan Dira kalau masih ada yang peduli padanya. Ia tak tau apa mereka tulus peduli padanya atau tidak. Tapi.... ahh ... biarkan saja, Dira malas memikirkan itu semua.

Menutup matanya, Dira sepintas melihat bayang-bayang gerombolan siswa tadi yang melecehkannya dan membullynya bersama-sama. Semuanya berjalan dengan cepat, ia saat itu tak bisa berbuat apa-apa. Memberontak pun rasanya sia-sia tadi.

Menarik napas, kemudian membuangnya pelan. Dira meremas seprai, sesuatu terasa menusuk kuat hatinya, seakan berusaha menghancurkan benteng pertahanan yang sekuat tenaga gadis itu bangun.

Ia bukan cewek lemah. Dia kuat. Kuat untuk bertahan. Bukan seperti Dira yang kemarin ingin mencoba mengorbankan dirinya hanya karena pesan dari orang itu. Dira tak ingin orang itu kembali merasa menang. Walau sebenarnya ia sudah jatuh kalah lagi dan lagi.

"Dira."

TBC.

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Devil Boyfriend [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang