- Bab 2 -

718 25 0
                                    

"Ibu sudah bilang kepadamu. Biarkan rumah itu kosong. Rumah itu miliknya. Tidak boleh ada yang tinggal di rumah itu," Sukma memprotes.

"Iya. Ibu sudah berulang kali bilang kepadaku. Tapi kalau kelamaan kosong juga tidak baik dan makin tidak terawat, Bu." Yulius mencoba memberikan penjelasan yang sama berulang kali setiap sang ibu menyinggung soal rumah itu.

"Kan sudah ada cucunya Haikal yg selalu bersih-bersih. Sudah cukup bukan? Bagaimana kalau suatu hari dia pulang?" Sukma masih terus memberikan argumennya.

Yulius meletakkan sendoknya setengah dilempar ke atas piring yang masih berisi sarapannya menandakan kekesalan, "Ibu, dia sudah pergi meninggalkan kita selama sepuluh tahun lebih. Tidak mungkin dia kembali. Ibu harus menyadari itu!"

Sukma tersentak dengan perkataan Yulius. Suasana di meja makan menjadi tegang. Sarapan yang seharusnya menjadi momen mengawali hari, malah merusak suasana hati Yulius. Selera makannya langsung hilang.

Poppy yang duduk di seberang Sukma tidak tahu harus berbuat apa. Membuka mulut pun dia tidak punya nyali, takut jika malah salah berbicara dan memperkeruh suasana.

"Aku harus pergi bekerja," ujar Yulius dengan nada jengkel, mendorong kursinya ke belakang dengan kuat, lalu meninggalkan meja makan. Pintu dapur dibuka paksa membuat Sukma dan Poppy kaget.

"Apa salah jika aku masih mengharapkannya pulang. Dia anakku. Tidak mungkin dia tega meninggalkanku begitu saja," kata Sukma kepada dirinya sendiri.

Perdebatan antara suaminya dengan sang ibu mertua hampir terjadi setiap hari. Mereka memang tidak pernah akur semenjak Sophia, adik perempuan Yulius, kabur entah ke mana. Menyisakan kesedihan mendalam di hati Sukma sehingga dia menjadi sakit-sakitan. Selama bertahun-tahun Yulius dan Sukma selalu menanti, sayangnya sampai sekarang belum ada kabar apa pun . Hal itu tidak membuat Sukma berhenti berharap sang putri pulang, kembali dalam pelukannya. Berbeda jauh dengan Yulius yang sudah berhenti berharap. Pria itu berpikir lebih realistis, memilih melanjutkan hidup.

Poppy tidak pernah suka mendengar perdebatan suaminya dengan sang mertua. Topik yang menjadi pokok masalah pun tidak pernah berubah, selalu seputaran Sophia. Sekarang ditambah lagi tentang masalah rumah sebelah yang disewa oleh Axel.

Hubungan antara Poppy dengan Sukma sangat kaku. Wanita itu sering merasa jengkel dengan sikap mertuanya yang dingin, selalu membandingkan dirinya dengan Sophia dan sangat menyusahkan. Poppy sebenarnya bukannya termasuk menantu yang kurang ajar. Wanita itu selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk Sukma, tetapi semua yang dilakukannya tidak pernah ada yang benar menurut sang mertua.

Wajah Sukma masih terlihat sedih. Poppy melihat dengan sedikit senyum sinis, ada rasa puas saat Sukma tidak bisa berkutik. Melihat mertuanya menderita adalah hal terbaik dalam hidupnya.

Poppy bangkit dari duduknya, mengambil bekas piring Yulius, menumpuk di atas piringnya sendiri, kemudian menuju bak cuci piring tanpa mengatakan sepatah kata pun kepada Sukma. Dibiarkan sang mertua duduk sendirian. Sambil mencuci piring, Poppy melihat ke arah luar jendela yang langsung berhadap dengan jendela dapur rumah sebelah. Rumah yang sekarang sedang di sewa oleh Axel.

Dari kejauhan, Poppy melihat Axel sedang berbicara dengan seseorang. Penasaran, wanita itu memajukan tubuhnya ke arah kaca jendela dan bola matanya mengarah serong ke kiri. Tidak ada siapa-siapa di situ, tetapi mulut Axel terus bergerak seolah sedang berbicara. Sekali lagi Poppy mendongak. Tidak ada orang.

"Mungkin lagi ngomong sendiri," kata Poppy lirih.

Dia melanjutkan mencuci piring dengan tatapan masih memperhatikan rumah itu. Rumah yang selalu menjadi sumber masalah dalam keluarganya. Poppy tidak pernah menyukai rumah itu, dia selalu menyuruh suaminya untuk menghancurkannya saja, tetapi Sukma tidak pernah setuju. Rumah itu milik Sophia, itu alasan yang selalu menjadi tamengnya.

Rahasia Yang Terkubur [TAMAT~> terbit eBook]Where stories live. Discover now