Tiga tahun ia berkabung dan merasa bersalah. Tapi apa?!
Gadis itu ternyata masih hidup dan seperti inikah kehidupannya selama tiga tahun itu?!
Ia kemudian teringat oleh ucapan Lia barusan karena begitu menohok perasaanya. Dirinya tidak berhak sama sekali untuk mencampuri urusan Lia.
Tubuh Agatha terperosot perlahan di atas lantai saat mendengar suara langkah kaki menuju kearahnya. Lia pasti telah memanggil petugas keamanan untuk mengusirnya.
---ooo---
"Menurut gue, tiga tahun itu waktu yang cukup lama untuk seseorang bisa berubah. Lo tahu sendiri kan, sebelum kesini hidup Lia seperti apa?" Agatha kembali memandang kosong kearah luar jendela tanpa menanggapi Axel.
"Dia punya banyak masalah, dia tertekan. Gue rasa dengan kehidupannya yang sekarang bisa jadi Lia jauh lebih bahagia."
"Jadi maksud lo hidup bebas seperti itu baik untuk Lia?!" kini Agatha menoleh dengan raut kesal kearah Axel. Bisa-bisanya sahabatnya itu memberi persepsi yang gila.
Axel menghela napasnya. Ia tahu jika Agatha belum bisa menerima semua ini. "Gue nggak ada bilang baik. Lagipula memaafkan kesalahan orang itu memang mudah. Tapi untuk melupakan sulitnya luar biasa."
"Jadi maksud lo kelakuan gue dulu masih berbekas di hati Lia?"
"Apa lo masih inget pengkhianatan yang dilakukan oleh sahabat dan kekasih lo itu?"
"Mantan!" koreksi Agatha cepat.
Axel tersenyum tipis, "So, gue nggak perlu jawab pertanyaan lo, bukan?"
Agatha memutar bola matanya, "Sekarang gue harus apa, Xel?"
"Ini baru beberapa hari, Ga. Dan gue rasa, Lia juga masih sama terkejutnya seperti lo. Jadi lo kalem dulu, jangan temui dia lagi di waktu dekat ini."
"Nggak! Nggak bisa gue! Lo pikir gue tahan ngelihat dia sama cowok lain?!"
Axel berdecak kesal lalu menatap lurus sahabatnya. "Itu juga yang dirasakan Lia saat melihat lo sama Florencia!"
"Gimana rasanya? Sakit kan?"
Agatha mendadak diam. Axel memang pandai melempar kata-katanya.
"Lo harus sabar, Ga."
"Tapi sampai kapan," tutur Agatha parau.
"Tenang aja. Gue ada ide," ujar Axel sembari menaik turunkan alisnya.
---ooo---
Agatha akui ide Axel benar-benar cemerlang meski ia harus repot mengurus beberapa tugas kuliah terlebih dulu untuk sepekan kedepan agar bisa terbang ke Indonesia.
Agatha melepas mantel berbulu tebalnya begitu landing di Bandara Internasional Soekarno-Hatta karena merasa begitu gerah padahal cuaca seperti ini biasa-biasa saja sebelumnya. Mungkin karena ia mulai terbiasa akan suhu sejuk di Amerika.
Supirnya baru saja menelpon dan mengatakan sudah sampai di tempat penjemputan. Agatha segera menuju kesana dengan menyeret koper kecilnya. Ia kemari karena ada urusan mendesak, bukannya pulang kampung, jadi Agatha tidak berpikir untuk membawa oleh-oleh karena Natali juga tidak menitip apapun padanya saat ia mengatakan akan pulang.
Begitu sampai di dalam mobil, Agatha langsung menyempatkan waktu untuk tidur karena ia masih merasa jetlag. Sopirnya juga sudah ia beritahu jika Agatha ingin mampir ke sebuah tempat dulu sebelum pulang.
Kediaman Esthalia Jones.
Seperti inilah kira-kira rencana Axel.
Agatha tidak menyangka ia mendapat ijin masuk setelah security penjaga gerbang berbicara kepada Michael Jones lewat interkom.
ESTÁS LEYENDO
FLOW : Everything Has Changed
Novela Juvenil(17+) AGATHA RICHIE HILLARIO Berbekal kehidupan yang serba glamor dan tanpa peran seorang Ayah dalam hidupnya membuat dia menjadi siswa paling terpandang di Liberty High. Terpandang dalam artian buruk. Seperti sombong, penuh kekuasaan, dan pembully...
